Hal pertama yang Matt lihat adalah seorang perempuan dengan buku besar duduk di sampingnya dengan anggun. Rambut panjang keemasannya menjuntai indah begitu saja seperti jaring laba-laba.
"Kau sudah bangun?" tanya perempuan itu lalu menaruh bukunya.
Matt menoleh ke sumber suara itu. Alice-nya yang duduk di sana. "Berapa lama?"
"Empat jam."
Mereka terdiam. Matt memejamkan matanya lagi. Menatap langit-langit kamar membuatnya pusing. Kepalanya terasa berputar dan berat sekali. Dia kedinginan dan merasa lemah sekali.
"40℃," kata Alice-nya tiba-tiba. "Istirahatlah, aku akan mengantarkan makan siang mu nanti."
"Aku sudah beristirahat lebih lama yang kau kira," gumam Matt lalu menggigit bibir bawahnya. "Kau yang membawa ku sini?"
"Ya."
"Memalukan, tidak keren, menjijikan, lemah," racaunya lalu tertawa lemah.
"Kau sakit, itu wajar," jawab Alice-nya datar seperti biasa.
Matt tersenyum, Alice-nya ini perhatian sekali meskipun dia tidak tahu dia melakukannya dengan terpaksa atau tidak. Dia tetap senang dengan fakta kalau Alice memperhatikannya.
"Kau yang menungguiku?"
"Ya."
"Hm~?" Matt mencoba bangun sekalipun tubuhnya terasa berat. Alice langsung membantunya bangun dan terus menatapnya. "Apa aku terlihat tampan?" godanya.
"Ya," jawab Alice pendek.
Matt hanya bisa tersenyum mendengarnya meskipun hatinya menari hula-hula saat ini. Jawaban pendek dan datar itu sudah membuatnya terbang ke langit.
Rose yang tahu apa yang ada di pikiran Matt langsung menambahkan, "Kukira semua orang tahu itu."
"Hahaha, kau mengahancurkan surgaku Al," balas Matt. "Apakah kamu mau duduk di sini?" katanya sambil menepuk kasurnya.
Alice-nya menurut. Dia duduk di samping Matt yang bersandar lemah pada ranjangnya lalu menyenderkan kepalanya pada Alice dan menggenggam tangannya.
Rose diam saja membiarkan Matt melakukan apa yang dia mau. Prioritsnya saat ini hanyalah Matt.
"Sudah kuduga, kau nyaman," bisik Matt lalu memejamkan matanya. "Rambutmu wangi, tanganmu lembut dan kecil tapi kuat, kulitmu halus, jari-jarimu panjang dan lentik, dan tubuhmu hangat..." bisiknya parau.
Sekali lagi, Rose diam saja. Dia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
"Aku menyukaimu," bisik Matt lalu mengeratkan genggamannya.
Ya, Rose tahu Matt menyukainya.
Tapi kenapa?
Rose membalas genggaman Matt. Pikirannya tak karuan saat ini memikirkan pemuda tampan di sebelahnya yang bersandar lemah pada bahunya.
Ini pertama kalinya seorang pria mengatakan perasaannya pada Rose.
Masalahnya dia tidak bisa membalas apapun itu.
Matt tertawa kecil karena Alice-nya rerdiam. "Katakan sesuatu Al. Apa kau selalu diam saat seseorang menyatakan perasaannya padamu?" tanya Matt.
"Kau yang pertama..."
Matt tersenyum, terkejut dengan pernyataan Alice-nya. "Benarkah? Beruntungnya aku."
"Aku tidak mengerti hal-hal seperti itu," jawab Rose datar lalu Matt tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rosalyn : change
Ação"Tidak. Tidak ada tempat bagiku untuk kembali. Bahkan di sudut dunia yang terpencil pun." Rose selalu hidup berlumur dosa. Bau darah, suara tembakan, dan mayat yang bergelimpangan sudah menjadi kesehariannya. Hatinya telah beku seiiring ia tenggelam...