22.

814 86 5
                                    


Abiana's POV

Hari ini adalah hari dimana aku kembali ke asrama untuk mempersiapkan diri sebelum akhirnya besok kembali bersekolah dan mendapat pelajaran seperti biasa. Aku tau semua senang dan gembira karena akhirnya akan bertemu kembali dengan teman kelasnya maupun teman satu kamarnya.

Kecuali Aku.

Dan mungkin juga Nathan.

Bagaimana tidak, sejak hari dimana keluarga Williams berkunjung ke rumahku-yang berakhir dengan datangnya Nathan secara tiba - tiba dan pulang secara tiba - tiba, tak ada lagi percakapan via telepon maupun pesan singkat dariku maupun Nathan. Disisi Nathan, aku tahu ia sangat kecewa dan marah karena melihat gadisnya bermesraan dengan orang lain, apalagi jika orang itu adalah Darel Williams-seseorang yang aku tahu adalah musuh bebuyutan Nathan. Dan di sisiku, aku sangat ingin memukul diriku sendiri sampai mati karena telah membiarkan Darel memelukku dan juga membiarkan Nathan pulang tanpa mendengarkan penjelasan dariku.

Ya, aku memang gadis bodoh.

Mengetahui hal ini pasti akan berakhir dengan suasana canggung yang luar biasa di kamarku dan juga Nathan, aku berniat untuk datang pagi - pagi sekali agar sebelum Nathan datang aku dapat leluasa membersihkan meja belajarku yang sudah tidak kusentuh selama beberapa hari dan setelah Nathan datang pasti aku sudah selesai membersihkan meja belajarku dan aku dapat berdiam diri di kamarku dengan leluasa.

Namun ternyata ekspektasiku tak selalu benar.

Terbukti ketika aku sedang menyusun buku - buku pelajaran di atas meja belajar agar terlihat rapi, tiba - tiba sesosok pria yang selama empat hari ini aku rindukan datang dengan mengenakan hoodie berwarna abu - abu dan juga skinny jeans kesayangannya. Wajahnya sangat tampan, walaupun terlihat sangat jelas terdapat kantung mata yang tebal dan warna matanya berubah menjadi agak kemerahan.

Oh tunggu, jangan bilang bahwa ia selama menghabiskan liburannya hanya menyia - nyiakan waktunya dengan bermain games online.

Aku sedikit prihatin melihat wajahnya,walaupun masih terlihat sangat tampan, namun raut sedih dan kecewa sangat terlihat. Oh God, aku merasa bersalah sekarang.

Ternyata Nathan sadar bahwa sedari tadi ada aku disini dan sibuk memandanginya, karena saat ia sudah menutup pintu kamar dan akan melangkah menuju sekatnya, ia menatapku lamat - lamat. Oh, tapi bukan tatapan bahagia seperti biasanya yang ia berikan. Tetapi ia memberiku tatapan sedih dan marah yang membuatku ingin menangis ditempat sekarang juga.

Aku sangat ingin permasalahan diantara kami segera selesai. Maka dari itu, aku berjalan dengan perlahan ke arahnya yang masih mematung melihatku dan memanggil namanya.

"Nathan?" Sialan, suaraku sangat menunjukkan bahwa aku ingin menangis sekarang.

Sepertinya ia sedang tidak ingin berbicara kepadaku, karena ia hanya menatapku sambil mengangkat sebelah alisnya sebagai pertanda jawaban 'apa?'

God, bisa kah ini lebih canggung lagi?

Menghela nafasku, aku berusaha mengumpulkan mentalku sebanyak mungkin untuk memberi penjelasan kepada Nathan.

"Aku ingin menjelaskan kepadamu suatu hal. Jika yang kau lihat kemarin-"

"Apa yang sedang ingin kau bicarakan? Masalah di halaman rumahmu? Jika kau ingin kau dan aku berbicara tentang hal itu, maaf saja. Waktuku lebih baik aku simpan untuk hal yang lebih penting"

Oh, Wow.

Aku tak menyangka Nathan akan berbicara seperti itu di hadapanku dan langsung berjalan dengan santai menuju sekatnya dan dengan cepat menguncinya.

Incandescent. [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang