Part 1 ; First of All

657 25 3
                                    

Hope you guys love the trailer I've made!

Don't forget to Vote and Comment! 

---------

Pertemanan adalah suatu hal yang paling berarti di dunia. Apalah hidup tanpa sebuah pertemanan? Seperti pertemanan ku dengan Ian. Ia sahabat kecilku yang tumbuh bersamaku. Sejak kami di taman kanak-kanak hingga saat kami duduk di bangku SMA kini. Aku mengenalnya lebih dari siapa pun. Senang mau pun susah kami selalu bersama. Beruntungnya lagi ia tinggal disebelah rumahku. Orang tua kami pun menjadi bersahabat karena aku dan Ian tak bisa terpisahkan satu sama lain.

Kami mempunyai panggilan khusus masing-masing. Aku memanggil Davian dengan sebutan Ian, biasanya orang-orang memanggilnya Davi. Sedangkan ia memanggilku Kelly, pada hal namaku adalah Kayla Kingsley.

"Kell, lo dengerin gue ngomong nggak sih?" Tanyanya yang memecah lamunanku.

Aku menyengir canggung. "Engga. Lo ngomong apa?" Tanyaku lagi.

"Gabby. Gue tadi lagi ngomongin Gabby, adik kelas kita SMP dulu. Dia kan masuk ke sekolah kita. Sekarang dia cantik banget ya." Ujarnya. Akhir-akhir ini ia sering berbicara tentang perempuan. Entah sejak kapan, tapi perasaan cemburuku mulai muncul. Antara tak mau kehilangan sahabatku karena takut sibuk dengan pacarnya atau karena aku mulai menyukainya.

"Ya udah, tembak dia aja. Nggak usah repot." Jawab ku ketus. Aku meminum soda yang tadi ku ambil di kulkas Ian. Rumah ini sudah seperti rumah kedua ku.

"Jangan kebanyakan minum soda, Kell. Nanti tambah bulat." Godanya.

"Iya, gue tau kok. Gue gendut, pendek, jelek, nggak secantik mantan-mantan lo. Udah ah, gue balik aja." Ucapku kesal. Aku turun dan pulang dengan harapan ia mengejarku. Tapi ia sama sekali tak mencegah ku untuk tinggal.

Aku tinggal berdua dengan mama. Aku tak tau papa kemana, tapi aku tak peduli. Aku sudah terbiasa hidup tanpa seorang ayah. Bahkan untuk mengeluarkan kata 'ayah' dari mulut sangat aneh rasanya. Mama bekerja sebagai suster di sebuah rumah sakit ternama.

"Sayang, mama kerja malam. Kalau kamu takut, kamu pergi ke Davi aja ya." Ucapnya dari kamar. Aku tak begitu peduli dengan apa yang ia ucapkan tadi. Aku hanya menonton TV diatas sofa dan menganti-ganti acaranya untuk melupakan kekesalanku pada Ian.

Terdengar suara pintu sudah tertutup, yang berarti mama sudah pergi. Ingin rasanya punya saudara. Dulu aku tak begitu peduli tentang masalah persaudaraan, karena aku merasa sudah memiliki Ian yang selalu menemaniku. Tapi semua berubah sejak ia beranjak dewasa. Pergaulannya lebih luas, kesibukkannya lebih banyak, kini ia juga sebagai pusat perhatian para gadis karena ketampanannya. Ngomong-omong, aku adalah salah satu dari gadis itu.

***

Tak sengaja aku tertidur di sofa. Aku terbangun oleh suara ketukan pintu. Ketika aku melihat ke jam dinding ternyata pukul menunjukkan jam 10 malam. Saat pintu terbuka, Ian sedang berdiri disana. "Ngapain malam-malam datang kesini?" Tanyaku. Aku pun menguap dan mengucek-ucek mataku.

"Bawa ini." Ia membawakan ku sekotak pizza. Kesukaanku.

"Enggak. Gue mau diet. Biar cantik." Ujarku. I mean it. Karena akhir-akhir ini aku merasa aku banyak makan dan sepertinya berat badanku mulai bertambah.

"Jangan. Lo gendut aja, Kell. Nanti nggak ada yang bisa gue jadiin bantal." Ucapnya. Aku memutarkan mataku. Padahal harapanku ia akan bilang, 'Jangan, Kell. Gue terima lo apa adanya kok.'

Aku hanya manusia biasa yang mempunyai hawa nafsu. Pizza dihadapanku ini menggoda imanku untuk diet. Sial. Akhirnya kami berhasil menghabiskan sekotak pizza berdua.

The ChosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang