25. [2/2]

669 75 13
                                    

Abiana's POV

'Ya, yang berambut panjang itu Jessica, dia mantan Nathan. Setauku, Jessica adalah mantan terindahnya.'

'Yang merangkul Nathan adalah Elle, dia temanku. Aku tak tau mengapa ia bisa kenal dan akrab dengan Nathan seperti itu.'

'Setauku Elle adalah gadis yang suka menggoda dan digoda oleh para lelaki'

'Kau tidak pernah diceritakan oleh Nathan?'

Perkataan - perkataan serta suatu foto yang dijelaskan Bill terngiang - ngiang di otakku sejak siang tadi. Bagaimana tidak, seharusnya hal - hal yang Bill katakan tadi sudah aku ketahui dengan jelas mengingat aku adalah kekasih Nathan selama beberapa minggu terakhir. Namun kenyataan berkata bahwa aku tidak mengetahui apa - apa dan aku baru menyadari bahwa aku dan Nathan hanya menjalani hubungan sekadar memberi kenyamanan satu sama lain tanpa memberi kejujuran satu sama lain.

Ha ha.

Baru saja aku akan merebahkan tubuhku ke kasur untuk mengurangi rasa stress karena memikirkan Nathan, tiba - tiba sosok lelaki yang baru saja kupikirkan dua menit yang lalu muncul dengan membawa plastik berisi makanan dan langsung berlari memelukku dan duduk disampingku.

"Untung kau sudah pulang, sayang"

Entah mengapa kata sayangnya kali ini malah membuatku merasakan sesuatu seperti batu mengganjal di dadaku. Dan mendadak senyum yang selalu kupasang dihadapan Nathan tidak bisa muncul dan tergantikan dengan wajah datar yang mengandung perasaan ingin menangis didalamnya. Apakah ini yang dinamakan rasa kecewa?

"Oh"

Hanya itu yang bisa kujawab sebagai respon dari perkataannya. Seorang Theresia Abiana memang bisa menjadi sangat menyebalkan jika sesuatu merusak harinya yang indah.

"Kau tak apa? Kau masih kesal karena dikeluarkan dari kelas, huh?" Nathan berusaha bercanda namun aku malah meresponnya dengan tawa hambar yang malah terdengar seperti orang jengah. Oh sialan, persetan dengan perasaanku karena sekarang ini aku malah terkesan seperti perempuan yang memiliki hormon berlebih dan seperti ingin dimanja dan diperhatikan oleh kekasihnya. Tanpa sadar, aku pun merutuki diriku sendiri.

"Abiana, ada apa denganmu? Sesuatu merusak harimu?" tanyanya dengan penuh nada kekhawatiran disana. Tangannya yang tadi saling berkait di pinggangku pun berlari menuju pipiku dan mengusapnya lembut. Oh sialan.

"Ya" jawabku singkat, dan apa adanya.

"Apakah aku boleh mengetahuinya? Kau tahu, aku adalah kekasihmu. Dan sepasang kekasih harus saling jujur dan terbuka. Berceritalah kepadaku" ucapnya yang langsung kujawab dengan tawa kecil namun penuh dengan nada remehan.

Namun kenyataannya kau yang tidak pernah jujur atau terbuka padaku, sialan.

Aku menggelengkan kepalaku, menepis pikiran di kepalaku untuk mengatakan hal tersebut karena itu terlalu kasar menurutku. Setelah beberapa menit terdiam dan menatap mata hijaunya, berusaha untuk mencari kata - kata yang tepat-dan sialannya aku malah tenggelam dalam pesona matanya, akhirnya aku pun berkata dengan lirih kepada Nathan.

"Jika aku menyembunyikan mantan kekasihku dan lelaki lain darimu, apakah responmu?"

Sedetik kemudian, aku mendapati tangan Nathan langsung turun dari pipiku menuju ke sisinya, lalu mengepalkannya seperti kebiasaannya jika sedang menahan emosi. Ekspresi wajahnya pun berubah, menunjukkan bahwa ia marah sekaligus kaget. Dan tak lupa, rahangnya pun menegang.

Oh sial, pasti ia salah menangkap apa yang sedang aku coba utarakan.

"Dengar, Nathan. Ini tidak-"

Incandescent. [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang