Clock::5

11.5K 1K 1
                                    

Aku membanting badanku ke kasur, menatap langit-langit kamarku. Rasanya, cape banget hari ini. Apalagi, ada dia.

Ali.

Dia yang sedang ada di pikiranku saat ini. Dia aneh, menyeramkan, dan menyedihkan. Itu yang kulihat darinya. Aku sudah mengenalnya sejak saat masuk sekolah Abdian IS. Tapi kenapa dia menggangguku sekarang? Apa aku adalah targetnya saat ini? Apa dia akan menjadikanku pacarnya lalu memutuskanku? Tidak, ia tidak akan pernah mendapatkanku.

Aku menggeleng-gelelengkan kepalaku. Ali tidak mungkin menjadikanku target. Aku tau itu. Tatapannya berbeda, dia membenciku. Jika benar ia akan menjadikanku target, ia tidak mungkin menatapku dengan tatapan jahanamnya.

Matanya sangat menyeramkan jika ia menatapku. Ah, aku sangat membenci mata jahanamnya itu. Ali sialan. Ali bajingan. Ali brengsek. Aku membencinya. Dia kasar. Dia tidak punya rasa peduli. Tapi, disisi lain ia menyedihkan.

Aku mengangkat tangan kiriku. Jam ini. Ini yang ia cari. Bukan aku. Tapi, aku tidak bisa melepaskan jam ini. Aku takut aku tidak bisa tidur dan selalu terganggu setiap malamnya. Jam ini memiliki desain yang unik. Kulepas jam ini dan meneliti setiap keunikannya. Membolak-balik jamnya, dan meneliti apa yang menarik dari jam tangan ini.

Terlihat dibalik jam tersebut ada merk jam yang tertera.

RAM

Merk yang langka untuk sebuah jam tangan. Dan, setelah itu tidak ada yang unik lagi.

"Bukan, gue tau pesis itu jam siapa. Itu jam punya bunda gue!"

Kata-kata Ali tadi pagi tiba-tiba terlintas dalam otakku. Bunda? Jam? Apa jam milik bunda Ali hilang?

"... jika nanti ada laki-laki yang seumuran denganmu. Dan ia mengenali jam tersebut, tolong jaga dia. Jangan sampai ia mengalami banyak kesedihan..."

"Tolong ingat permintaan saya."

Bisikan itu lagi. Ah, kepalaku pusing memikirkan hal ini. Kesedihan. Ali. Jam. Anak laki-laki seumuran denganku?

Benar.

Aku merubah posisi tidurku menjadi duduk. Ali adalah anak laki-laki yang menanyakan jam tersebut. Tapi, apa tadi? Jaga dia? Ali? Tidak mungkin. Aku harus cari tau.

Aku berjalan keluar kamar dan turun kebawah, "ABANG! ABANG! ABANGKU SAYANG PADA KEMANA?" Tanyaku.

Yang pertama kutemui adalah bang Brian yang sedang memegangi telinganya. Sialan. Suara emasku dihina. "Ngapain teriak-teriak sih Prill?" Tanyanya.

"Bang, waktu gue dapet jam ini tuh waktu gue kecelakaan 'kan?"

"Iya. Kenapa emang?"

"Apa mungkin gue hilang ingatan?"

Bang Brian tersenyum geli, "masa iya sih Prill? Lo 'kan inget sama gue dan hal-hal lainnya. Ga mungkinlah lo hilang ingatan."

"Tapi 'kan bisa jadi Bang!"

"Kenapa emang? Lo lupa sama siapa?"

"Gue lupa sama orang yang ngasih jam ini ke gue"

"Iya juga sih"

Aku berfikir sejenak. Oh iya, "waktu itu gue dirawat dirumah sakit mana?"

Bang Brian berfikir sejenak, "kalau gasalah Rumah Sakit Abdian deh, rumah sakitnya om Refan"

Aku manggut-manggut. Oke deh, "thanks ya bang!" Kataku lalu berlari ke kamar.

Bugh.

Aw! Kening gue. "SIAPA YANG NYIMPEN PINTU DISINI?"

Oh, aku dengan kecerobohanku.

^_^

Clock✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang