Abiana's POV
Hari demi hari berlalu dengan cepat di International Boarding School. Bagaimana tidak, aku merasa sangat nyaman disini. Akan kehadiran Nathan, Vidia dan Monica, serta hari - hari di hidupku selalu berlangsung dengan ceria. Aku bersyukur akan itu.
By the way, ini adalah hari Sabtu, yang berarti aku tidak perlu berkutat dengan pulpen, catatan, buku pelajaran, dan laptop untuk mengerjakan tugas. Hari ini dan besok adalah hari dimana hanya aku, Nathan, dan lelucon Nathan yang membuatku terhibur dan tambah menyayanginya setiap hari.
Mengingat tentang Nathan, aku pun langsung berlari dari sekatku menuju sekatnya untuk membangunkan lelaki pemalas itu. Aku rindu akan suaranya, karena ia menghindariku sejak tadi malam untuk bermain dengan laptop sialannya itu. Ia berkata padaku, jika aku berada di dekatnya selama ia bermain, ia pasti selalu kalah. Dia memang kekasih sialan.
Sesampainya aku di dalam sekat Nathan, pemandangan yang aku lihat sangatlah indah. Bagaimana tidak, disini terlihat jelas bahwa Nathan sedang tidur dengan keadaan damai, rambutnya yang sudah panjang dikucir menjadi messy bun, badannya yang kekar dan penuh tattoo terlihat jelas karena ia hanya memakai celana tidur, dan wajahnya terlihat sangat tampan dan polos. Oh God, aku jadi tak tega membangunkannya.
"Aku tau kau memang fans beratku, nona" ucapnya tiba - tiba dengan keadaan mata yang masih terpejam saat aku sedang asyik menatap wajahnya. Oh sial, aku ketahuan!
"Kau terlalu percaya diri, wajahmu sangat jelek saat pagi, jika kau ingin tahu opiniku tentang dirimu" elakku sambil menahan senyum yang sudah berkedut di bibirku.
"Berbohong itu tak baik, nona" jawabnya sambil berguling sebentar menuju sisi ranjang yang berlawanan dari posisi sebelumnya dengan mata yang masih terpejam. Apakah jangan - jangan aku sedang mengobrol dengan Nathan yang masih belum sepenuhnya sadar?
"Berbaringlah, temani aku. Aku masih mengantuk" sambungnya lagi, dan aku langsung mematuhinya.
"Kau pasti begadang sampai jam dua pagi karena saat aku mengambil air mineral, sekatmu sangat berisik" bisikku tepat di telinganya yang membuatnya terkekeh kegelian.
"Ya, ini weekend terakhirku untuk bermain. Fasilitas internet di laptopku dicabut oleh orangtuaku mulai minggu depan kecuali untuk tugas, mengingat sebentar lagi aku sudah lulus dan aku harus fokus dalam pelajaranku" ucapnya, sambil menyandarkan kepalanya pada lekukan leherku sebelum akhirnya memelukku dari samping.
"Itu demi kebaikanmu juga, Nathan. Kau tentu ingin cepat - cepat lulus dari masa dimana sekolah sangat menyebalkan ini kan?" ujarku sambil mengingatkannya tentang betapa sebalnya ia akan tugas - tugas yang menumpuk dan selalu melampiaskannya dengan cara merutuk kepadaku didalam sekatku dan berakhir dengan terlelap sambil memeluk guling kesayanganku.
"Tidak sepenuhnya. Aku tidak mau jauh darimu, kau tahu" bisiknya pelan sembari mengeratkan kaitan lengannya di pinggangku.
Oh sial, aku baru ingat sebentar lagi aku akan jauh darinya dan ia sudah mulai memasuki universitas dan akan bertemu dengan gadis - gadis yang lebih cantik dari aku yang layaknya gelandangan ini.
Keparat, aku mendadak sedih sekarang.
"Sayang?"
"Oh, maafkan aku melamun. Kau berbicara sesuatu barusan?" jawabku sembari membenarkan posisi berbaringku sehingga tepat menghadap wajah Nathan.
"Tidak. Apakah kau keberatan jika hari ini aku mengajakmu berkencan?" ujarnya sambil menatap mataku tepat di retina yang membuat jantungku ingin lepas dari tubuhku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Incandescent. [Discontinued]
Teen FictionDua keberuntungan yang didapat seorang Theresia Abiana adalah: 1. Mendapat Beasiswa di International Boarding School 2. Satu kamar dengan senior tampan yang memiliki mata hijau memabukkan, hidung mancung, bibir merah muda, dan garis rahang yang taj...