Clock::18

9.1K 903 2
                                    

"Ternyata, pemikiran gue tentang lo cewek polos itu salah!" Matanya memancarkan kemarahan "Lo ternyata cewek murahan!" Lanjutnya lagi.

Ada rasa yang aneh setelah Ali ngomong kayak gitu. Gue ngerasa kalau gue pengen banget ngejelasin semuanya. Tapi, gue masih benci sama dia yang udah mengotori harga diri gue. Gue mengerutkan kedua alis gue. "Lo siapa gue sih? Dan... udah gue bilang kalau gue bukan cewek polos!"

Abang Brian menoyor kepala gue dari samping. "Ciuman aja gak tau, apa lagi kalau bukan 'polos' namanya?"

"Diem lo?!" Bentak Ali.

"Jangan bentak dia?!" Bentak gue balik. Abang tersayang gue di bentak.

Ali tertawa sinis. "Lo belain dia? Cowok 'penghianat' kayak dia lo belain?"

Penghianat? Siapa? Bang Brian? Gue mengerurkan alis. "Apa maksud lo?"

"Lo gak tau apa-apa. Jadi, diem!"

"Loh? Bukannya lo tadi hina gue? Lo berarti punya masalah dong sama gue!"

Ali menghampiri gue dan narik tangan gue ke belakang badannya. Jadi, dia memunggungi gue. Gue gak tau Ali natap abang gue kayak gimana, tapi menurut gue dia menatap ke-4 abang gue dengan tatapan benci, gue cuman bisa diem karna jantung gue gak berhenti loncat-loncat. Huh, tangannya kok nyetrum, ya?

"Udah cukup yang lain. Jangan Prilly!" Kata Ali yang dibalas dengan tawaan ke-3 abang gue. Sementara gue dan bang Refin gak tau apa-apa.

Gue menelan ludah. Apa arti dari omongannya si Ali?

Ambigu gue.

Gue menghembuskan nafas gusar gue dan narik telinga Ali buat kembali ke hutan. Samar-samar gue denger Bang Brian bilang "nanti gue telepon, Sayang" Dengan penekanan di kata 'sayang'

Gue dan Ali berhenti tepat di pinggir pohon gede. "Lo apaan sih ngomong kayak gitu?" Tanya gue jengkel. Ali masih megangin telinganya yang menurut gue, gue ngejewernya gak pake tenaga.

"Lo kenapa sih Prill? Demen amat nyiksa gue"

Gue mengembangkan lubang hidung gue. "Gak kebalik tuh?"

Ali mengusap wajah gue kasar. "Muka lo gak kontrol!"

Njrit, "ALI! LO BERANI PEGANG-PEGANG GUE SETELAH LO NGOTORIN KESUCIAN GUE KEMAREN?"

Ali malah ketawa. Gue menaikan sebelah alis gue.

Dia kenapa pake topeng di depan gue? Aneh.

Tawa Ali mereda waktu sadar gue natap dia dengan tatapan datar dan guepun memalingkan wajah gue. "Lo beneran marah?" Tanyanya.

"Menurut lo?"

"Alah, bentar lagi juga nanya ke gue 'udah makan belum?'."

"Gak"

"Jir, singkat"

"Biarin"

"Weys, jangan marah gitu dong!"

"Peduli apa lo?"

"Ngomongnya gitu banget, mbak"

"Biarin"

Ali menampakan mukanya di hadapan gue dan menatap gue dengan tatapan puppy eyes. Gue cengo, apa lagi pas liat Ali memajukan bibir bawahnya lima senti. "Maapin akuh yaaa! Maapin!"

Gue makin cengo denger rengekan Ali. Suatu sikap yang gak gue lihat di 'topeng' maupun mode asli-nya Ali. Apa dia punya hal lain lagi selain topeng? Gue gak kuat liat muka Ali. "Udah Li, gue jijik liat muka lo yang kayak begitu!" Kata gue langsung berlalu.

Clock✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang