"Ana?"
Sapa seseorang dari belakang. Aku menyeka air mataku sebentar, lalu menolehkan kepalaku ke belakang, mencari sumber suara. Ternyata yang memanggilku adalah lelaki yang daritadi menemaniku mengobrol.Bill.
"Hai" jawabku, sedikit keras agar terdengar olehnya. Ia berjalan menuju kearahku, lalu duduk disampingku sembari menyandarkan punggungnua di tempat duduk.
"Kau habis menangis?" Tanyanya. Suaranya lembut, senyumnya menghiasi wajahnya yang kuakui lumayan tampan-walaupun lebih tampan Nathan.
Sialan, kenapa disaat seperti ini aku masih memikirkan Nathan, padahal seharusnya jika aku normal, aku otomatis sudah membenci Nathan karena ia tak membalas sapaanku dan malah beranjak pergi sembari menggenggam tangan perempuan lain.
Rasa suka dan cinta memang membuat seseorang menjadi tidak normal.
"Ana?" Sapa Bill, membuatku sadar bahwa sedari tadi aku melamun, memikirkan Nathan.
"Ya? Maaf, kau bertanya apa?" Tanyaku, berusaha memaksakan senyumku.
Bill menatapku dengan prihatin, sembari mengulas senyumnya sekali lagi.
"Kau habis menangis?" Tanyanya lagi. Ia sabar sekali, meskipun aku mengabaikan pertanyannya dan malah melamunkan Nathan, Bill masih bersedia mengulangi pertanyaannya yang terkesan perhatian.
"Ti-" aku berusaha menjawab namun sudah dipotong duluan olehnya
"Aku tau kau berbohong. Kenapa?"
"Nathan" gumamku, pelan.
"Ada apa dengannya? Bukankah kau daritadi tersenyum karena pesonanya? Kenapa sekarang kau malah bersedih?" Tanya Bill dengan senyum yang masih dipasang diwajahnya, seolah - olah senyumnya terpasang hanya untuk menghiburku.
Aku cemburu Nathan membawa gadis lain.
Aku belum sempat meminta maaf kepada Nathan karena dekat dengan rival beratnya.
Aku terlanjur sayang pada Nathan.
Aku terlanjur menyayanginya terlalu dalam.
Banyak sekali kalimat - kalimat yang ingin aku ucapkan sebagai jawaban dari pertanyaan Bill. Namun entah kenapa, lidahku sangat kelu untuk berkata jujur seperti itu. Setelah beberapa saat terdiam dan mengatur nafas, aku hanya bisa berkata
"Bisakah kau mengantarku kembali ke asrama? Gedung ini serasa neraka bagiku"
***
Dugaanku meleset. Ternyata motor besar seorang Bill Miller bukan mengantarku kembali ke gedung asrama, melainkan membawaku ke sebuah cafe kecil didekat asrama."Aku tau kau sedang sakit hati. Jadi aku membawamu kesini. By the way, aku memiliki adik perempuan seusiamu. Jadi, aku tau harus bagaimana menanggapi gadis remaja yang sedang patah hati. Dan setauku, gadis mana pun tak akan mau jika sehabis patah hati langsung bertemu dengan orang yang membuatnya sakit hati" ucap Bill sesampainya kami di cafe tersebut.
Kami berdua duduk di pojok cafe, menghadap jendela. Sore ini suasana jalan cukup lengang, membuat pemandangan sekitar menjadi lebih indah.
Tak lama setelah kami duduk, pelayan pun datang, bertanya apa yang akan kami pesan.
"Hot chocolate, dua" jawab Bill ringan, padahal ia belum bertanya padaku apakah aku ingin hot chocolate atau tidak. Namun aku tidak ingin berdebat dengannya, jadi aku memilih diam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Incandescent. [Discontinued]
Teen FictionDua keberuntungan yang didapat seorang Theresia Abiana adalah: 1. Mendapat Beasiswa di International Boarding School 2. Satu kamar dengan senior tampan yang memiliki mata hijau memabukkan, hidung mancung, bibir merah muda, dan garis rahang yang taj...