Chapter 9- Rahasia

444 27 2
                                    

Aku melihat raut keterkejutan di mata Kak Rangga saat aku menyebut jika Kak Aska adalah pacarku.

Aku salah, ya?

"Di... dia pacarmu?" tanya Kak Rangga memastikan.

Aku mengerutkan kening sedikit, dan mengangguk pelan. Dia kenapa, sih? Nanya kok sampe memastikan gitu.

Kak Aska menarik lenganku menjauh dari Kak Rangga. Aku menatap Kak Aska heran, sedangkan ia sedang menatap tajam ke arah Kak Rangga, begitupun Kak Rangga.

Kak Rangga melangkah mendekat ke arah Kak Aska. Kak Aska lalu mendorongku pelan agar berlindung di belakang punggungnya. Aku mencoba mengintip dengan menjinjit, tapi apalah dayaku yang kurang tinggi.

"Lo harus tau, kalau gue bisa aja ngambil dia dari lo," bisik Rangga.

Aku sama sekali tak mendengar bisikkan Kak Rangga. Kak Aska maju selangkah, namun tangannya menjulur ke belakang mengisyaratkanku untuk menjauh atau jangan mendekat/?

"Seharusnya Anda sudah tahu, jika dia sudah menjadi milik saya." ucap Aska masih dengan berbisik.

"Gue peringatkan lo untuk menjaga dia baik-baik, jika lo lengah sedikit, maka dia akan jatuh ke tangan gue." bisiknya.

Kemudian Kak Rangga pergi berlalu begitu saja setelah sebelumnya ia sempat tersenyum manis padaku.

Kak Aska menatap Kak Rangga yang semakin menjauh itu. "Kak, tadi Kakak ngomongin apa?"

Kak Aska berbalik badan dan menatapku dengan tenang. "Kamu pernah bilang, kalau aku tidak pandai berbohong. Jadi, kamu jangan bertanya tentang itu jika tidak mau jawaban bohong yang kau dengar."

Kak Aska kembali meraih jemariku dan menuntunku menelusuri Mall kembali. Pikiranku masih melayang pada peristiwa tadi. Mereka ngomongin apaan, ya.

***[]

"Kenapa tidak di makan?" tanya Kak Aska karna aku hanya mengaduk-aduk spaghetti ku, dan sama sekali tidak menyomot pizza di hadapanku.

"Aku... masih kepikiran yang tadi."

Kak Aska menegang, ia meletakkan sendoknya dan meminum jusnya. "Kau tidak mengerti."

Aku mendekat ke arahnya. "Maka jelaskan."

"Jika kau mendapatkan kelas aksel, maka aku akan menjelaskan padamu, sebanyak yang kau mau."

***

Semenjak hari itulah, aku rajin belajar dan selalu serius menyimak mapel di sekolah. Kak Aska menjadi penyemangat hidupku.

Aku belajar di kamarku seraya memakan snack yang Kak Aska bawakan. Yap, Kak Aska ada di sini, dan ia sedang tidur.

Tes...

Aku berhenti menulis dan menatap horror kertas yang aku tulis.

Tes...

Sekali lagi, wajahku pucat dan mataku melebar. Aku mimisan!

Aku langsung menutup hidungku dan menengadah menatap langit-langit kamar. Aku lalu beranjak dan berjalan pelan menuju wastafel dengan wajah masih menengadah.

Buk!

Aku menabrak sesuatu di depanku. Aku meraba-raba menggunakan tangan kananku.

Hmm...seperti makhluk, batinku.

"Kamu ngapain?"

Aku berhenti meraba-raba saat sebuah tangan menangkap pergelangan tanganku. Artinya, tadi aku grepe-grepe dadanya Kak Aska?! Demi apa...

With(out) YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang