DUA BELAS
TAK terasa mereka telah menghabiskan lebih dari satu jam di kafe itu, mengulang kenangan masa kecil yang seperti lembaran warna-warni kusam dipapar waktu.
"Kadang gue mikir, andai gue nggak sekolah di Singapura, apa nasib gue berubah ya?" gumam Isabelle menopang dagu dengan telapak tangan kanannya.
"Memangnya ada apa di Singapura? Gue selalu berpikir kalian berdua beruntung karena bisa sekolah di luar negeri," ucap Nadine.
Seraya mendesah berat, Isabelle menggeleng. Singapura, negara yang menjanjikan segala fasilitas canggih dan memiliki kehidupan urban yang menggoda ternyata tidak seindah dalam bayangannya. Semua yang dialaminya di Singapura bagaikan potongan mimpi buruk. Mimpi buruk yang seolah tak sudi melepasnya. Ia bahkan masih bisa mengingat aroma memuakkan itu. Aroma yang membuatnya kepengin mengeluarkan isi perutnya hingga tuntas.
Pandangannya menerawang, semuanya melintas begitu saja.
....
Sepuluh tahun silam
Hari Pertama
"Bell, look at that guy! He keeps starring at you. I think he likes you. What do you think, huh?" Joline, gadis Singapura rekan kerja Isabelle di sebuah pub, mengedipkan mata pada Isabelle.
Isabelle mengangkat bahu sambil tersenyum tipis.
"He's okey lah. I think I'll go for him if I have a chance," sambung Joline sambil mendesah penuh sesal.
Isabelle menghela napas. Damn! Stop disturbing me! Makinya dalam hati. Ia sudah cukup menerima banyak kejutan seharian ini. Sama sekali bukan kejutan yang menyenangkan tentunya. Kejutan yang membuatnya ingin berteriak, menjambak rambutnya, atau bahkan membenturkan kepalanya ke tembok berkali-kali.
Tadi pagi, ia menerima surat dari Mami. Mami menceritakan sesuatu yang nyaris membuatnya muntah saat membacanya. Beberapa bulan lalu Mami memergoki pembicaraan Papi di telepon. Ternyata Papi memiliki anak haram seumurnya. Bajingan itu membuat hati Mami hancur.
Ia tidak tahu, mana yang lebih membuatnya kesal. Perselingkuhan ayahnya yang memang keparat tidak tahu malu. Atau ibunya yang terlalu lemah dan bodoh. Untuk apa Mami meratapi seorang pengkhianat brengsek seperti ayahnya? Papi tidak layak mendapatkan air mata Mami barang setetes pun.
"Bell, are you ok?" Joline menyentak lamunan Isabelle. Matanya cemas.
Seraya mendesah, Isabelle menggeleng. "I'm ok."
Hari kedua
"Hey, Bell, that guy is coming again. I bet he is coming because of you." Joline tersenyum nakal.
Isabelle melemparkan pandangan pada pria yang ditunjuk Joline. Pria itu pria asing dengan wajah tampan dan tubuh gagah. Ia perkirakan usianya masih muda, mungkin masih di pertengahan dua puluhan. Seragam US Navy yang pria itu kenakan menambah kharismanya. Apalagi di antara teman-temannya yang memiliki wajah merah muda yang mengingatkan Isabelle pada kulit babi. Memuakkan.
Suasana kelab malam ini ingar-bingar. Gadis-gadis muda dengan dandanan supertebal berlomba-lomba memamerkan aset mereka. Belahan dada yang berkilauan terkena serpihan lampu kelab membuat para pria nyaris tak dapat menahan diri. Paha-paha mulus jenjang yang hampir tanpa pelindung melenggang dengan gaya menggoda.
"He told me to give you this. Alamak! I told you he must have a crush on you. You don't believe me." Joline menyerahkan setangkai bunga pada Isabelle.
Dengan tatapan kosong, Isabelle menerima mawar itu. Bau tajam langsung membuat asam lambungnya melonjak. Ia terbelalak tak percaya. Matanya meneliti dengan saksama. Mawar macam apa ini? Jarinya menyentuh salah satu kelopaknya. Selembar yang rapuh pun gugur di telapak tangannya. Rupanya mawar ini memang asli. Apa mungkin pria idiot itu menyemprotnya dengan racun serangga?
KAMU SEDANG MEMBACA
BEAUTY AND THE BITCH (TAMAT)
RomanceHalo! Ini penampilan perdanaku di wattpad. Kisah berikut sudah pernah di-published oleh GagasMedia thn 2007. Berhubung sudah lama, sudah putus kontrak, dan sulit mencari bukunya, aku share di sini supaya pembaca yang belum pernah baca bisa menikmati...