Chapter 23

1.3K 118 0
                                    

Pemuda itu hanya dapat menahan diri untuk tidak keluar begitu saja dari tempat persembunyiannya. Entah kenapa, monster dalam dirinya meraung-raung saat melihat gadisnya di sentuh seperti dan gadisnya tetap memasang wajah datar dinginnya. Membiarkan pemuda di dekatnya mengelus lengan dan bahunya yang sesekali di cium.

Namun, apa haknya untuk marah?

Dari awal dia memang sudah bersamanya, batinnya kesal.

Akhirnya, dia memilih untuk menjauh dan memikirkan hal lain yang lebih penting.

Ayahnya...

Pemuda itu tak habis pikir. Apa yang akan dilakukan oleh ayahnya kali ini? Baru saja dia dan adiknya dekat, hari ini dia membawa Lia kemana-mana seperti ayah yang protektif dan meninggalkan pemuda itu sendirian saja sambil berkeliling restoran, memperhatikan para undangan yang mulai datang.

Baru kali ayahnya tidak mengundang Zoe atau temannya yang lain. Bahkan, tamu undangan hari ini hanya sedikit.

Belum lagi, dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya dengan benda yang di bawanya seharian itu.

Pistol Alice.

Nah, sekarang dia yakin sekali dua orang itu menyembunyikan sesuatu dan akan terjadi hal buruk hari itu.

Atau mungkin lebih buruk?

Matt teringat dengan tatapan Alice-nya tadi malam. Mata yang menyiratkan kekhawatiran itu semakun membuatnya was-was. Apa semua akan baik-baik saja? Apa dia akan selamat dengan utuh atau mungkin mati? Bagaimana dengan Alice?

"Matt, apa yang kamu lakukan di sini?"

Matt tersentak kaget dan langsung memutar kepalanya menghadap si sumber suara yang tak lain adalah Alice.

Nah, sekarang rasanya tidak salah jika Jack seperti itu pada Alice-nya tadi. Karena mau tidak mau dia mengakui kalau gadisnya terlihat cantik malam itu.

Gaun hitam berlengan pendek dengan punggung terbuka itu memiliki potongan cukup rendah namun tidak berlebihan. Membungkus tubuh tinggi semampainya sampai di atas lutut. Tidak begitu terbuka, tapi cukup membuat beberapa laki-laki melirik kaki jenjangnya dan dadanya, berharap sesuatu terekspos di sana.

"Ti-tidak apa," jawab pemuda itu gelagapan. "Kau sendiri?"

"Menjagamu," balas Rose singkat. "Pergilah, sebentar lagi acara akan di mulai. Aku akan selalu ada di dekat mu."

Matt mengangguk mengerti lalu meninggal gadisnya yang hanya dapat menatap punggungnya.

Kapan? Kapan orang-orang itu akan menyerang? Semenit lagi kah atau sebentar lagi? Dengan cara bodoh atau tersembunyi?

Secanggih apapun otaknya, tetap saja semua yang dia pikirkan hanya perkiraan. Tak ada satupun dari pemikirannya yang sudah pasti.

Meraba-raba dalam kegelapan sampai menemukan setitik cahaya. Berusaha menggapainya dengan berbagai cara agar dapat menggapai cahaya.

Namun yang digapainya bukanlah cahaya.

Hanya sebuah keberhasilan yang terus menyeretnya dalam kegelapan. Yang membuatnya semakin dekat kematian.

Acara dimulai.

Pemuda beruang itu berjalan beriringan dengan ayahnya. Menampilkan senyum palsu yang dapat memukau siapapun. Penuh dengan keramahan, juga kharisma yang dapat membuat seluruh tamu tak bisa melepaskan mata darinya.

Pemuda cerdas dan ramah. Sudah dipastikan ia akan menggantikan posisi ayahnya. Dengan pekerjaan mulia dan penuh resiko.

Di saat seprti ini, Rose memperhatikan seluruh orang. Mengamati berbagai tindakan mereka.

Rosalyn : changeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang