DUA PULUH DUA

9.9K 927 66
                                    

AUTHOR'S NOTE

Aloow,

Part 22 ini sengaja nggak di-private :)

Nah, bagi pembaca baru yang tertarik baca dari awal, bisa follow dulu ya karena banyak bagian yang di-private. Caranya, setelah follow bisa add cerita ini dalam library. Atau kalau sudah ada, hapus dulu baru add lagi setelah follow.

Selamat baca :):)

BAB DUA PULUH DUA

"WELCOME home, Mari sayang!"

Isabelle nyaris saja terlonjak ke belakang saat dilihatnya pria di hadapannya. Pria itu menyeringai sangat lebar seraya merentangkan lengannya lebar-lebar. Kini wajah tampan itu menyerupai monster di mata Isabelle.

"Nathan?! Ngapain lo di sini?!" desisnya. Ia baru saja pulang mengantar Mari check-up dari rumah sakit. Sama sekali tak tebersit di kepalanya bakal menerima kejutan seperti ini. Ia melirik gelisah. Monster itu rupanya tidak sendirian. Ia ditemani tiga orang pria berpakaian serba hitam yang berdiri dengan sikap siaga. Wajah dan penampilan mereka serius, membuat Isabelle mendadak diserang serbuan panik yang membuat tubuhnya nyaris limbung. Sepertinya ia dapat menebak siapa pria-pria bertubuh kekar yang berdiri tepat di belakang mantan kekasihnya. Firasatnya meneriakkan perintah supaya ia melarikan diri secepat mungkin. Tapi kakinya seolah tak bertenaga.

"Siapa yang mempersilakan lo masuk?!" lanjutnya gusar. "Bukannya kita sudah sepakat?!"

Seringai Nathan kian lebar. Tanpa sadar Isabelle bergidik. Ia sama sekali tidak mengenali pria asing di hadapannya. Mengapa ia begitu bodoh dan membiarkan dirinya terlibat dengan monster berkostum manusia seperti ini?

"Ingat siapa yang ngasih gue ini?" Nathan menggoyangkan serendeng kunci di depan hidung Isabelle. Spontan Isabelle pun berusaha merebut kunci itu. Namun tentu saja ia kalah cepat. Nathan menggoyangkan jari telunjuknya. Seringainya berubah buas.

"Kunci itu bukan hak elo lagi. Balikin! Elo bisa keluar sekarang!" pekik Isabelle sengit.

Terdengar dengusan geli. Nathan menoleh pada Mari yang berada dalam gendongan Ninda. Ia membelai rambut Mari. Mata bulat Mari mengamatinya dengan penuh tanda tanya. "Mari sayang, apa kamu mau Daddy tinggal sama Mommy?" Suaranya lembut dan begitu manis.

Mari mengamati Nathan untuk beberapa saat sebelum akhirnya menghambur ke pelukan pria itu dan menggelayut manja. Nathan memutar tubuh mungil Mari sebelum mengecup pipi bocah itu. "Tentu saja kamu mau. Anak mana yang nggak mau tinggal bersama ayah dan ibunya?" Ia melirik Isabelle. Isabelle menggeleng tegang. Ia sama sekali tak percaya dengan ketulusan yang berusaha ditunjukkan Nathan.

"Mari sayang, Daddy mau bicara sama Mommy, kamu main sama Mbak dulu ya."

Mari mengangguk dan Nathan memberi kode pada Ninda yang langsung membawa Mari masuk ke dalam rumah.

"Sebenarnya mau lo apa? Bukannya kata-kata gue sudah cukup jelas? Urusan kita selesai setelah Mari sembuh! Kalau lo mau ketemu Mari, kenapa nggak buat janji dulu?" tanya Isabelle setelah mereka tinggal berduaan saja. Ia menoleh gelisah ke luar jendela. Para pria berwajah sangar mengingatkannya pada mafia berseragam jas serbahitam di film-film bergenre action. Kini mereka menunggu di depan pintu, seolah memastikan tak ada yang berani masuk atau keluar pintu rumahnya. Mendadak saja Isabelle mendapat firasat yang sangat buruk.

Tanpa menunggu undangan Isabelle, Nathan duduk di atas sofa dan mulai menyalakan rokok. Seulas senyum tipis mengambang di wajahnya. "Apa lo tau, Bell?" Ia berhenti untuk mengisap rokoknya, santai. "Gue telanjur mencintai lo. Telanjur mencintai Mari. Gue nggak sanggup hidup tanpa kalian berdua. Ironis, bukan?" Ia terdiam lagi, dahinya berkerut seolah berpikir keras.

BEAUTY AND THE BITCH (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang