Chapter 12- Ada apa?

410 24 7
                                    

"Ayo, cepat!"

Ujar Aska menarik pergelangan tangan Cinta dan menuntunnya menuju lobby apartement.

Cinta mengeratkan genggamannya pada jemari Aska. Lelaki itu bingung dengan reaksi Cinta.

"Hey, tidak akan ada yang menyakitimu di sana. Tenanglah, kau bersamaku."

"Tapi, bagaimana jika mereka tak menyukaiku?"

Aska tersenyum. "Maka aku yang akan menyukai dan mencintaimu, lagi dan lagi."

Cinta akhirnya bisa tersenyum, senyum dipaksakan.

Mereka akhirnya duduk dibangkunya masing-masing. Cinta masih saja meremas-remas jemarinya seraya melihat ke luar jendela mobil milik Aska.

Aska dengan tenang menyentuh jemari Cinta. "Kau percaya padaku?"

Cinta mengangguk dan balik menggenggam jemari Aska.

Di perjalanan, mereka diam. Tak ada yang berniat membuka pembicaraan terlebih dulu. Lebih tepatnya, mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

Apakah, Mama dan Papanya Kak Aska menyukaiku, batin Cinta.

Aku takut ia akan terkejut dan meninggalkanku, batin Aska.

"Eum... Kak?"

"Iya?"

Cinta ragu bertanya, namun ia harus menanyakannya. "Saudara tiri Kakak, ada di sana nanti?"

Aska terkejut. "Hmm... aku juga tak tahu. Tapi jika dia datang, aku harap kau jangan panik dan tetap tenang."

Cinta mengangguk. Ia berpikir jika saudara kekasihnya pasti cantik dan tinggi, seperti Aska yang tampan dan juga tinggi tegap.

Cinta menggelengkan kepalanya berusaha menghilangkan pikiran minder itu. Masa iya, iri sama saudara ipar sendiri. Hmm, ralat, calon saudara ipar.

"Kak, siapa yang lebih dulu lahir? Kakak atau dia?"

"Hmm, pertanyaan itu sampai saat ini tidak bisa di jawab. Karena waktu itu, Ayah sedang di New York, ia pulang karena mendengar kedua istrinya melahirkan. Sesampainya di Rumah Sakit, Mama dan Ibu sudah melahirkan. Tidak ada yang tau siapa yang memang betul-betul lebih dulu lahir, karena dokter Mama dan Ibu sama-sama mengatakan, 'bayi ini lahir jam 19.34', jadi, diantara kami, tidak ada yang menyebut kata 'kakak'."

Cinta mengangguk tanda mengerti. Rumit baginya untuk mengetahui seluk beluk hidup kekasihnya.

"Jadi, Kakak tidak punya adik lagi?"

"Tidak, hanya kami berdua."

Kemudian, hening kembali. Cinta menjulurkan tangannya menuju kaca jendela yang berembun. Ia menulis satu kata.

Love~

Aska melirik Cinta dengan tatapan khawatir. Ia takut, setelah ini, ia akan di pisahkan dengan Cinta.

"Cinta?"

"Ya, Kak?"

Aska mengeratkan genggamannya di jemari Cinta. Ia lalu mencium jemari Cinta berkali-kali. Cinta bisa melihat ada raut kesedihan di sana.

"Jangan tinggalkan aku..."

"Maksud Kakak apa? Kenapa aku ingin meninggalkan Kakak?"

Aska memberhentikkan mobilnya di samping trotoar. "Dengar, tak peduli apapun yang terjadi, tak peduli seputus-asa apapun, berjanjilah padaku sekarang, jangan pernah kau tinggalkan aku."

Cinta merasa Aska sedang ketakutan di balik tenangnya dirinya. "Aku berjanji."

Aska tersenyum. Ia tahu, apapun yang terjadi, jika memang ia harus melepaskan Cinta, maka ia akan melakukannya. Ia akan melakukannya jika ia sudah mati nanti.

With(out) YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang