Aku menghempaskan diriku ke atas kasur dengan keras. Aku masih bingung dengan perubahan reaksi Bill tadi. Ada apa dengannya? Mengapa ia seperti perempuan yang sedang datang bulan? Maksudku, mengapa ia sangat sensitif dan mudah berubah?
Aneh.
Daripada aku memikirkan Bill yang hari ini sedikit aneh, aku pun akhirnya berjalan menuju meja belajarku, berniat untuk belajar mengingat mata ujian untuk besok cukup sulit-sains dan sejarah. Paduan neraka duniawi bagi seorang pelajar.
Ketika aku hendak membuka buku sejarahku yang tebal, terdengarlah suara decitan pintu terbuka-menandakan Nathan masuk ke kamar kami.
"Heyho, Abiana. Rajin sekali kau belajar, ini masih siang bung" ucap Nathan sambil tertawa dan duduk di sebelahku.
"Semakin cepat semakin baik, sir" ucapku yang langsung disambut kekehan oleh Nathan.
Keparat, suara kekehannya saja seperti nyanyian malaikat.
"Oke, gadis kelewat rajin. Whatever you do" jawab Nathan yang sekarang mulai menenggelamkan kepala indahnya itu di kedua lengannya yang berada di atas meja.
"Kau tidak belajar?" Tanyaku, berusaha menggali topik pembicaraan. Bagaimana pun, kami baru saja berbaikan dan aku tak ingin momen ini berlalu begitu saja.
"Nanti malam ada turnamen game online. Aku lebih memilih untuk mempersiapkan turnamen itu daripada belajar sejarah. Jika aku belajar sejarah, Adolf Hittler dan Mr. Musolini tidak akan bangkit lagi" ucap Nathan santai yang membuat aku terkekeh singkat.
"Kau gila" ucapku singkat
"Seorang Anthony Nathan dilahirkan untuk menjadi gamers handal nan gila, nona Abiana" jawabnya, yang kali ini mendongakkan wajahnya lalu memasang ekspresi 'aku bangga seperti ini'
"Whatever you do" kataku, sedikit meniru kata - katanya yang belum ada lima menit ia lontarkan.
"Kau mencuri kata - kataku. Itu hal yang haram, nona" jawab Nathan, yang sekarang memasang wajah pura - pura marah.
Oh God aku bersumpah aku tak ingin melewatkan momen ini.
Ini terlalu indah.
"Oh iya, bagaimana harimu?" Tanyanya, sembari menoleh kepadaku dan menatapku lekat - lekat. Otomatis, nafasku tercekat dan jantungku berdetak dua kali lebih cepat.
Oh God.
"Aku baik. Ujian kali ini tidak mengerikan. Namun hari ini aku sedikit sedih karena kau tau? Temanku, Bill, tiba - tiba saja menjadi sensitif padahal aku tidak melakukan kesalahan apa - apa. Aku takut ia marah kepadaku atau semacamnya" jelasku yang tanpa sadar membuat wajah Nathan berubah. Wajahnya yang awalnya ceria menjadi sedikit.... Pias?
Eh?
Apakah aku salah bicara?
Mengapa ekspresinya tak jauh beda dengan Bill tadi?
"Umm, kau tak apa? Bagaimana dengan harimu?" Tanyaku balik, berusaha membuat suasana menjadi seperti semula. Seperti apa yang aku bilang tadi, aku tak ingin merusak momen kali ini.
Nathan terkesiap sejenak, ia terlihat memutar kedua bola matanya sejenak namun akhirnya ia menjawab pertanyaanku.
"Oh. Hari ini aku baik. Ujian ku sangat mudah karena partner dudukku hari ini sangat pintar. Oh by the way Abiana, kau teman dekat seorang Vidia bukan? Kalau begitu, kau keberatan tidak kau mengajakku berkenalan dengannya? Kata partnerku, ia sangat cantik dan baik. Katanya, kau tidak akan malu jika kau berkencan dengannya" jelas Nathan panjang lebar sembari terkadang menyelipkan kekehan singkat didalam perkataannya. Bukannya menjawab, aku malah mematung ditempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Incandescent. [Discontinued]
Teen FictionDua keberuntungan yang didapat seorang Theresia Abiana adalah: 1. Mendapat Beasiswa di International Boarding School 2. Satu kamar dengan senior tampan yang memiliki mata hijau memabukkan, hidung mancung, bibir merah muda, dan garis rahang yang taj...