Chapter 18

1.4K 127 0
                                    

Wajah tampan pemuda itu tampak sangat tenang sehingga Zoe berkali-kali mengecek nadi Matt kalau-kalau pemuda itu sudah mati.

Sudah dua hari dan pemuda itu masih terbaring tak berdaya di ranjang meskipun Zoe sudah memberikan segala yang dia bisa.

Sialan, apa yang salah?

Tak ada reaksi apapun yang diberikan pemuda itu saat Zoe menyuntikan obatnya. Diam, seperti manekin yang di pajang di toko, begitu mirip karena kulit pucat pemuda itu.

"Tidak di bawa ke rumah sakit?" tanya Rose.

Zoe berjengit kaget mendengar gadis mengerikan itu berbicara dengannya. "Tidak, ehm..."

"Al, panggil seperti itu saja," balas Rose datar. "Lalu?"

"Sebenarnya, tidak ada yang salah. Denyut nadi, jantung, tekanan darah, semua normal..." balas Zoe pelan. "Dia pingsan bukan hal baru, tapi baru sekarang selama ini. Sial, aku tidak tahu apa yang terjadi," geramnya pelan.

"Mr.Tom tidak tahu?"

"Tidak..."

"Tapi, masih ada para pekerja di sini."

"Mereka bekas bawahan Lily. Mereka lebih takluk pada Matt."

Kini, Rose menatap Matt yang berbaring lemah. Membatin, betapa lemahnya manusia itu.

"Tapi... ada satu cara..." kata Zoe pelan.

"Apa?"

"Formula lain yang dia buat."

"Selama hampir dua bulan ini?" tebak Rose.

Zoe menatap horor gadis yang masih menunjukkan ekspresi datar nan dinginnya itu. "Bagaimana kau tahu?"

"Aku mengikuti kalian," jawabnya singkat.

Zoe menelan ludah. "Baik. Mungkin, hanya itu satu-satunya cara sekarang."

"Kau ragu."

"Tentu saja! Kami bahkan belum mencobanya sama sekali dan itu baru saja jadi!" balas Zoe marah.

Rose langsung menatapnya tajam. "Kau tidak percaya padanya kalau begitu."

"Tidak seperti itu!"

"Lalu?"

"Aku... hanya tidak ingin kehilangannya..." katanya pelan.

"Percayalah padanya."

"Kenapa kamu begitu yakin?"

"Karena aku percaya padanya."

***

Lelaki paruh baya itu duduk bersandar pada kursi kebesarannya. Menatap langit-langit ruang kerjanya, mencoba tidur dengan jas putih yang masih dikenakannya.

Guratan lelah bekas perjuangannya tampak sangat terlihat. Matanya mulai berkantung. Dia tahu, ini sudah tidak bagus.

Telepon berbunyi nyaring.

"Ya?"

"Dad? Apa pulang malam ini?"

Hatinya mencelos mendengarnya. Sebuah pertanyaan yang biasa dikatakan putri tercintanya selama di ada di tempat riset kebanggannya. Begitu polos dan tak pernah lelah untuk ditanyakan.

"Maafkan dad sayang, dad tidak pulang malam ini," jawab Tom akhirnya.

"Tidak apa dad, aku tahu dad sibuk. Semoga berhasil dad."

Tanpa dia sadari, sebuah senyum mengembang di bibirnya. "Terimakasih. Tidurlah sayang, ini sudah malam."

"Dad juga jangan lupa istirahat," nasihat putrinya. "Selamat malam."

Rosalyn : changeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang