29. [2/3]

572 66 54
                                    

Abiana's POV

"Keparat!"

Aku langsung bangkit dari tidurku dan tersadar secara otomatis ketika sosok Nathan dan wanita pirang asing yang akhir - akhir ini mencurigakan sedang bersetubuh dengan mesranya masuk dalam mimpiku. Aku tak tahu mengapa bisa aku mendapatkan mimpi seperti itu, apakah itu firasat buruk atau hanya efek karena aku sangat merindukan Nathan?

Aku menggelengkan kepalaku sejenak, berusaha menyegarkan pikiranku dari mimpi buruk itu dan menyeka keringatku yang tak terasa sudah mengguyur seluruh badanku karena mimpi buruk itu. Namun bukan pikiran segar yang masuk dalam otakku, malah firasat - firasat lebih buruk lagi yang masuk dalam pikiranku dan membuatku frustasi dan tidak tenang sekarang.

Sialan.

Merasa dengan hanya duduk dan terdiam aku akan lebih frustasi dan tidak tenang, aku pun memilih untuk mengambil ponselku dan berjalan menuju lemari penyimpanan untuk mengambil air mineral dingin. Siapa tahu dengan aku menghubungi Nathan dan meminum beberapa teguk air mineral dingin, otakku bisa lebih baik untuk kembali tidur.

Ide yang bagus.

Akhirnya dengan segala firasat - firasat buruk yang menggelantungi pikiranku, aku pun berusaha menghubungi Nathan via FaceTime seperti yang akhir - akhir ini sering kami lakukan. Sepertinya Nathan mengetahui kondisiku yang sedang panik dan gelisah, karena belum ada beberapa detik, Nathan langsung menerima panggilanku dan wajahnya langsung memenuhi layar ponselku.

"Hai, Abiana. Ada apa? Bukankah ini sudah jam dua pagi di London?" sapanya dengan manis namun juga sedikit terkejut yang membuat sedikit rasa gelisahku berkurang. Hanya sedikit.

"Tidak, aku hanya mengalami mimpi buruk. Dan aku tiba - tiba saja teringat untuk menghubungimu. Apakah kau keberatan?" tanyaku dengan tersenyum simpul. Nathan tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk perlahan. Aku tak tahu mengapa.

"Kau keberatan aku hubungi secara mendadak? Kau bisa memberi tahuku, Nathan" ucapku lagi. Aku tak tahu sejak kapan suasana kami menjadi serba salah seperti ini.

"Err, tidak, sayang. Kau kekasihku, dan sudah kewajibanku untuk selalu menemanimu. Kau sedang mimpi buruk, bukan? Oke, seperti biasa, sebelum kau bercerita tentang mimpi burukmu, aku akan menghiburmu. Kali ini, kau mau aku melakukan apa?" ucapnya, entah mengapa sedikit canggung namun masih memasang senyum lebar yang aku tahu itu untuk menghiburku.

"Aku tak tahu, jika kita berjauhan seperti ini, rasanya aku hanya ingin secara tiba - tiba kau terbang kesini dan memelukku" ucapku perlahan nan jujur yang langsung disambut kekehan rendah dari Nathan.

"Jika aku bisa, Abiana. By the way, minggu depan aku memiliki waktu libur. Aku akan berkunjung ke London. Apakah kamarmu kosong untuk menyelundupkanku?" ucap Nathan sembari memasang seringai menggodanya yang membuatku tertawa. Aku pun mulai merasakan aku melupakan mimpi burukku sejenak.

Perbincangan kami berlanjut sangat panjang. Mulai dari rencanaku dan Nathan saat Nathan berkunjung ke London kelak, tugas universitas Nathan yang menumpuk tidak ada habisnya, kegiatanku di sekolah yang makin sibuk akan pemilihan ketua organisasi kesiswaan, sampai hal - hal kecil yang tidak penting lainnya. Namun entah mengapa, walaupun kami memiliki perbincangan santai nan menyenangkan, raut wajah Nathan menunjukkan sebaliknya. Raut wajahnya menunjukkan kegelisahan dan aku tidak tahu apa maksudnya.

"Nathan, apakah kau baik - baik saja?" tanyaku ketika aku mendapati Nathan hampir melamun dan menunjukkan wajah gelisah, entah untuk ke berapa kalinya.

"Aku tak apa, Abiana. Hanya sedikit melamun. Sampai mana perbincangan kita tadi?" jawab Nathan setelah menggelengkan kepalanya sejenak, berusaha mengumpulkan kesadarannya. Ia pun tampak memaksakan senyum lebarnya.

Ada apa dengannya?

Mengapa aku merasakan déjà vu dari mimpiku?

Oh tidak. Tidak mungkin.

"Mengapa sekarang kau yang melamun, Abiana? Ada apa?" ucap Nathan lagi sembari berusaha tetap tersenyum yang membuatku semakin merasa déjà vu. Sialan.

"Tidak ada apa - apa. Aku hanya merasa, mengapa sekarang kita sangat canggung, Nathan?" ucapku perlahan, namun sukses membuat wajah lawan bicaraku ini menjadi tegang.

Sialan, firasat burukku datang lagi.

"Jujur, Aku takut kita menjadi canggung, Nathan. Aku takut mimpi burukku yang membuatku terjaga sekarang ini menjadi kenyataan." Sambungku lagi, kali ini dengan nada sedikit bergetar karena aku merasakan aku ingin menangis sekarang.

"Mimpi burukmu? Oh, kau belum menceritakannya padaku. Ceritakanlah" jawab Nathan, kali ini dengan alis yang bertaut, menunjukkan rasa penasarannya sekaligus takut.

"Kau selingkuh dariku."

Aku mengucapkannya dengan perlahan dan lembut, namun entah mengapa reaksi Nathan ketika mendengar perkataanku seperti aku mengatakannya dengan nada penuh emosi. Lelaki itu terlihat sangat tegang dan rahangnya pun mengeras. Matanya pun menatap dengan tatapan seperti anak kecil yang telah mencuri permen dari kakaknya dan takut ketahuan. Sialan, hatiku mulai sesak.

Keheningan tercipta diantara kami selama beberapa saat. Keheningan ini sangat canggung, jauh lebih canggung daripada saat kami berdua mengobrol santai lima belas menit yang lalu. Aku tak tahu mengapa, sejak aku mengatakan dua kata tersebut, Nathan seolah - olah tenggelam dalam pikirannya sendiri, yang membuatku juga ikut diam karena tak tahu akan berbicara apa agar tidak salah. Setelah bermenit - menit kami dalam keheningan yang semakin canggung setiap menitnya, akhirnya aku pun berbicara lagi.

"Apakah kau mau mendengarkan cerita tentang mimpiku lagi?"

Dan Nathan hanya mengangguk dengan kaku.

"Aku bermimpi aku mengunjungimu di New York, Nathan. Dan entah mengapa, akhirnya kita menjadi diam dan canggung seperti ini. Yang terakhir aku ketahui, ternyata kau selingkuh dengan gadis pirang dan aku-"

Belum sempat aku menyelesaikan ceritaku yang terakhir, Nathan sudah terlebih dahulu memasang raut wajah emosi nan terkejut yang sebelumnya belum pernah aku lihat dari wajah tampannya dan berteriak "Keparat! Sialan!" sebelum akhirnya memutuskan panggilan FaceTime kami secara sepihak.

Sialan. Aku bisa merasakan firasat buruk dan mimpi burukku ini perlahan - lahan menjadi kenyataan.

***

a/n: HAI LAGI GAES, seperti yang gue janjikan sebelumnya, gue apdet malem ini juga :p

Hayo siapa yang kesel ternyata chap sebelumnya cuman mimpi? Apa siapa yang lega ternyata ini cuman mimpi? Apa malah bingung habis ini cerita ini bakal kemana? Wkowkowkwowko tenang gaes semua ini ada porsinya.

Dan maafkan ya gengs chap ini jelek dan pendek banget hwowhowhow gue ngetiknya sambil capek bukber sama nonton tv wkwkwk :""")

Karena gue udah banyak bacot di chap sebelumnya, jadi disini gue hanya minta vomment(s) aja ya gengs, gak lebih.

Btw, selamat sahur walaupun masih lama!! Ehehe sayang kalian! <3

Incandescent. [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang