DUA PULUH EMPAT (PART 2)
ISABELLE mengamati punggung Bik Min yang menjauh. Ya, akhirnya pengasuhnya itu berbalik tanpa kata-kata, membawa gelisah yang membayang di wajahnya. Sebersit firasat tidak enak membuat dada Isabelle kian sesak. Hidupnya memang tak pernah mulus dan damai. Bahkan semenjak kanak-kanak ia telah mengetahui ada yang salah dengan keluarganya.
Kedua orangtuanya tidak senormal orangtua lain yang sering dilihatnya bergandengan tangan atau saling bertukar tatapan sayang. Secara materi mereka memang tak pernah kekurangan. Tapi, tak ada cinta yang membungkus rumah mereka. Tak ada ayah yang menemani mereka belajar dan bermain. Tak ada ibu yang gemar mengomel namun tak lupa memeluk mereka menjelang tidur.
Rumah mereka begitu dingin dan sepi. Nyaris seperti istana es yang begitu indah namun kosong.
Isabelle mengerjap, berusaha menghalau air mata yang kembali muncul tanpa undangan. Ia mengusap kasar matanya. Ia hanya ingin hidupnya segera berakhir. Ia sudah lelah. Lelah menjadi pahit. Lelah berpura-pura menjadi perempuan sinis yang tak peduli pada anggapan orang dan norma dalam masyarakat. Semuanya hanya sandiwara yang tak ingin ia mainkan lagi. Mungkin sekarang saatnya. Saat ia menyerah dan melepaskan hidupnya.
Langkah kaki Bik Min membuyarkan lamunannya. Wanita paruh baya itu tengah menghampirinya. Ada sepucuk surat di tangannya yang tampak gemetar.
Sebelum lidahnya sempat bergerak, Bik Min mengangsurkan surat itu. "Ini peninggalan Non Mariella sebelum meninggal...." Suaranya lirih.
Mata Isabelle terbeliak, tangannya langsung menyambar surat itu. "Peninggalan Mama?! Kenapa baru sekarang Bibik keluarkan??!" desisnya dengan napas memburu.
Tanpa menunggu jawaban Bik Min, Isabelle pun membuka lipatan surat itu.
Aroma apek menyergap. Surat itu sudah mulai bernoda kuning. Tulisan di dalamnya melingkar-lingkar membuat kepalanya berdesing. Matanya mulai melahap jalinan huruf demi huruf.
Marvin dan Isabelle tersayang,
Sebelumnya Mami minta maaf karena telah menjadi ibu yang buruk bagi kalian berdua. Kalian mungkin tidak percaya kata-kata Mami.... Tapi, kalian adalah belahan jiwa Mami, cinta sejati Mami. Sejak kalian berada dalam gendongan Mami. Sejak Mami melihat mata kalian yang mengerjap, menatap Mami. Sejak kalian menangis menuntut perhatian Mami. Sejak jari-jari mungil kalian mendekap tangan Mami. Hingga kalian dewasa dan memiliki dunia kalian sendiri.
Mami tahu, Mami telah mengecewakan kalian. Tapi, Mami percaya kalian adalah anak-anak yang kuat dan tegar. Mami yakin kalian akan bertahan hidup di dunia yang kejam ini.
Dunia yang teramat sangat kejam.
Jangan seperti Mami yang dengan begitu mudahnya menyerah kalah. Mami merasa tidak sanggup hidup di dunia yang menyakitkan ini lagi.
Kalian tahu? Sejak kecil, Mami senang bermain boneka. Mami dan teman Mami selalu bermain sebagai sebuah keluarga kecil yang bahagia. Keluarga yang memiliki sepasang anak laki-laki dan perempuan yang cantik, tampan, juga sopan, ramah, dan pintar.
Sejak Mami pacaran sama Papi, Mami sudah membayangkan wajah kalian seperti sekarang. Cantik dan tampan. Sungguh, mimpi yang benar-benar indah.
Tapi, terkadang, mimpi hanyalah ... mimpi. Setelah Mami menikah dengan Papi, Mami baru mengetahui bahwa ... ada kelainan di rahim Mami. Tuhan menghukum Mami selamanya. Mami tidak akan pernah bisa hamil...
Isabelle berhenti, matanya terbeliak shock. "WHAT?! Tidak mungkin!!" Ia mendesis. Kalau Mami tidak bisa hamil, kenapa ia dan Marvin bisa hadir di dunia ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
BEAUTY AND THE BITCH (TAMAT)
RomanceHalo! Ini penampilan perdanaku di wattpad. Kisah berikut sudah pernah di-published oleh GagasMedia thn 2007. Berhubung sudah lama, sudah putus kontrak, dan sulit mencari bukunya, aku share di sini supaya pembaca yang belum pernah baca bisa menikmati...