Clock::11

10.2K 959 6
                                    

Gue membanting tubuh gue ke kasur. Seneng banget gue hari ini, jadi pembonceng adalah pengalaman gue yang pertama dan juga yang paling menyenangkan. Bareng Ali. Iya, Ali. Kenapa Ali?

Eh tapi, kenapa gue tadi jadi peduli pada Ali? Padahal, kalau dia bunuh diri dan mati, gue akan hidup bebas tanpa ancaman. Tapi, kenapa? Ada apa dengan gue? Apa mungkin, karna pesan mamanya Ali sama gue?

Gue geleng-geleng kepala. Gue ga ngerti tentang ini. Gue bukan tipe orang yang suka 'peduli' dengan orang lain. Tapi, kenapa gue peduli sama Ali?

Orang lain.

Apa bagi gue Ali bukan 'orang lain'? Gue gak ngerti sama diri gue sendiri. Gue aneh? Bener, sebut gue aneh sekarang ini. Gue mengacak rambut, frustasi.

Drtt... drtt...

IPhone gue bergetar. Tanda ada yang menelfon. Ternyata Skype. Setelah melihat ID Caller-nya, guepun segera menjawabnya dengan semangat.

Terlihat seorang perempuan cantik berambut panjang dengan kulit yang bening di layar iPhone gue. "NGENGEL!! DARI MANA AJA LO? KENAPA GAADA KABAR?"

Negengel.

Nama aslinya adalah Angel Stephanie. Nama Ngegel adalah panggilan dari Adnan untuk Angel, dan gue juga jadi keseringan manggil dia Ngengel, trus akhirnya jadi kebiasaan gue buat memanggilnya. Dia adalah teman yang paling dekat dengan gue dan juga Adnan. Ingin tau tentang Adnan? Nanti, dia akan gue ceritakan segera setelah ia mengabari gue.

"Iya Prill, gue kangen banget sama lo!" Katanya sambil mengulas senyum manis di layar. Uuh, manis banget neng, kaya gula.

Angel dan gue bagaikan langit dan bumi. Jika gue murid biasa, dia adalah murid popular. Jika gue punya beberapa sahabat, dia punya beratus-ratus sahabat. Jika gue cewe kasar, dia cewe lembut. Jika gue gak terlalu peduli -atau bahkan gak peduli- dengan orang lain, dia bahkan ga rela membiarkan semut mati. Jika dia anggun, gue bahkan gak bisa diem. Jika gue cantik, dia sangat cantik. Jika gue banyak disukai, dia yang ngebantuin gue, mempertemukan gue dengan teman-temannya dan membuat gue dan teman-temannya berteman. Alhasil, gue jadi makin banyak temen. "Gimana keadaan disana Ngel?"

Angel manggut-manggut, "ya, seperti biasa"

"Ngel, gue kangen banget ama lo. Lo kapan mau ke sini?"

"Secepatnya. Gue juga mau pindah kesana dan sekolah disana sama lo"

"Beneran?" Tanya gue semangat. Kalau dia pindah disini, gue seneng banget. Nanti gue sama Ngengel bisa main kaya dulu lagi.

Ngengel tersenyum kecil, "beneran"

Gue loncat-loncat di kasur, teringat sesuatu, guepun menatap Angel dengan tatapan serius. "Lo tau 'kan bang Alfin, bang Alfan ama bang Brian sekolah disana dan identitas gue disamarkan?"

Angel tertawa kecil, kemudian mengangguk. "Santai aja kali, gue 'kan mantan abang lo, jadi udah tau duluan! Gimana Alfin? Dia udah move on 'kan?"

"Lo tau keleus, gimana sih?"

"Iya, gue tau. Gue emang gampang dilupain orang ya?"

"Gue gak lupa sama lo kok"

"Oh ya? Ouh, so sweet..."

Benar, gue kenal sama Angel karna dia adalah mantan pacarnya bang Alfin. Tapi, hal itu malah menjadikan kami lebih dekat. Gue dan Angel bahkan sudah seperti saudara.

"Angel! Ayo makan!" Terdengar suara berat laki-laki disana. "Iya, Yah!" Ouh, ternyata om Rega -ayahnya Angel-. "Gue tutup ya! Bye Prilly!" Katanya, kemudian panggilanpun diakhiri.

Clock✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang