Part 26; Rapist

180 13 0
                                    

Aku terbangun. Tiba-tiba semua terang. Akhirnya aku sadar. Pertama yang ku lihat adalah langit-langit ruangan. Aku mencoba untuk bangun. "Kay!" Ucap seseorang. Adam langsung mendekatiku.

"Adam?" Ah! Aku bisa merasakan sakitnya rahangku. Aku mengingat kembali alasan mengapa aku disini. Oh, Adam memukul ku.

"A..aku minta maaf, Kay. Itu seharusnya bukan buat kamu. Astaga. Aku bodoh."

"Ya! Kamu bodoh!" Bentakku. Menahan sakitnya rahangku. "Kenapa kamu datang main pukul begitu?"

"Kay, dia peluk kamu tadi. Apa kamu pikir aku nggak cemburu?"

"Dam, kamu punya mulut. Kamu bisa tanya apa yang terjadi. Jangan asal pukul. Kamu kira, orang-orang akan terkesan liat kamu pukul Ray?"

"Aku nggak mau buat orang terkesan. Aku mau melampiaskan ke marahanku. Dia bajingan."

"Aku yang salah. Aku yang peluk dia duluan."

"Kamu apa?"

"Aku peluk dia duluan." Ulangku.

"Kay, ka..kamu peluk dia? Buat apa?"

Aku menghela nafas panjang. "Itu cuma peluk, Dam. Aku nggak pergi dan tidur sama dia atau apa pun semacamnya."

"Ya, aku juga nggak tau kamu ngapain di apartemen waktu itu."

Aku menatapnya tak percaya. "Jadi kamu selama ini pikir, kalau aku dan dia berbuat hal semacam itu? Tega banget pemikiran kamu, Dam."

"Aku cuma menerka."

"Seharusnya kamu lebih pintar untuk menerka, Adam. Aku bukan orang yang gampang memberi suatu hal yang sangat berharga di dalam diri aku. Kamu bilang begitu, seakan-akan aku cewek yang gampang di tidurin banyak cowok."

"Kay, nggak gitu maksud aku. Kita lupain, ya?"

"Aku mau pulang." Aku memalingkan wajahku ke arah lain.

"Aku antar."

"Aku bisa pulang sendiri." Aku akhirnya turun dari tempat tidur klinik dan berjalan keluar menuju pintu. Sesampainya diambang pintu, aku berkata, "Terimakasih pukulannya." Setelah itu aku meninggalkannya.

Aku berjalan melewati lorong klinik ini. Di ujung lorong aku melihat ada Ray. "Kay?" Sapanya dari jauh. Aku terus berjalan. "Lo udah baikkan?" Tanyanya ketika kami hampir berpapasan. Tapi aku hanya diam saja dan melanjutkan jalanku. Aku berjalan hingga melewatinya. Tiba-tiba tangannya menahan langkahku.

"Lepasin!"

"Lo kenapa?"

"Gue mau pulang."

"Ya udah, gue antar ya?"

Aku menggeleng. "Nggak. Gue pulang sendiri."

"Kok lo jadi marah sama gue sih, Kay?"

"Soalnya gue capek berurusan sama kalian berdua. Argh! Kalian aja yang pacaran! Gue nggak mau terlibat lagi." Ucapku jengkel. Aku pun keluar dan mencari taksi.

***
Sesampainya di depan rumah, aku melihat Ian sedang duduk didepan teras. Dia berlari menghampiriku. "Kell?"

"Ian."

"Lo kenapa?"

Aku menggeleng. "Nggak apa-apa."

"Apanya yang nggak apa-apa? Muka lo bonyok gini."

"Gue nggak apa-apa, Ian. Stop bertingkah seakan-akan lo peduli, oke?" Aku melanjutkan jalanku. Tapi dengan cepat, Ian memegang lenganku.

"Lo kenapa sih?"

The ChosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang