Tidak ada hari baik ketika Pharita bangun dari tempat tidur dan meskipun ada Rami yang ada di sampingnya, dia tidak bisa tenang tanpa melihat adiknya yang masih ada di rumah sakit.
Sambil mencoba bangun, Pharita merasakan tangan Rami mengencang di sekitar tubuhnya, memeluknya lebih erat.
"Tidak, unnie... jangan lepaskan dulu. Ini nyaman sekali. Tolong tunggu setidaknya lima menit lagi." Pinta Rami, kembali bersandar hingga kini wajahnya ada di leher sang kakak.
"Aku harus membuat jus untuk Chiquita. Aku yakin dia merasa lapar." Kata Pharita.
"Eomma pasti membuat jus untuknya, unnie. Aku mohon? Tidak sering kita mendapatkan waktu untuk kenyamanan ini, kan? Belakangan ini, kita tegang sekali. Jadi aku mohon, buat dirimu rileks sebentar saja." Pinta Rami lagi, kali ini lebih memelas.
"Kita tidak bisa merasa nyaman seperti ini padahal kita berdua tahu seberapa tersiksanya Chiquita saat ini, Rami." Kata Pharita, mendesak dirinya untuk melepaskan pelukan Rami.
Rami tetaplah seorang adik yang memerlukan perhatian kakaknya meski dia sendiri mengkhawatirkan adiknya.
Mendengar jawaban itu, Rami tidak bisa menutupi perasaan kecewanya dan dia menatap Pharita yang kini terlepas dari pelukannya dan menatap Rami jengkel.
Namun begitu dia melihat sorot mata Rami yang sedih dan juga kecewa, ekspresi Pharita langsung berubah.
"Rami, bukan begitu maksudku. Aku..."
Pharita berhenti berbicara saat Rami langsung menyingkap selimut dan berlari keluar dari kamar Pharita.
Pharita mendesis dan menepuk kepalanya sendiri karena dia baru saja bertindak bodoh.
Dia bergegas keluar dari kamarnya. Apartemen sangat sepi dan sepertinya ibunya sudah pergi ke rumah sakit lebih cepat dari biasanya.
"Rami... Rami..." Pharita mengetuk pintu. "Maaf, aku tidak bermaksud untuk menyakitimu."
Suara pintu dibuka dan dia melihat Rami telah membawa tasnya.
"Rami..." Pharita berusaha untuk melangkah.
"Tidak apa-apa, unnie. Aku mengerti jika kau memiliki prioritas utama. Terutama, kita semua tahu seberapa besar kau menyayangi Chiquita." Kata Rami dengan senyum di wajahnya tapi Pharita tahu bahwa itu terpaksa.
"Rami, tidak. Bukan begitu. Aku juga sangat menyayangimu."
"Tapi kita berdua tahu, kau lebih memperhatikan Chiquita karena dia sedang sakit. Jadi, pergilah ke rumah sakit." Kata Rami sambil berjalan, mencengkram ranselnya dengan erat.
"Rami, kau akan pergi kemana? Aku... setidaknya, biarkan aku mengantarmu?" Pinta Pharita, khawatir dia tidak mengetahui keberadaan Rami atau yang paling di takutkan, Rami akan menjauh dari semua saudaranya lagi.
"Tidak perlu, unnie. Seseorang sudah menjemputku." Kata Rami sambil memakai tasnya, lalu berlalu pergi meninggalkan apartemen.
Pharita menghela nafas dan dengan langkah cepat, dia berlari keluar dari apartemen dan bertepatan dengan itu, dia hampir saja terlambat mengejar Rami.
"Maafkan aku. Aku bodoh, Rami aku sangat bodoh. Maafkan aku." Pharita memeluknya dengan erat. "Jangan pergi. Kemarilah, jika kau mau kita tetap berbaring, ayo kita lakukan. Tapi, jangan pergi. Aku tidak mau kehilanganmu lagi."
"Kau tidak mau kehilanganku? Benarkah?" Tanya Rami, suaranya mencicit seolah dia tak percaya dengan apa yang dia dengar.
Pharita menangkup rahang Rami, lalu mencium kening Rami dengan lembut dan tulus.

KAMU SEDANG MEMBACA
I'M NOT DIFFERENT
FanfictionTerkucilkan karena anak bungsu? Itu adalah makanan sehari-hari Chiquita yang sudah memiliki tiga orang kakak lainnya. Terlebih karena dia terlahir berbeda dengan ketiga kakaknya yang lain. Dari kepintarannya dan bahkan dari kesehatannya. Dia sangat...