SATU (start 18 nov 2015)

47.1K 2.1K 80
                                    

WARNING:

BILA KALIAN MEMBACA INI BUKAN DI: https://www.wattpad.com/user/ChristinaTirta , BERARTI KALIAN MEMBACA DI SITUS TIDAK RESMI. CERITA INI DI-PRIVATE DI BBRP BAGIAN & TDK AKAN BISA DIBACA OLEH NON-FOLLOWER. JADI, MENDING BACA DI SITUS RESMI YUK :):)

CARANYA: SIGN UP DI https://www.wattpad.com OR KALIAN BS UNDUH DI PLAYSTORE (BILA VIA ANDROID) & NIKMATI KISAH INI DGN TENANG :)

JANGAN LUPA FOLLOW DULU AUTHOR-NYA YA :):)

SATU

DARI balik barisan bulu matanya, Nadine memperhatikan Isabelle yang duduk di hadapannya. Isabelle tengah mengembuskan kepulan asap yang mengukir lingkaran cincin bagai ilusi semata.

Nadine berusaha keras menahan sesak di dadanya. Matanya sudah berair dan kepalanya mulai terasa berdenyut-denyut. Ia tak pernah mampu membiasakan diri pada asap rokok. Padahal, ia berbagi tempat tidur dengan seorang pecandu rokok beraroma nikotin kental. Sungguh ironis.

"Mikirin apa, Nad?" tanya Isabelle, menyilang kaki dan bertopang dagu menatap Nadine dengan mata kucingnya yang berkilau. Kelopak matanya digelayuti oleh bulu mata palsu yang centil mengayun dan dibingkai oleh eyeliner hitam yang dilukis apik. Pipinya merah muda segar, bibirnya mengilap sensual dan kontak lensa hijau membuatnya tampak semakin eksotik dan misterius.

Dia masih seperti dulu. Selalu cantik dan seksi, pikir Nadine berusaha menyamarkan perasaan gugupnya. Nadine memaksakan seulas senyum. "Nggak nyangka ya, kita bisa ketemu lagi setelah sekian lama. Kok elo bisa ngenalin gue sih, Bell?"

Isabelle tersenyum tipis. "Percaya nggak, elo nggak ada bedanya. Gimana kabar lo?"

"Gue baik. Gue udah merit. Udah empat tahun. Sayangnya kami belum punya anak. Padahal, gue dan suami udah kepengin banget." Mata bulat Nadine menerawang, seolah menyimpan mimpi yang kelewat besar.

Kening Isabelle berkerut. Akhirnya ia melepaskan puntung rokok yang tampak menyedihkan karena diperas habis-habisan sampai pada ujung terdangkalnya. Asbak putih susu yang disediakan di meja kafé ini pun langsung ternoda.

"Wow, punya anak itu penting banget ya?" tanya Isabelle dengan nada heran.

Nadine tertawa gugup. "Bukannya itu salah satu tujuan orang merit?" Ia balik bertanya. Jemarinya saling bertautan, kebiasaannya kala sedang gugup.

Isabelle mengangkat alis namun tak berkata apa-apa.

"Ngg, sebenarnya, gue cuma takut," ujar Nadine dengan suara lirih.

"Takut? Takut sama apa?" Isabelle menyalakan rokok baru dan lagi-lagi menyesap the silent killer yang terselip anggun di antara jemari lentiknya.

"Gue takut suami gue bakal selingkuh gara-gara itu," bisik Nadine.

Sebelah alis Isabelle lagi-lagi terangkat. Ia terdiam sesaat sebelum bibir seksinya meluncurkan kata-kata, "Menurut gue, kalau dia mau selingkuh, dia nggak perlu alasan apa pun untuk melakukannya. Hm, lo mau bukti? Well, papi gue masih selingkuh, padahal Mami udah ngasih dia, bukan cuma satu, tapi dua anak. Gue dan Marvin. Kurang apa lagi? Apa harus selusin baru puas? Hmm, I don't think so."

Nadine terkesiap. Hah? Jadi ayahnya Isabelle selingkuh? Sejak kapan? Bukankah keluarga mereka adalah gambaran keluarga yang ideal? Suami tampan dan mapan. Istri cantik dan seksi. Sepasang anak. Dan, Marvin... Mengingat wajah itu membuatnya mendadak gelisah. Apa kabarnya?

Nadine menelan ludah "Ngg, elo ... apa elo dan ... Marvin udah merit?"

Isabelle menatap aneh, mengisap rokoknya sebelum berucap, "Marvin? No. Marvin belum married dan gue nggak percaya sama yang namanya pernikahan."

BEAUTY AND THE BITCH (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang