Chapter 4- Bertemu lagi

534 31 4
                                    

Seperti biasa, aku berjalan menelusuri koridor sekolah dan menuju perpustakaan. Kali ini aku akan melipat kertas.

Aku menuliskan beberapa kalimat di dalamnya.

Senja datang, tenggelamkan mentari.
Aku datang, terbitkan cinta di hati.
Padamu, yang kuharap menantiku seperti aku menantimu.
Mencintaiku, seperti aku mencintaimu.

Aku lalu melipat kertas itu menjadi bentuk burung lengkap dengan ekor dan paruhnya. Aku gambarkan mata pada tempatnya. Akhir minggu ini, sekolahku dan sekolah Kak Aska libur, jadi kami berinisiatif untuk pergi jalan-jalan.

Bisakah aku menyebutnya kencan?

Ah! Harapan, kenapa hidup seperti menentang kita? Berlawanan dengan keinginan kita.

***[]

Aku berjalan menuju rumahku. Namun di jalan pertama ternyata ada perbaikannya. Jadilah aku berjalan di jalan yang sempit dan jarang dilalui orang.

Semua berbanding terbalik dari yang aku perkirakan. Jalan ini telah dipakai untuk tawuran!

Aku berusaha lari dengan membalikkan badanku dahulu ke belakang, namun pemandangan yang aku lihat adalah tiga laki-laki yang bukan anak sekolahku, dilihat dari pakaiannya.

Mereka mendekat dan menyeringai sinis ke arahku.

"Dia cewe anak Magnitudo, Bro!" ucap salah satunya yang diangguki oleh teman satunya lagi.

"Well, boleh juga." ucap yang sedari tadi tersenyum penuh kemenangan.

Sebelum mengambil ancang-ancang berlari, aku merasa tertarik ke arah samping. Aku mendongak dan mendapati seseorang menarikku menjauh.

Aku menoleh ke belakang dan melihat tiga orang pria itu sedang saling menghajar dengan anak sekolahku.

"Hhh...hhh, lo ngapain di sini?" tanya lelaki itu.

Aku mendongak. "Hhh..hh, Kak Rangga? Tadi aku salah jalan, hhh."

"Ayo pulang."

Kak Rangga menarikku pelan dan membawaku berjalan beriringan dengannya. Saking capenya, aku sampai tidak tau jika aku di bawa ke apartemen Kak Aska.

"Lho, ngapain ke sini?" tanyaku.

Kak Rangga mengerutkan keningnya. "Memangnya ini bukan apartemen lo?"

Aku menggeleng. "Tidak apa, lagi pula, 2 minggu lagi, aku juga akan pindah ke sini."

Setelah berterima kasih, aku lalu masuk ke dalam apartemen Kak Aska. Saat aku masuk, terlihat ia sedang tertidur dengan posisi tengkurap.

Ia berkeringat, dan langsung saja aku menyetel AC yang tadinya mati. Hmm, pantesan.

Aku lalu merapikan apartemen Kak Aska dalam kurun waktu satu jam. Karna sudah jam 4 sore, jadi aku memutuskan untuk memasak.

Masak apa, ya? batinku.

Kuputuskan untuk memasak omelete dan nasi goreng sosis. Aku juga membuat es milo. Kami sama-sama tidak suka susu hangat.

"Dari jam berapa kamu di sini?"

"Hastagahhh!"

"Kenapa?"

Aku mengelus-elus dadaku yang naik turun akibat terkejut. Aku menggeleng dan mendekat ke arah Kak Aska.

Tanpa aku kira, Kak Aska malah mencengkram lenganku dan menarikku untuk lebih mendekat ke arahnya. Ia mengerutkan keningnya dan mendekat ke arah wajahku.

"Katakan! Apa luka di dahimu ini akibat dari membersihkan apartemenku?" tanyanya penuh penekanan.

Luka? Luka, ya?

Ah! Apa jangan-jangan karena bentrok antar SMA tadi? Aku tadi sempat kena kerikil kecil.

"Awh!"

Aku memekik kaget saat Kak Aska menyentuh dahiku pelan.

"Kalau orang nanya itu dijawab." Kak Aska lalu menarikku dan mendudukkanku di sofanya. Ia mengambil kotak P3K dan duduk di sampingku.

"Kenapa kau tidak hati-hati?"

"Kau tidak perlu membersihkan apartemenku."

"Kau membahayakan dirimu sendiri."

"Kau--"

"Aku baik-baik saja, Kak." potongku cepat lalu mendekatkan wajahku pada wajah Kak Aska.

Aku membelai rahangnya. Ini pertama kali aku menyentuhnya. "Tidakkah Kakak mau menjelaskanku, darimana datangnya luka lebam ini?"

Aku bertanya sembari menatap matanya tajam dan lembut. Yah, perpaduan yang sempurna.

Kak Aska terlihat kaget, namun beberapa detik kemudian, ia menormalkan raut wajahnya setenang mungkin.

"Tadinya mau ngambil DVD, malah kepentok meja, jadi luka deh." jelasnya sembari menyentuh pelipisnya.

"Lalu ini?" tanyaku menunjuk sudut bibirnya.

"Ngh... kegigit. Udah deh, jangan nanya terus, kayak pengadilan aja."

Aku tertawa kecil. "Satu hal yang perlu Kakak tau, Kakak tidak pandai berbohong."

Kak Aska tersenyum. "Kau benar..."

***[]

Tbc...

With(out) YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang