BAB 38

500 89 6
                                    

Chiquita tidak bisa tertidur di malam hari dan itu sudah seperti rutinitas dengan sakit di kepala yang semakin menjadi, seolah rasa sakit itu tak mengizinkan dirinya untuk beristirahat.

Menoleh, Chiquita menatap Pharita yang sedang tertidur pulas.

Kasihan sekali kakaknya. Tidak bisa fokus kuliah karena harus bekerja, dan mengurus adiknya yang sakit. Di malam hari, Pharita bahkan terkadang harus bangun dan menemaninya yang kesakitan.

"Maafkan aku, unnie." Bisik Chiquita. "Maaf karena sudah menjadi adik yang menyusahkan untukmu. Jika boleh memilih, aku juga tidak mau hidup kesakitan seperti ini."

Chiquita memejamkan matanya, berhasil untuk tetap menutup mulutnya hingga tak mengeluarkan suara kesakitan.

Tapi sebenarnya, rasa sakit itu kian hari hanya bertambah menyakitkan dan sangat menyiksa.

Dia mencoba untuk menarik nafas. Lalu, dia menoleh pada Pharita yang masih tertidur pulas.

"Aku pasti sudah membuatmu sangat lelah, ya, unnie? Maafkan aku." Chiquita bergumam. "Seandainya saja kau membiarkanku menyerah. Karena rasanya, aku sudah tidak tahan lagi dengan ini semua."

Pada saat itu, pintu terbuka dan Rami, yang tidak Chiquita ketahui telah menguping sejak tadi, muncul dengan air mata jatuh ke pipinya.

Rami perlahan menaiki tempat tidur yang sempit itu dan memeluk Chiquita. Chiquita terkejut. Sekali lagi, dia membuat kakaknya menangis.

"Jangan katakan itu. Jangan menyerah untuk ini. Aku mohon jangan, Chiquita." Isak tangis Rami terdengar sangat menyedihkan.

"Maafkan aku, unnie. Aku tidak tahu jika kau baru saja mendengar perkataanku." Kata Chiquita, menatap Rami yang matanya memerah.

"Kau tidak serius untuk melakukan itu, kan?" Tanya Rami, matanya kini ketakutan.

"Apa? Maksudnya, menyerah?" Tanya Chiquita.

"Ya. Kau tidak akan melakukan itu kan, Chiquita? Kau akan terus berjuang demi kesembuhanmu, kan?"

Rami tampaknya lebih takut dengan penyakit itu di bandingkan Chiquita sendiri. Chiquita bisa melihatnya dari mata Rami saat ini.

Chiquita lelah mendengar semua orang terus memohon untuk kesembuhannya.

"Jujurlah padaku, unnie. Saat kau melihatku sekarang, apakah kau yakin jika aku akhirnya bisa sembuh?" Tanya Chiquita, menatap Rami yang melebarkan matanya. 

"A-apa yang kau bicarakan? Tentu saja kau akan sembuh!" Kata Rami dengan suara keras.

Chiquita tertawa parau. Dia bisa melihat kebohongan di mata Rami. Di antara kakaknya yang lain, Rami-lah yang menunjukkan kejujuran melalui matanya.

"Tidak. Kau baru saja melihatku hari ini dan kau tahu jauh di lubuk hatimu, aku terlihat menyedihkan. Aku terlihat seperti orang yang sedang sekarat, bukan?" Chiquita mendesaknya, namun tetap tenang.

"Tidak! Kenapa kau mengatakan hal buruk seperti itu tentang dirimu sendiri?" Rami hampir terlihat menangis.

"Karena aku tahu diri. Aku tahu tubuhku dan semakin hari, aku merasa sekaratku kiat dekat." Kata Chiquita. 

"Jangan, Chiquita. Jangan katakan itu. Jangan membuatku takut. Kau tak bisa meninggalkan semua kakakmu." Tangis Rami tertahan di tenggorokan.

Chiquita menoleh sambil tersenyum lemah. Dia senang bisa jujur dengan kondisi tubuhnya yang sudah tidak berdaya.

"Jangan menangis, unnie. Jangan pernah menangis hanya untukku. Jangan pernah lakukan itu." Pinta Chiquita sambil mengusap pipi Rami dengan tangannya yang juga lemah.

I'M NOT DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang