Chapter 25

1.4K 118 3
                                    

"Wow, itu cerita yang bagus sekali. Nah, tidak heran jika gadismu tidak menghubungimu."

Udara masih dingin siang itu. Sisa-sisa salju meleleh di jalan membuat orang berjalan, juga berkendara lebih pelan ketimbang saat salju turun. Mereka masih tetap saja nekat keluar karena sebentar lagi libur musim dingin akan berakhir.

Dua pemuda itu duduk berhadapan dengan masing-masing secangkir kopi dan teh yang uapnya mengepul, juga piring berisi pancake. Hari itu, mereka memilih duduk di dalam, menikmati penghangat ruangan kafe.

Salah satu dari mereka hanya tersenyum, melihat pemuda di hadapannya menekuk wajah sambil mengaduk-ngaduk tehnya yang terus ia tambahi gula sedikit demi sedikit. Ia tahu benar, pemuda itu sedang kesal, tapi tidak bisa melampiaskan kekesalannya karena dia sendiri yang salah.

Sebenarnya, dia tidak memaksa pemuda itu untuk menceritakan "tragedi" di ulangtahunnya. Ia hanya bertanya kenapa wajahnya selesu itu setelah pestanya. Lalu tanpa aba-aba, pemuda itu mengajaknya makan siangーhal yang jarang sekali terjadiーdan bercerita panjang lebar yang hanya membuatnya tersenyum.

Ia senang, senang sekali pemuda di hadapannya itu mengomel panjang lebar seolah kebanyakan tenaga dan tidak terlihat pucat seperti dulu lagi. Dia lebih banyak berekspresi meskipun tidak ada ekspresi bahagia di wajahnya.

Itu menandakan satu hal baginya.

Mereka berhasil. Penawar obat itu, mereka berhasil membuatnya. Kini tinggal menunggu efek sampingnya.

Mungkin efeknya tidak akan terlalu buruk. Karena, meskipun mereka tidak bertemu selama beberapa hari, keadaan pemuda itu masih baik-baik saja.

"Kapan dia kembali?" tanya orang itu lagi.

"Besok..."

Jawaban lesu itu membuatnya tersenyum. "Ya... satu-satunya cara untuk mengatasi rasa bersalah adalah minta maaf kan? Kau tahu apa yang harus kau lakukan."

"Tidak semudah itu Zoe!" geram pemuda itu. "Kau tidak melihat ekspresinya saat itu. Dia... Astaga! Benar-benar kesakitan! Maksudku, dia tidak pernah seperti itu sebelumnya!"

"Mathew Wald, kau benar-benar mencintai gadis ini..."

Mereka berdua terdiam. Yang terdengar hanyalah denting sendok dalam cangkir Matt.

"Aku tahu," balas Matt enggan. "Jangan senyum-senyum begitu terus! Kau membuatku aneh."

Zoe benar-benar tertawa setelahnya. "Ya ampun, gadis itu memang mengerikan sampai bisa membuatmu seperti ini."

"Ck, aku tahu."

"Tapi, tiga bulan itu waktu yang cepat sekali ya."

Matt terdiam. Lusa, gadisnya sudah akan kembali dan ia tahu, kemungkinannya kecil sekali mereka bisa bertemu lagi. Setelahnya, semua akan kembali normal dan ayahnya akan meninggalkan Chicago.

Bagaimana rasanya ya?

Hampir tiga bulan ini, dia selalu mendapatkan perhatian dari gadis itu sekalipun dilakukan dengan wajah datarnya. Namun, semua tetap terasa hangat. Bahkan, belakangan gadisnya lebih sering tersenyum. Matt jadi menyesal dengan sikapnya pada Alice akhir-akhir ini.

"Ah, apa itu berati kau tidak menghubunginya selama ia sakit?" tanya Zoe.

"Tidak."

"Kau jahat sekali, Matt," Zoe menyeringai. "Kalau begitu, tunggu saja besok. Apakah gadismu masih menghiraukanmu atau tidak."

***

"Apa kau tidak ingat apa perjanjian kita sebelumnya?"

Rose berdecak pinggang, mengetuk-ngetukkan kakinya pada lantai, khas orang marah.

Rosalyn : changeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang