Chapter 13- Rajendra Ardhan Askara

454 25 3
                                    

Aska, ia merenung semalaman di kamarnya. Dengan semua kesedihan yang ada, ia bercerita pada Sang Rembulan yang memancarkan sinarnya. Kisah yang selalu ia sembunyikan keberadaannya, kisah yang selalu ia tolak kebenarannya dan kisah yang selalu menyakiti hatinya.

***[]

Hidupku, tak seindah nama yang orangtuaku berikan. Rajendra Ardhan Askara.

Papa, ia menikah dengan Mama, wanita yang sangat ia cintai. Namun, seminggu sebelum menikah, Ibu Narra yang notabenenya adalah saudara tiri Mama, menolak mentah-mentah pernikahan itu.

Ibu Narra mencintai Papa, dan Papa mencintai Mama. Tidak ada yang tahu bagaimana penyelesaian permasalahan ini.

Satu yang aku tahu, hubungan Mama dan Ibu Narra, sama seperti hubunganku dengan Rangga. Begitu juga dengan Papa, Mama dan Ibu Narra, sama halnya denganku, Rangga dan Cinta.

Ibu Narra mencintai Papa sejak Mama mengenalkan Papa pada keluarganya. Ibu sangat mencintai Papa, begitu juga dengan Mama.

Mama dengan ikhlas, rela membagi Papa. Walaupun Papa menolak keinginan Mama, tapi keinginan Mama adalah perintah baginya.

Ibu Narra mendapatkan apa yang ia inginkan, kecuali cinta. Hanya cinta dari Papa yang tidak Ibu Narra dapatkan.

Ibu Narra membenci saudara tirinya sendiri. Ia menganggap Mama yang menyebabkan Papa tidak mencintainya.

Saat Ibu Narra memakinya tentang Papa, Mama hanya bisa menjawab, 'Satu hati hanya bisa ditempati oleh satu cinta sejati.'

Jawaban Mama selalu membuat Ibu Narra marah. Mama kerap di tampar dan dimaki.

Saat aku bertanya pada Mama, ia hanya menjawab, 'Berbaik hatilah dan miliki ketulusan hati setulus cinta Tuhan pada umatnya', ucap Mama.

Setelah beberapa bulan menikah, kabar gembira menggema di rumah ini. Dimana, Mama mengandung anak yang dinanti-nantikan oleh Papa.

Ibu Narra sangat marah akan kabar itu, dan ia sering menganiaya Mama, tanpa sepengetahuan Papa.

Ketika aku bertanya, apakah Mama marah, Mama malah menjawab, 'Tidak, asalkan kamu masih baik-baik saja di dalam kandunganku'.

Tak lama setelah kabar membahagiakan dari Mama, Ibu Narra akhirnya juga dikabarkan mengandung.

Papa sangat bingung saat itu. Ia berdoa siang dan malam agar kedua calon anaknya ada yang berjenis kelamin laki-laki dan ada yang perempuan.

Ia tak ingin kedua anaknya perempuan atau kedua anaknya laki-laki, karena itu akan menjadi bumerang bagi keluarga ketika mereka dewasa nanti.

Saat kandungan Mama dan Ibu Narra sama-sama berusia sembilan bulan, Papa pergi karna ada tugas di New York.

Di rumah, Mama menghabiskan waktunya untuk membuat baju bayi, sedangkan Ibu Narra, sehari-harinya hanya bermalas-malasan di kamar.

Mama mengusap perutnya yang buncit dan berbisik, 'Jadilah pemberani, berbaik hati, dan miliki ketulusan hati'.

Saat Mama hendak memanggil Ibu Narra untuk makan malam, Mama mendengar Ibu Narra berbicara pada kandungannya.

"Cepatlah lahir, buat Papamu mencintai Ibu, dan buat Mama tirimu di usir dari rumah ini. Kau harus lebih hebat dari saudara tirimu."

Mama sedih mendengar kata-kata itu. Ia kembali mengusap perutnya dan berbisik lagi, 'Apapun yang terjadi padamu di masa depan, kau harus tetap mengalah. Kau harus ingat kata-kata Mama, berbaik hatilah dan miliki ketulusan hati'.

With(out) YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang