26.

786 73 10
                                        

Tiga hari.

Tiga hari sudah aku menjalani kehidupan bersama waktu sendiri ku. Mengerjakan pekerjaan rumah tanpa dibantu maupun diganggu Nathan, tertidur bersama guling dan bukan bersama Nathan, sarapan pagi dengan tenang bersama Vidia dan Monica tanpa tiba - tiba sosok pria keriting menginterupsi kami, memainkan ponselku yang sepi karena tak ada satupun yang mengirimiku pesan singkat maupun panggilan. Dan selama tiga hari pula aku menahan rindu karena Nathan tak muncul dihadapanku sama sekali dan ia bertingkah layaknya kami sudah benar - benar berakhir-Sengaja pergi saat aku keluar sekat, kembali ke kamar saat aku sudah masuk sekat, dan sengaja menghindar berpapasan denganku ketika kami tak sengaja keluar sekat dalam waktu yang bersamaan.

Apakah dia senang karena akhirnya aku meminta waktu sendiri dan akhirnya ia bisa bebas bermain dengan gadis manapun yang ia mau?

Apakah selama tiga hari ini dia tidur dengan pulas karena tak ada aku yang mengganggunya?

Apakah selama tiga hari ini dia senang karena tak usah repot membeli pulsa untuk berkirim pesan denganku?

Apakah selama tiga hari ini dia bahagia karena tak ada aku?

Pikiranku membuat aku menggelengkan kepalaku sendiri, berusaha menepis kemungkinan - kemungkinan tersebut. Aku meminta waktu sendiriku untuk menjernihkan pikiranku, namun mengapa pikiranku semakin tak karuan ketika Nathan tidak berada di sisiku? Oh God.

Mengingat hari ini hari libur, akhirnya aku pun berniat untuk keluar sejenak dan mencari hiburan karena aku menyadari jika aku terus berada disini hanya stress yang aku dapat karena tak henti memikirkan Nathan. Aku berencana bahwa setelah aku mandi dan mengenakan pakaian berwarna cerah, aku bisa berjalan - jalan ke perpustakaan kota untuk meminjam beberapa novel yang sangat ingin kubaca namun harganya tak sesuai dengan dompetku, dan hari ini akan berakhir bahagia.

Semoga saja.

Namun sepertinya dewi fortuna sedang tak ingin mendengarkanku karena saat aku selesai mandi dan hanya mengenakan handuk merah untuk menutupi tubuhku, ada seorang Anthony Nathan sedang tertidur di kasur sekatku yang sempit, memeluk guling kesayanganku dengan erat, dan bergumam tidak jelas.

Aku tak tau harus senang karena akhirnya Nathan datang atau marah karena ia datang seperti kami sedang baik - baik saja dan dengan keadaan aku hanya memakai handuk di hadapannya sekarang.

Karena bingung akan berbuat apa, akhirnya aku pun perlahan berjalan mendekatinya-sembari memegang erat simpul handukku agar tak terlepas, dan seketika aroma alkohol menyeruak ke dalam indera penciumanku-menandakan bahwa lelaki di hadapanku ini mabuk.

Wow Nathan, kau meninggalkan rasa frustasi kepadaku selama tiga hari, kau malah dengan tenang berbaring di sekatku dengan keadaan mabuk. Wow, kau memang bedebah.

Ingin sekali aku mengucapkan kalimat itu di hadapan Nathan sekarang, namun aku sadar bahwa jika aku mengatakannya aku sangat terlihat bodoh karena Nathan sedang tertidur dan jikalau Nathan mendengar pun, kata - kata itu malah membuatku terlihat sangat merindukannya padahal aku satu - satunya yang meminta waktu sendiri kami.

"Abiana?"

"Kau mau gula - gula?"

"Abiana, biarkanlah aku memotretmu"

"Oh, sayang"

"Aku ingin menciummu"

"Abiana, pipimu semakin besar. Kau semakin menggemaskan"

Kata - kata yang terucap dari mulut Nathan secara tiba - tiba membuatku otomatis kembali dari lamunanku dan kulihat ia masih memejamkan matanya dan sekarang ditambah dengan ekspresi konyolnya ketika ia menggodaku. Wow, baru kali ini kulihat seseorang yang mengigau karena mabuk masih terlihat menggemaskan seperti ini.

Incandescent. [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang