"Ah, itu mobil mereka," kata seorang pria berambut pirang penuh kelegaan.
Mau tidak mau, pemuda berambut coklat yang ada di sebelahnya tersenyum. Sudah lama dia menantikan kedatangan orang itu meski belakangan ini sikapnya pada orang itu buruk sekali. Ingin sekali dia minta maaf dan mengatakan betapa rindunya ia pada orang itu.
Mobil SUV hitam itu berhenti yang ia yakini, itu bukan mobil orang yang ia tunggu. Benar saja, setelahnya, sorang pemuda berambut hitam dengan campuran coklat, juga mata hijau tajamnya menatap rumah tempatnya singgah. Senyum tampannya terhalang oleh plester luka kecil di pipinya. Tak lama, seorang gadis berwajah datar ikut turun bersamanya membawa ransel kecilnya.
Dari kejauhan, Matt bisa melihat keributan kecil di antara dua orang itu. Si pemuda dengan senyum khasnya membawa sebuah ransel besar yang direbut oleh si gadis yang sudah membawa satu ransel di tangannya.
"Jack, berikan sekarang dan biarkan aku pergi ke kamar. Aku bisa membawanya sendiri," kata si gadis datar, namun tiap katanya sangat tajam.
"Aku gagal sebagai laki-laki jika membiarkan seorang wanita membawa dua tas besar sendirian," balas Jack.
Pertengkaran kecil itu semakin terdengar dan mereda seiring bertambah dekatnya jarak mereka. Dan sebuah perasaan iri memasuki hati pemuda berambut coklat itu.
"Astaga... bisakah kalian tenang sedikit?" keluh pria di sampingnya.
"Alice menolak kebaikanku, Daylan" bela Jack.
"Aku hanya tidak ingin merepotkan," balas si gadis. "Sudah lama kita tidak bertemu. Bagaimana keadaanmu?"
Pertanyaan itu ditujukan padanya. Ia cukup terkejut dan untuk beberapa saat, ia hanya menatap gadis itu dengan pandangan tidak percaya. Bertanya-tanya bagaimana bisa gadis itu bertanya soal keadaannya sementara ia sendiri yang telah melukai gadis itu dengan tembakannya?
Berbagai kejadian buruk kembali berputar di kepalanya. Saat ia marah, saat ia menampar gadis itu, dan yang paling parah, saat ia menembak gadis itu.
"Matt?"
"A-ku..." ia menatap gadisnya nanar karena mata dengan softlens biru itu menatapnya datar. Tak ada emosi yang terpancar dalam mata itu. Ia bahkan lebih suka jika gadisnya melayangkan tatapan ingin membunuh padanya. "Baik-baik saja..."
"Syukurlah," balas gadis itu datar. "Aku mau menaruh barangku dulu."
"Hmmm, tempatmu di kamar Daylan," jawab Matt riang.
Daylan tersenyum, "Nah, kalau begitu, biar aku antar dan kau, Jack," ia merebut ransel besar dari tangan Jack begitu saja, "Tunggu di sini selagi aku mengantar Alice."
Jack yang sudah membuka mulutnya untuk memprotes langsung menutupnya karena Daylan langsung pergi begitu saja dan ia sadar Matt ada di sampingnya. Sebagai gantinya, pemuda itu berdecak kesal.
Sementara itu, Matt tidak melepaskan pandangannya dari gadisnya. Anggukan meminta izinnya, mata dinginnya yang selalu menatap tajam, senyum tipisnya, dan...
Apa itu luka?
"Gara-gara aku," kata Jack dingin.
Matt langsung memutar kepalanya, menatap Jack tak percaya, "Apa maksudmu?"
"Luka itu, aku yang membuatnya," balas Jack enggan.
Mata coklat kekuningan itu melebar. Ia tak pernah menyangka kalau Jack akan melukai gadisnya. Pemuda licik itu bahkan sangat menjaga gadisnya. Tapi, sepertinya ia melupakan fakta bahwa mereka berdua adalah pembunuh bayaran yang kejam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rosalyn : change
Acción"Tidak. Tidak ada tempat bagiku untuk kembali. Bahkan di sudut dunia yang terpencil pun." Rose selalu hidup berlumur dosa. Bau darah, suara tembakan, dan mayat yang bergelimpangan sudah menjadi kesehariannya. Hatinya telah beku seiiring ia tenggelam...