DUA PULUH TUJUH

10.4K 877 81
                                    

Author's Note

Sedikit penjelasan soal penggunaan "gue-kamu" oleh Dylan terhadap Isabelle.

Sebenarnya disengaja karena ada alasannya. Bagi Dylan yang sopan, sebenarnya dia risih menggunakan kata "lo" pada perempuan. Apalagi pada perempuan yang disukainya :).

Kenapa nggak pakai "aku-kamu"? Maunya sih begitu. Tapi Isabelle minta mereka santai saja pakai panggilan "gue-lo" (ada di chapter depan).

Eniwei, penggunaan "gue-kamu" sah-sah saja asal dilakukan secara konsisten dan merupakan ciri khas salah satu karakter.

Kuncinya ada di kata konsisten. Memang sulit karena sekali-kali kita suka khilaf, sebentar pakai aku, sebentar pakai gue hehehe... (galau kali ya)

Ya intinya seperti itu and enjoy the story :)

Salam hangat,

Christina T

DUA PULUH TUJUH

ISABELLE membiarkan angin malam bermain-main dengan bahunya yang telanjang. Ia terlalu senang hingga tak dapat merasakan dingin yang menggigit. Tanpa sadar, senyum samar menghiasi wajahnya. Pandangannya tertuju pada lampu-lampu kota di bawah sana. Berpendar-pendar memukau, membuatnya seolah melayang-layang dalam dunia khayal.

Malam ini Dylan mengajaknya kencan entah untuk keberapa kalinya. Ia sudah berhenti menghitung sejak kencan kelima. Tadinya ia menduga Dylan tak mungkin bertahan dengannya. Seorang perempuan dengan anak yang tidak jelas statusnya dan memiliki kisah hidup yang begitu fantastis. Sudah untung ia tak berakhir di sofa psikiater atau bahkan di rumah sakit jiwa.

Desahan panjang membelah sunyi. Tak terasa sudah setahun berlalu sejak ia terbangun dari mimpi buruknya. Setelah kejadian yang mengerikan itu, hidupnya seolah dimulai dari nol lagi. Marvin dan Dylan mengenalkannya pada tim pengacara yang membantunya mengenyahkan Nathan. Ancaman tindak pidana yang dilayangkan tim pengacaranya pada Nathan terbukti ampuh menciutkan nyali pria itu. Hingga kini, Nathan belum berani mengusiknya sama sekali.

Terkadang ia masih sering diganggu mimpi buruk yang membuatnya terbangun pada tengah malam. Namun, Bik Min selalu berhasil membuat hatinya kembali tenteram. Ia tahu, ia tidak berjalan sendirian. Ia percaya Bik Min tak akan pernah meninggalkannya selagi ia masih membutuhkannya. Ia pun tidak perlu mengkhawatirkan Mari. Anak itu kian dekat dengan neneknya dari hari ke hari.

Hubungannya dengan Nadine pun telah membaik. Tadinya ia begitu takut sahabatnya itu akan membencinya. Bagaimanapun juga, ia telah menghancurkan pernikahan Nadine akibat kebodohannya. Namun, ia bersyukur Nadine memiliki hati yang sangat besar. Di saat ia tak yakin dapat memaafkan dirinya sendiri, Nadine malah mengulurkan tangan dan merangkulnya.

Hubungan Nadine dan kakaknya pun terlihat sangat baik. Ia nyaris tak percaya impian masa kecilnya akan terwujud. Sejak dulu, ia selalu ingin menjodohkan Nadine dengan Marvin. Ah, bukankah jodoh itu lucu? Yah, mungkin nasib dan takdir yang membawa mereka bersama. Siapa menduga setelah berpisah belasan tahun, ia dan Nadine malah memiliki jodoh yang sangat kuat.

Orang bilang, matahari akan bersinar setelah badai mereda. Tadinya ia sama sekali tak memercayai bullshit semacam itu, Tapi, kini ia tak punya alasan untuk tidak memercayai kata-kata bijak itu. Matahari akhirnya sudi membagi seberkas sinar padanya.

"Kamu mikirin apa?" Suara Dylan mengusik lamunannya. Dylan yang barusan dari toilet menarik kursi dan mendudukinya. Matanya yang lembut mengamati Isabelle dengan cemas.

Isabelle membiarkan senyum tipis menghiasi wajahnya. "Bisa tebak?"

"Kuharap bukan mikirin bajingan itu lagi...."

BEAUTY AND THE BITCH (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang