TUJUH BELAS

9.8K 899 24
                                    

Alo semuanya :)

Part ini aku set public ya. Ada banyak bagian yang aku set private. Jadi, bagi pembaca baru yang tertarik membaca secara utuh, silakan follow dulu untuk bisa membacanya. :)

Setelah follow, caranya masukkan cerita ini dalam library. Atau, bila sudah dimasukkan sebelum follow, hapus dulu baru masukkan yang baru. :)

TUJUH BELAS

ZOE mempermainkan garpunya dengan gugup. Mereka sudah resmi berstatus kekasih. Marvin telah mengajaknya kencan beberapa kali. Namun, setiap kali ia menatap wajah dingin itu, ia tetap saja gelisah. Padahal ia bukan tipe gadis yang malu-malu kucing.

"Kenapa? Mpek-mpeknya nggak enak?" tanya Marvin.

"Ngg, enak kok ... mau coba?" Zoe berusaha menendang risaunya. "Kuahnya agak kebanyakan cuka sih menurutku. Tapi tetap enak kok. Kamu suka makanan asem-asem begini?"

Sekonyong-konyong senyum samar tergambar di wajah Marvin. Dengan gerakan perlahan Marvin mengiris tipis mpek-mpek di mangkuk Zoe dan menyuapnya. Hidungnya mengernyit. "Hm, kalau ini Isabelle yang suka."

"Oh, Isabelle suka yang asem-asem ya?"

Marvin mengangguk singkat. Jari-jarinya yang kokoh kembali berkutat dengan siomay di piringnya. Membicarakan Isabelle membuat perasaan bersalah kembali menikamnya dengan duri-duri tajam yang secara konsisten membuat luka di lambungnya. Ia tahu apa yang ia pertaruhkan terlalu besar dan keji. Tapi, ia tidak bisa mundur.

"Memangnya Isabelle itu kayak apa sih?" tanya Zoe penasaran. Sejauh yang ia dengar dari Nadine, hubungan Marvin dengan adiknya kurang dekat. Entah apa alasannya karena Nadine sepertinya enggan mengatakan apa-apa walaupun ia curiga kakak iparnya itu mengetahui sesuatu yang tidak ia ketahui.

Gerakan Marvin terhenti. Ia mendongak. "Bukannya kamu bilang pernah ke butik Isabelle?" tanyanya heran.

"Iya... Maksudku, aku kan belum bener-bener kenal Isabelle. Sepintas sih sepertinya orangnya cuek dan blakblakan ya? Kalau denger cerita Nadine sih, waktu kecil Isabelle nggak seperti itu. Hm, orang memang gampang berubah ya. Kecuali aku kayaknya." Zoe terkikik. "Dari dulu sampai sekarang semua orang bilang aku kelewat bawel."

"Isabelle memang begitu." Marvin berhenti, lantas seolah mendapat ilham, senyumnya kembali terkembang. Kali ini membuat wajah dinginnya menghangat. "Aku suka Zoe yang seperti ini. Zoe kecil pasti ceria ya?"

Zoe kembali terkikik. "Aku tuh paling hobi bikin kesal abangku. Ngekor-ngekor dia ke mana-mana, persis kayak buntut. Pernah sekali waktu Neil marah besar karena aku bikin acara kencannya sama cewek gebetannya gagal total. Nggak tau aja dia kalau aku memang sengaja berniat bikin kacau acara mereka. Aku nggak suka sama cewek itu." Zoe bersedekap. "Ganjen, jutek, songongnya minta ditabok. Untung saja akhirnya Neil sadar dan milih cewek rekomendasiku."

"Nadine?" tanya Marvin.

Seraya mengangguk, Zoe kembali berucap, "iya. Aku emang promosiin Nadine abis-abisan. Lagian, siapa sih adik yang mau kakaknya dapat cewek nggak bener? Nadine sudah terbukti cewek baik-baik, kalem, cantik, dan yang jelas bisa diajak cs-an." Zoe mengunyah mpek-mpeknya. Sebersit perasaan heran sempat singgah saat melihat ekspresi Marvin. Entah kenapa, Marvin terlihat sedikit aneh. Ah, tapi mungkin itu hanya perasaannya saja.

"Eh iya, Marvin kan kenal Nadine dari kecil. Memangnya Nadine dari kecil udah kalem begitu ya?" lanjutnya.

Marvin mengangguk kaku.

"Kalau dipikir-pikir, kota ini memang sempit banget ya. Siapa sangka kita yang nggak sengaja kenalan ternyata saling berhubungan."

"Saling berhubungan?" Sebelah alis Marvin terangkat.

BEAUTY AND THE BITCH (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang