10.

839 100 4
                                        

"Nathan, aku tidak mau" teriak gadis yang ditarik oleh Kak Nata. Aku pun menoleh ke sumber suara, melihat gadis cantik yang ditarik - tarik oleh Kak Nata namun memberontak seperti sedang diculik. Harusnya kau senang dipegang tangannya tau, batinku.

"Nathan, kau cari gadis lain saja. Genggam tangannya yang itu" kata gadis itu lagi, kali ini ia menoleh ke arahku, yang membuat seluruh manusia yang ada disini melihat kearahku. Aku tak bisa berbuat apa - apa, selain menunduk malu. Kuyakini pipiku sudah merah merona seperti kepiting rebus.

"Ayolah, Nathan. Please" kata gadis itu lagi sembari memberontak sangat keras yang membuat Kak Nata melepas tarikannya dan berusaha mencari gadis lain.

Kali ini semua memalingkan wajahnya ke arahku, entah kenapa. Semua orang yang ada disana sudah ricuh meneriakkan nama Kak Nata sembari melirik ke arahku. Aku sangat malu sekarang. Aku tak bisa berbuat apa - apa lagi selain menunduk seperti tadi. Aku terlalu malu untuk menjadi pusat perhatian.

Tiba - tiba, sebuah tangan besar menggenggam tanganku. Jantungku berpacu sangat cepat. Matilah aku. Aku perlahan mendongakkan kepalaku, melihat wajah tampan Kak Nata sedang tersenyum ke arahku. Oh God, aku ingin ditelan bumi sekarang.

"Ayo bermain denganku. Aku tak menerima penolakan" katanya lembut sembari menggenggam tanganku erat dan berlari bersamaku menuju tengah lapangan.

Aku memberontak, namun Kak Nata malah terkekeh karena sikapku. Aku sangat ingin membiarkan suara ricuh yang terdengar, tetapi aku tak bisa. Yang ku bisa adalah membiarkan pipiku merona dan jantungku berdetak sangat kencang.

Panitia pun segera memberi tahu bahwa permainan ini adalah permainan passing dan shoot. Aku dan Kak Nata harus saling passing dan di garis akhir kami harus bergantian shoot untuk memenangkan hadiah.

Setelah peluit dibunyikan, kami pun mulai berlari sembari saling passing bola basket. Kak Nata terus tersenyum ke arahku, yang ku tau maksudnya untuk membuatku nyaman. Namun apa daya, sikapnya malah membuatku tambah kikuk.

Sekarang kami harus shoot bergantian dengan satu bola. Aku dan Kak Nata berusaha untuk memenangkan permainan ini. Namun entah kenapa, kami tertawa sendiri seperti orang gila. Tertawa kami tak kunjung henti sampai permainan selesai, yang pada akhirnya membuat Kak Bob dan Wanita Blonde itu memenangkan permainan ini.

"Okay, sebelum acara ini berakhir, kuberi keempat partisipan sticker ini. Terimakasih sudah berpartisipasi" pembawa acara pun memberi kami berempat sticker tersebut. Indah sekali. Aku pun berterimakasih kepada sang panitia.

"Dokumentasi foto ya" kata panitia, mengisyaratkanku, Kak Bob, Kak Nata, dan gadis blonde untuk berfoto bersama.

"Satu" aku tersenyum singkat

"Dua" tiba - tiba sebuah lengan besar merangkul pundakku. Senyumku hampir lumpuh sekarang.

"Tiga" suara kamera membuatku berusaha tersenyum lebar lagi. Setelah foto selesai, kulihat lengan itu, dan kusadari bahwa yang merangkulnya adalah Kak Nata.

"Hai, Abiana" sapanya, sambil melepas rangkulannya dan tersenyum ke arahku, manis sekali.

"Hai, kak" kataku, sedikit canggung.

"Mau kembali ke kamar? Ayo bersamaku" ia pun merangkulku lagi, dan berjalan menggiringku sembari bertanya kepadaku bagaimana kabarku akhir - akhir ini. Senang rasanya mengetahui ia masih peduli padaku. Sepanjang perjalanan ke kamar pun, kami selalu mengobrol dan saling melemparkan lelucon. Aku pun menyadari bahwa aku rindu padanya.

Incandescent. [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang