Chapter 22 - Perasaan apa ini?

315 30 7
                                    

Cinta terkejut melihat laki-laki yang menjadi cover depan majalah New Years Eve tahun ini. Di majalah itu, tertera nama Askara's Group.

Cinta berlari membawa majalah itu ke kamar atas. Ia mengetuk pintu dengan tak sabaran hingga tak sadar jika Ae sedari tadi sudah membuka pintunya.

"Sheen!" pekik Ae.

Cinta menyengir dan menghentikan aksi gilanya. Cinta masuk ke kamar Ae. Ae geleng-geleng kepala melihat aksi Cinta.

"Ada apa?" tanya Ae lalu duduk di sebelah Cinta.

Cinta memperlihatkan majalahnya. "Ini CEO mu?" tanya Cinta dengan mata melebar juga raut wajah yang sangat antusias.

Ae melongok ke arah majalah yang Cinta tunjuk. Ae tersenyum. "Ya, dia yang bernama Aska."

Cinta manggut-manggut. "Oh! Lalu ini siapa? Yang ini?" tanyanya kembali.

Ae kembali melongok melihat dua laki-laki yang berada di belakang Aska. "Yang itu namanya Raffael, sedangkan ini namanya Bastian. Mereka tangan kanan Aska." jelas Ae.

Cinta lagi-lagi mengangguk. Ia menatap kembali tiga orang yang menjadi cover majalah itu. Raffael, Bastian, Aska, batinnya.

***[]

Ae hari ini bekerja seperti biasanya. Pekerjaannya cukup sibuk, karena ia harus mengatur jadwal kuliah Aska, rapatnya dengan para investor, bahkan jam-jam lainnya Aska seperti jam makan, jam membuat tugas dan lain-lain.

Karena ia seorang Sekretaris Pribadi Kedua Aska. Raffael menjadi Sekretaris Pribadi Pertama Aska, dan Bastian atau Ar, menjadi CEO pengganti Aska, atau wakil CEO.

"Apa ada jam?" tanya Aska.

Ae menggeleng. "Untuk sekarang, free day, Tuan." jawab Ae.

Aska mengangguk. "Baik, kalau begitu, beritahu Bastian untuk menggantikan aku dari jam tiga sore sampai jam pulang. Untukmu, pulang juga lebih awal, kau telah bekerja keras setiap hari."

Ae mengangguk senang. "Terima kasih, Tuan."

Aska tersenyum melihat raut senang Ae. "Kelihatannya kau senang sekali."

Ae lagi-lagi mengangguk. "Iya, adik saya kesepian akhir-akhir ini."

Aska mengangguk mengerti. "Siapa nama adikmu?"

"Sheen, Tuan."

***[]

Ae menunggu Cinta di depan sebuah butik. Di negara ini, orangnya lebih banyak jalan kaki ketimbang memakai kendaraan.

"Ae," panggil seseorang membuat Ae menoleh ke arah datangnya suara.

"Sheen!" panggil Ae.

Cinta dan Ai berjalan cepat menuju Ae. Ae bingung melihat Ai dengan ekspresi jengkel.

"Ck, kau kenapa?" tanya Ae pada Ai.

Ai memutar bola mata malas. "Kau tau, di sepanjang perjalanan, dia memaksaku untuk memotret dirinya bersama orang lain. Dia juga mengajakku ber-selfie ria dengan pengemudi-pengemudi yang terjebak lampu merah. Menyebalkan sekali," ujar Ai.

Cinta cekikikkan dan Ae tertawa kecil melihat raut wajah Ai yang cemberut.

Mereka bertiga lalu berjalan kembali menyusuri salah satu jalanan kota New York. Keadaan cuacanya yang dingin mengingatkan mereka pada saat di kota Wuhan.

***[]

Aska berjalan kaki tak tentu arah. Ia pergi, kemanapun kakinya ingin melangkah. Ar dan El mengikutinya dari belakang.

"As, mau kemana?" tanya El yang jenuh sendiri.

Aska mengedikkan bahunya. "Kemanapun kakiku melangkah, membawaku pada takdir," ucapnya.

Aska berjalan dengan kedua tangannya ia masukkan ke dalam kantong saku celananya. Tatapannya kosong ke depan.

Ia tidak tahu, jika takdir memang benar membawanya melangkah. Di depannya ada Cinta, Ai dan Ae yang juga sedang berjalan-jalan menikmati suasana kota New York.

Bagaikan sebuah simfoni  yang mengalun merdu. Hembusan angin menerbangkan rambut Cinta yang memang sengaja ia gerai.

"Pft! Anginnya nakal," gerutu Cinta seraya tertawa kecil merapikan helaian rambutnya yang menutupi penglihatannya.

Cinta masih sibuk merapikan helaian rambutnya. Angin terus berhembus menerbangkan rambut-rambutnya. Bukannya kesal, Cinta malah tertawa kecil.

Aska terus berjalan dengan tatapan yang masih kosong ke depan. Bahkan hembusan angin tak mengusik pikirannya yang melayang.

Ber-papa-san.

Kata itu menggambarkan situasi  setelahnya. Mereka berpapasan layaknya orang-orang lalu lalang seperti biasanya.

Ar menoleh ke arah jalan raya, sedangkan El sibuk dengan ponselnya. Seandainya saja El tidak sibuk dengan ponselnya, maka mungkin saja ia akan mengenali Ai ataupun Cinta yang masih merapikan rambutnya.

Tepat lima langkah setelah berpapasan, Cinta menghentikkan langkahnya. Begitu juga Aska yang menghentikkan langkahnya.

"Ada apa?" tanya Ar pada Aska.

Aska tetap diam. Jantungnya berdebar kencang. Perlahan, Aska menyentuh dadanya berusaha menormalkan detak jantungnya.

Ada apa ini, batin Aska.

"Kau kenapa? Apa Nona sakit, hmm?" tanya Ai pada Cinta.

Cinta tak mendengar ucapan Ai. Melainkan ia merasakan hal yang membuat hatinya sangat sakit. Dengan gerakkan ragu, Cinta menyentuh dadanya.

Perasaan apa ini, batinnya bertanya.

Dengan tangan yang masih menyentuh dada, Aska dan Cinta sama-sama hendak menengok ke belakang.

"Aku mencintaimu, aku mencintaimu, sekali lagi aku mencintaimu. Aku mencintaimu dan selamanya akan tetap begitu."

Cinta meremang. Siapa pemilik suara itu, batin Cinta.

Cinta membalikkan badannya sempurna seraya masih menyentuh dadanya. Begitu juga Aska, ia telah berbalik dengan kerutan di keningnya karna perasaan aneh yang tiba-tiba muncul di hatinya.

Kemudian, Aska terkejut.

***[]

With(out) You

***[]

Pertama kali saya ingin mengucapkan terima kasih atas dukungannya. Kedua, saya ingin meminta vomment.

Ketiga, saya mohon pamit :v

Vote sebagai penghargaan, dan komentar sebagai dukungan. Dari prolog ampe chapter 22, author baru minta vomment, jadi... berikan ya :v

Yang di mulmed, Cinta tuh :v

Salam~

With(out) YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang