29. [1/3]

501 65 59
                                    

Abiana's POV

Ini akan menjadi hari paling bahagia ku.

Jelas saja, ini adalah hari dimana aku akan mengunjungi Nathan di New York untuk pertama kalinya, bertemu dengannya setelah sekian lama kami hanya bertemu via FaceTime dan mimpi, mengelilingi kota yang tak pernah tidur ini berdua sepanjang hari, dan memeluk satu sama lain setelah jarak yang sangat jauh memisahkan kami.

Aku memang terdengar berlebihan saat sedang bahagia.

By the way, aku sudah berada di bandara sekarang, menunggu Nathan untuk menjemputku. Kami sepakat untuk bertemu pada pukul sepuluh pagi, yang berarti aku harus menunggu Nathan kurang lebih sepuluh menit.

Waktu berjalan dengan cepat sampai akhirnya aku merasakan ada getaran di ponselku. Ternyata Nathan mengirimiku pesan bahwa lelaki itu sudah sampai di tempat parkir bandara. Aku tak bisa menahan senyum kebahagiaanku. Dengan cekatan, aku pun langsung menarik koperku dan berjalan dengan cepat menuju tempat parkir yang dimaksud Nathan. Masa bodoh aku sudah menabrak banyak orang untuk berjalan lebih cepat dengan senyum tololku. Yang aku pedulikan sekarang hanyalah Nathan sudah dekat denganku dan aku bisa menatap wajah tampannya dengan puas. Oh bukan hanya itu, aku bisa memeluknya dan mencium aroma tubuhnya sampai aku mabuk.

Sudah ku bilang, aku memang terdengar berlebihan saat sedang bahagia.

Sesampainya di tempat parkir, aku langsung mengedarkan pandanganku mencari kekasihku yang sekarang berambut pendek itu. Ia mengatakan ia memakai kaus putih polos kesayangannya, hoodie kelabu yang selalu dipakainya, dan celana skinny jeans yang aku tak tahu bagaimana bentuknya sekarang karena terlalu sering dipakai.

Setelah beberapa saat mencari-aku sedikit kesulitan mencari karena keadaan bandara sangat ramai, akhirnya aku menemukan sosok yang sudah sangat lama aku rindukan. Ia sangat tampan, jauh lebih tampan dari terakhir aku melihatnya. Aku bisa merasakan aku hampir meleleh ditempat sekarang. Akhirnya, dengan jantungku yang berdegup sangat kencang dan lututku bergetar hebat sekarang, aku pun menghampiri Nathan yang tersenyum sangat manis. Tak membantu kerja jantungku sama sekali.

"Hai, manusia eropa. Apa kabarmu?" sapanya lembut sembari menangkup pipiku dengan tak kalah lembut.

"Aku tidak baik keparat. Aku meleleh melihatmu" jawabku dengan senyum menggoda yang disambut kekehan panjang oleh Nathan.

"Aku tau aku adalah seorang yang mudah dirindukan. Ayo kita masuk mobilku, akan ku tunjukkan bagaimana rasanya berkencan dengan Anthony Nathan versi Amerika" jawabnya sembari mengecup bibirku singkat lalu membuka pintu depan mobilnya untukku. Aku tak bisa apa - apa selain terkekeh dan terbang dalam waktu bersamaan.

Sepanjang perjalanan, kami membicarakan banyak hal. Kami berbicara seperti kami sudah tak bertemu satu abad lamanya, dan aku mengakui kami berbicara layaknya kami adalah sepasang kembar yang akhirnya disatukan kembali setelah sekian lama dipisahkan karena peperangan.

Setelah setengah jam membelah jalanan New York yang lumayan padat pagi ini, akhirnya aku dan Nathan sampai di sebuah pusat perbelanjaan yang terletak di pusat kota. Aku tak tahu mengapa Nathan membawaku kesini, ia hanya berasalan bahwa ia mau menunjukkan bagaimana rasanya berkencan di pusat perbelanjaan agar aku terlihat tidak terlalu kampungan. Lelaki itu memang keparat.

"Jadi, bagaimana perjalananmu? Lancar, bukan? Kau mengalami jet lag?" tanya Nathan saat kami sudah menaiki lift untuk mencari es krim disini.

"Tidak, aku cukup sering menaiki pesawat jadi aku sudah biasa menangani jet lag. Kau pikir aku sangat kampungan, huh?" jawabku pura - pura sebal yang langsung ditanggapi kekehan dari Nathan.

Incandescent. [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang