"Li!" Panggil gue.
Ali yang lagi duduk selonjoran nyender pohon sambil sibuk-sibuknya main hape di tempat yang gaada sinyal ini, nyempatin buat nengok ke arah gue. "Apa?" Tanyanya datar. Gue nyamperin Ali dengan susah payah.
Gue ikutan duduk di samping Ali. "Lo ngapain disini?"
"Suka-suka gue dong"
Sialan. "Nanya baik-baik, juga"
"Suruh siapa nanya baik-baik?"
Ish, gemes pengen nabok. Lama-lama gue telen idup-idup nih anak. Oke, gue bakal diem ga ngomong.
"Kenapa diem?"
Gue melotot ke arah Ali. "Lo bisa baca pikiran?"
Ali natap gue dengan tatapan datarnya. "Pengen banget gue bisa baca pikiran lo?"
Iya juga sih. Ga mungkin cowok brengsek kayak Ali dikasih anugerah yang kayak begituan.
Gue manggut manggut.
Hening. Kayanya Ali masih marah karna gue nampar dia tadi. "Itu refleks Li, lo marah sama gue?"
"Lo ngomong apaan sih?"
"Ngomongin soal tadi di bus lah"
"Soal yang mana? Yang lo tidur di pangkuan gue?"
Pangkuan? What? Masa iya? "Ngaco lo!" Mana mugkin.
"Lo gak percaya?"
"Kaga"
"Yaudah"
"Gue tuh minta maaf karna tadi udah nabok lo!"
"Gapapa. Tapi, jangan mimpiin mau bunuh gue lagi, ya!"
"Hah?"
"Lo tadi ngigo di bus. Katanya lo mau bunuh gue, gue brengsek, sialan, gatau malu. Gitu"
Woah! Sumpahnya? "Kok gue ga inget?"
"Namanya juga ngigo!"
"Iya juga sih" Gue manggut manggut.
"Anak-anak! Makan siang dulu, ayo!" Teriak Miss Mirna di tempat tenda.
Makan siang! Azek! Seneng gue! "Ayo, makan!"
"Ogah ah"
Gue mengetukan alis, lalu berdiri. "Seenganya, ngumpul bareng! Pake topeng yang kuat, jangan sampe longgar tuh topeng!" Gue ngomong tanpa menatap mata Ali. Gue tebak, pasti dia lagi natap gue dengan tatapan jahanamnya. Gue lagi beradaptasi sekarang. Biar terbiasa sama tatapan laknatnya.
Ali ikutan berdiri dihadapan gue dengan tatapan laknatnya. Gue menelan ludah dengan susah payah, takut diapa-apain. Gue masih sayang sama tubuh gue yang mungil ini. Gue narik tangan Ali tanpa nengok pemiliknya. Takut. Matanya sangat menyeramkan.
Gue disambut Amel-Dian disana, juga... Ngengel? Oke, saatnya rahang gue sakit lagi. "Lo napa pegang-pegang si Ali?" Tanya Dian tanpa aba-aba.
"Dia yang pegang-pegang gue"
"Hi ladies! Makin cantik aja lo!" Goda Ali, dengan senyum terbaiknya. Bagus. Dia nurut apa yang gue bilang. "Eum... makannya dimana? Ayo kesana!" Ajaknya.
Kami ber-5pun akhirnya duduk berdekatan. Dipinggir gue ada Amel sama Ali. Sedangkan di hadapan gue ada Dian sama Ngengel. Mata gue fokus sama Ngengel yang lagi caper sama Ali.
Kita dikasih satu orang satu nasi kotak. Beginilah camping. Selalu kelaparan.
"Ah! Sorry!" Kata Ngengel pada Dian. Waduh, baru aja gue mengalihkan pandangan udah beraksi aja si Ngengel. "Gue gak sengaja, Di!" Gue bisa liat seringaian di bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Clock✔
FanfictionRahasia demi rahasia yang dimiliki mereka terungkap oleh satu sama lain hanya karna jam tangan. Jam tangan yang membuat keduanya dekat. Jam tangan yang memiliki arti tersendiri bagi keduanya. Jam yang sama, dan hanya ada Satu didunia. Mereka saling...