Sejak awal, pemuda itu tahu ada yang tidak beres. Ia merasa dikuntit dan perasaannya mengatakan kalau ia harus segera kabur.
Sialnya, pulang sekolah hari itu mengharuskannya untuk berjalan kaki dengan teman-temannya. Kecil memang kemungkinannya dia akan diserang, namun masih ada kemungkinan lain yang membuat orang akan menyerangnya.
Sambil berjalan dan menikmati gurauan, ia mengirim pesan pada Zoe. Ia bersyukur pemuda itu tidak ikut bersamanya sehingga Zoe dapat memberitahu adiknya nanti. Setelahnya tanpa sadar, ia menggenggam pistol yang sejak tadi ada di saku jaketnya.
Jemarinya mulai mendingin saat ada orang yang berjalan di belakangnya. Perasaannya jadi tak karuan. Ia benar-benar khawatir jika orang itu ternyata orang jahat, ia tidak ingin teman-temannya terlibat dalam hal ini.
Makanya, Matt bersyukur sekali saat orang yang menguntitnya hilang saat mereka sampai di tujuan mereka.
"Wajahmu pucat sekali Matt, apa kau baik-baik saja?"
Matt menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Hehehe, tidak apa kok."
"Apa kau perlu membasuh wajahmu?"
"Hm... Ya... kupikir begitu," jawab Matt salah tingkah lalu pergi ke kamar mandi.
Sayangnya, itu justru membuat kewaspadaannya berkurang.
Orang itu kembali menampakkan dirinya kembali saat Matt hendak ke kamar mandi. Reflek cepatnya tak bisa membantu banyak mengingat banyaknya orang yang menyerangnya. Sampai sebuah stan gun mengenai lehernya.
Dan sini lah saat ini pemuda itu.
Di sebuah ruangan dengan pencahayaan minim. Tubuhnya lemas terkulai pada sebuah kursi dengan tangan dan tubuh terikat, mulut yang terbekap, dan mata yang tertutup.
Entah sudah berapa lama dia berada di sana. Yang jelas, kesadarannya makin bertambah seriring dengan pendengarannya yang makin menajam. Dengungan listrik dari lampu yang menyala atau serangga yang lewat tepat ditelinganya. Indranya juga mencium bau lembab ruangan itu yang membuat tubuhnya menolak untuk menarik napas dalam.
Dalam kesendiriannya, pemuda itu mencoba mengingat apa yang telah terjadi sebelumnya. Namun, tak ada satupun yang dia ingat. Nalurinya mengatakan untuk melupakannya saja dan memikirkan cara kabur untuk saat ini.
Kabur.
Memikirkan hal itu membuatbya semakin tersiksa. Tangannya yang terikat kuat mulai terasa sakit yang dia yakin ada bekas merah di tangannya, tubuhnya mulai kesemutan akibat terlalu lama duduk dengan posisi yang tak nyaman sama sekali itu, dan tengkuknya mulai terasa sakit. Sekarang, ia lebih memilih untuk pingsan saja dari pada sadar begitu.
Matt mencoba menggerak-gerakkan tubuhnya.
"Bocah itu sadar!" seru seseorang.
Matt menelan ludahnya kasar. Tak terpikirkan olehnya ada orang yang mengawasi.
Ia mendengar derap langkah yang makin mendekat padanya. Bau rokok dan alkohol langsung tercium begitu orang itu mendekat.
"Kau yakin bocah ini sadar?" tanya suara yang lain.
"Sumpah!" seru orang itu lalu melepas sumpalan kain di mulut Matt. Pemuda itu hanya diam. "Hei bocah, jangan pura-pura tidur!" seru orang itu lagi.
Dalam hatinya, pemuda itu merutuki sikapnya. Ia meludah ke sembarang arah karena sumpalan kain itu. "Aku tidak pura-pura tidur, bung. Kau saja yang terlalu bodoh sampai tidak menyadari aku sudah sadar dari tadi."
Dan pemuda itu mendapat pukulan keras tepat pada rahangnya atas jawabannya.
"Bocah sok kurang ajar!" geram salag satu dari mereka. "Kau itu sudah beruntung tidak langsung dibunuh malah seperti ini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rosalyn : change
Action"Tidak. Tidak ada tempat bagiku untuk kembali. Bahkan di sudut dunia yang terpencil pun." Rose selalu hidup berlumur dosa. Bau darah, suara tembakan, dan mayat yang bergelimpangan sudah menjadi kesehariannya. Hatinya telah beku seiiring ia tenggelam...