Perpindahan itu membutuhkan waktu karena mereka harus menunggu Pharita pulih. Seluruh luka di tubuh Pharita cukup lama hilang, tubuhnya tidak bisa bergerak yang artinya, Pharita pun tidak bisa bekerja atau bahkan sekedar melihat ke arah Chiquita.
Chiquita sering kali kembali kambuh seperti sakit kepala hebat hingga tangan dan kaki yang semakin sulit di gerakkan.
Dan suasana tegang yang terjadi di rumah membuat Chiquita tidak berani mengeluh. Semua orang sedang kesulitan. Jadi hanya sakit kepala, kenapa Chiquita harus mengeluh? Tidak, dia tak seharusnya melakukan itu.
Dia ingin menemui Pharita. Semua orang mengatakan bahwa kakaknya yang satu itu sedang sibuk hingga tidak bisa menemuinya sama sekali.
Tapi Chiquita punya firasat bahwa itu bohong belaka. Chiquita sangat tahu kakaknya. Sesibuk apapun Pharita, Pharita akan selalu menghampirinya meski hanya sebentar. Sungguh aneh tidak melihat kakaknya selama genap satu minggu.
Chiquita merasa frustasi karena dia tidak bisa bangun. Malam ini, dia akan memaksakan diri meskipun kepalanya sangat sakit.
"Ayolah... aku hanya ingin menemui unnie-ku sebentar saja. Jangan jadi lemah." Pinta Chiquita sambil perlahan menjatuhkan satu kaki.
Saat satu kaki berhasil menyentuh lantai, Chiquita menghela nafas dan mencoba untuk menjatuhkan kakinya yang lain.
"Chiquita, kau pasti bisa. Kau bukan anak yang lemah. Kau kuat." Kata Chiquita, menyemangati dirinya sendiri.
Dia menghela nafas lega saat dia berhasil menjatuhkan kedua kakinya ke lantai. Sekarang, waktunya berdiri. Itulah yang Chiquita takutkan. Jika menurunkan kaki dari tempat tidur saja membutuhkan banyak kekuatan, bagaimana dengan berdiri?
"Tidak, tidak. Kau tidak boleh menyerah. Kau pasti bisa menemui kakakmu. Jika dia tak bisa menemuiku, akulah yang harus menemuinya." Kata Chiquita, menganggukkan kepalanya dengan penuh keyakinan.
Namun saat dia baru saja hendak bergerak, kepalanya di serang rasa sakit yang hebat dan dia mendesis.
"Jangan sekarang. Aku mohon jangan sekarang. Aku harus bertemu dengan kakakku." Ringis Chiquita merasa sakit luar biasa.
Sekeras apapun dia memaksakan diri untuk bangun, dia tak bisa. Sakit kepalanya semakin menjadi dan dia menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur, meringkuk dan meremas rambutnya sendiri, berharap sakitnya akan hilang.
Ini sangat menyiksa, sakit sekali, dan Chiquita ingin seseorang menghentikannya.
"Sakit sekali... sakit... kenapa aku harus mengalami ini? Aku benci ini? Daripada sakit seperti ini, kenapa aku tidak mati saja?" Chiquita memukul kepalanya terus menerus.
Air mata jatuh dari sudut matanya karena dia tak bisa menahan rasa sakit itu. Lengan seseorang menghentikannya. Tapi, Chiquita bahkan tak bisa menoleh untuk melihat siapa yang datang.
"Jangan di pukul. Nanti kepalanya semakin sakit." Suara lembut Pharita terdengar. "Maaf unnie baru bisa datang melihatmu, sayang."
"Unnie, sakit sekali. Rasanya aku ingin mati saja daripada harus merasakan ini." Isak Chiquita, ingin memukul kepalanya sendiri lagi.
Namun tangan Pharita menahan tepat pada waktunya. Hatinya tersayat menyakitkan mendengar perkataan adiknya.
Seandainya bisa, dia akan meminta pada Tuhan agar rasa sakit itu berpindah padanya saja.
"Beri tahu unnie, apa yang bisa unnie lakukan agar rasa sakitnya berkurang. Tolong beritahu unnie," Pinta Pharita, tak tega melihat keadaan Chiquita.

KAMU SEDANG MEMBACA
I'M NOT DIFFERENT
FanfictionTerkucilkan karena anak bungsu? Itu adalah makanan sehari-hari Chiquita yang sudah memiliki tiga orang kakak lainnya. Terlebih karena dia terlahir berbeda dengan ketiga kakaknya yang lain. Dari kepintarannya dan bahkan dari kesehatannya. Dia sangat...