"Jadi... kenapa banyak yang kesini?" Tanya gue sama mereka yang lagi duduk manis di karpet.
Gue jahat? Enggak.
Mereka yang aneh. Kalau Ali, Randy, dan Andri sih wajar, mereka sekelas sama gue. Tapi mereka? Valery, Salsa, Rachel sama Gerald? Mereka bahkan gak terlalu kenal sama gue.
Oh, atau mungkin karna mereka bertiga?
Gue natap ke-3 orang itu tajam. Ke-3 orang itu jadi sok sibuk ngobrol waktu ngeliat gue natap mereka dengan tajam.
Suara dehaman Valery bikin gue mengalihkan pandangan gue. "Gue sih cuman curiga sama salah satu orang yang tiba-tiba sok-sokan mau nengokin temenya yang sakit. Lo tau lah, orangnya yang mana."
Oh, Andri.
Gue natap Andri yang lagi nahan senyum. Gue menelan ludah waktu liat Amel-Dian melototin gue.
"Lagian kenapa sih, Prill? Mereka gue yang ajak" kata Adnan.
"Serah lo dah, setan"
"Wih, ngomongnya gitu amat" kata Gerald. "Eh tapi, kalian cocok." Lanjutnya sambil tepuk tangan girang.
"Najis" "emang" kata gue barengan sama Adnan-Amel-Dian. Gue melotot kearah mereka, mereka malah nyengir.
Adnan berdiri dan nyamperin gue dan ngangkat keranjang buah.
Ah! Gue ngerti!
Gue tersenyum sumringah dan nepuk tepian kasur. Secara gak langsung, nyuruh dia duduk di samping gue. Adnan tersenyun nakal dan nurut.
Gue berdeham waktu Adnan lagi buka keranjang buahnya. "Lo tau gak? Lo kadang bisa jadi sahabat kesayangan gue sewaktu-waktu." Dan itu adalah waktu sekarang, waktu dia ngasih makanan buat gue. Bhaq.
Adnan tertawa kecil. "Sekarang, 'kan?" Tanyanya sambul nyuapin buah anggur ke gue. Gue mengangguk dan makan anggur yang dia sodorin. "Gue tau lo orang yang kayak gimana. Gue udah sahabatan dari orok sama lo"
Gue ketawa kecil. "Emang iya? Untungnya gue gak tau elo orang yang kayak gimana. Jadi, gue gak perlu repot-repot kayak lo"
Suara dehaman Gerald membuat gue menengok kearahnya. Gue dan Adnan natap dia dengan tatapan yang mengartikan apa-lo-?. "Lo tau? Kalau mau romantis-romantisan, suguhin dulu kita minum kek"
Gue mengangguk dan natap ke-3 abang gue. "Bang, Br--" ucapan gue terpotong waktu inget sesuatu. Gue menelan ludah dan natap yang lain satu per satu. Gak ada yang curiga. Gue menghembuskan nafas lega.
Kok gue bisa lupa gini ya? Stupid Prilly!
Gue nyengir ke arah Adnan. "Lo ambilin gih, gue 'kan lagi di gips kakinya."
Adnan memajukan bibir bawahnya.
Gue terkekeh pelan. "Muka lo najis" kayak anak kodok. Wkwkwk. "Sana ambilin. Muka lo kayak anak setan"
Adnan mendengus dan berdiri. Gue natap dia yang berjalan keluar kamar sambil masih terkekeh. Tawa gue terhenti waktu liat Ali yang rahangnya mengeras. Dia berdiri dan natap gue tajam kemudian keluar dari kamar gue dengan bantingan pintu yang keras.
"Kenapa tuh anak?"
Gue natap ke arah Randy. Randy nyadar dan berdiri, kemudian duduk di tepian kasur. Dia mencolek gips gue. "Lo gak papa?"
Buta nih anak. "Ya jelas kenapa-kenapa lah... lo gak liat kaki gue patah kayak gini?"
Dia nyengir tanpa natap gue. "Lo ada apa sama Adnan?"
Alis gue mengerut. "Emang kenapa?"
Dia mengedikan bahu tanpa natap gue. "Gue aneh aja. Lo kayaknya lebih dari sahabatan sama dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Clock✔
FanfictionRahasia demi rahasia yang dimiliki mereka terungkap oleh satu sama lain hanya karna jam tangan. Jam tangan yang membuat keduanya dekat. Jam tangan yang memiliki arti tersendiri bagi keduanya. Jam yang sama, dan hanya ada Satu didunia. Mereka saling...