19.

860 99 12
                                    

"Abiana?" Ucap Nathan yang seketika membuatku menggelengkan kepalaku namun tetap menatap dengan terpaku kertas yang ada di hadapanku ini.

"Kau menolakku?" Ucapnya lagi, yang membuatku menoleh ke arahnya sambil memasang muka 'oh kau pasti bercanda'

Mana mungkin aku menolakmu, idiot.

Aku ingin mengatakan itu, namun aku tau itu terdengar tak masuk akal. Terlalu menjijikkan. Hm.

Aku harus menjawab seperti apa?

"Apakah ini jebakan?" Akhirnya setelah menimbang - nimbang, hanya tiga kata inilah yang keluar dari mulutku. Sebutlah aku idiot sekarang, sebutlah.

"Oh God, Abiana. Untuk apa aku menjahilimu malam - malam seperti ini?" Tanyanya, seperti tak percaya lalu terkekeh panjang.

"Kau tau, Abiana? Aku akan jujur padamu. Tapi kau janji jangan tertawa karena ini akan terdengar menggelikan. Aku suka padamu. Entah sejak kapan dan bagaimana. Mungkin karena aku terbiasa denganmu dan mulai tenggelam dalam pesona mu yang memabukkan, eh?" Ucapnya, membuatku otomatis mulai tersenyum sendiri dan jantungku mulai berdetak tidak normal lagi.

"Kau tau? kau cantik. Kau pintar. Kau rajin. Kau ramah. Aku tau kau diincar banyak pria karena itu. Aku tau, Abiana. Tapi, entah kenapa aku tidak tertarik padamu karena itu. Aku suka padamu karena tingkahmu yang apa adanya. Sangat polos dan sangat lucu. Membuatku ingin memelukmu setiap saat" ucapnya, namun memberi jeda sesaat.

"Yang terpenting, membuatku ingin memilikimu seutuhnya dan selalu menghabiskan waktu bersamamu setiap saat" ucapnya, sambil tersenyum.

Aku terpaku sesaat, lalu terkekeh singkat yang membuatnya ia memasang wajah seakan berkata 'kau sudah janji untuk tidak tertawa tadi'

"Oke, oke. Aku minta maaf. Tapi, kata - katamu sangat klise seperti novel - novel yang sudah kubaca, kau tau? Kau sudah berapa lama menghafal kalimat - kalimat tersebut, Nathan?" Tanyaku, yang membuatnya kaget karena mungkin ia kira aku akan langsung menjawab iya atau tidak. Seketika aku terkekeh lagi.

Pria ini sangat lucu dan menggemaskan.

"Tapi walaupun kau sedikit klise dan menggelikan, tapi aku tetap suka, kekasih baruku" jawabku yang langsung disambut oleh wajah kagetnya lagi, namun kali ini bercampur senang. Aku tebak, Nathan sebentar lagi akan melakukan kegiatan fangirling—oh maksudku fanboying.

Tiga...

Dua...

Sa—

"OH MY GOD ABIANA AKU TAK MENYANGKA. AKU SENANG SEKALI, KAU TAHU. BOLEHKAH AKU MEMELUKMU SEKARANG"

Benar, kan.

Aku baru akan menjawab perkataannya, namun Nathan langsung memelukku dengan erat, seakan aku akan lari jika tidak dalam dekapannya. Dengan reflek, aku membalas pelukannya, mengusap punggungnya dengan lembut, dan mengistirahatkan kepalaku pada bahunya. Oh God, ini kelewat nyaman.

"Seketika aku lupa seberapa keparatnya materi sejarah, kau tahu" ucapnya di sela - sela hembusan nafasnya yang menghangatkan leherku yang dingin.

"Ini sudah setengah satu pagi, kita tidak akan melanjutkan belajar?" Jawabku yang langsung disambut kekehan ringan Nathan yang terdengar sepuluh kali lipat lebih indah sekarang.

"Fuck the midtest, besok aku bisa mencontek Bob dan John" jawabnya sembari mengeratkan pelukannya.

Aku suka ini.

Incandescent. [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang