"Nancy!" Panggilku dengan panik ketika melihat dia sedang menangis di kursi panjang.
"Kay!" Ia langsung memelukku. "Aku nggak tau kalau dia berhenti minum obatnya. Dokter baru kasih tau aku tadi." Jelasnya.
"Astaga." Itu satu-satunya kata yang bisa aku ucapkan saat ini.
"Kayla..." Panggil seseorang dari belakangku. Nyonya Sawyer ditemani dengan suaminya. Ia mendekatiku dan memelukku.
"Setelah kamu pulang kemarin, saya dan Adam berargumen. Saya sama sekali nggak tau kalau dia begitu mencintai kamu. Saya terlalu egois dengan kemauan saya sendiri. Saya cuma mau dia mendapatkan yang terbaik dalam hidupnya. Tapi justru saya sendiri yang merenggut hal terbaik selama hidupnya. Dan itu kamu. Maafin saya."
Aku menggeleng dan tersenyum. "Maaf, nyonya. Kata maaf itu seharusnya untuk Adam." Aku masih tak bisa memanggilnya 'tante'. Dengan caranya berpakaian membuatku harus bicara sebaku mungkin.
"Sudah dari jam 3 pagi dini hari dia dirawat. Dan kondisinya masih belum stabil. Kondisinya nggak pernah separah ini. Aku benar-benar cemas." Jelas Nancy sambil menangis.
"Kita semua cemas, Nan." Ucapku.
Ian dan Emily menungguku di mobil. Aku harus memberi tau mereka kalau aku akan bermalam disini. "Aku permisi sebentar." Pamitku.
Aku keluar dan menuju mobil Ian. "Kalian pulang aja. Gue akan tetap diam disini sampai Adam sadar."
"Lo beneran nggak apa-apa, Kay?" Tanya Emily.
Aku mengangguk. "Iya." Jawabku. "Ian, tolong bilang mama, ya."
Ian mengangguk. "Kalau ada apa-apa lo telepon gue!" Ucapnya.
Aku mengangguk dan berlari masuk lagi ke dalam. Aku duduk disebelah Nancy. Kami sama-sama berdoa dan saling berpegangan. Kedua orang tua Adam juga telihat sangat-sangat gelisah.
20.56
21.15
Nancy pergi membeli kopi.22.45
Nyonya dan tuan Sawyer pulang. Mereka bilang akan menunggu di rumah.23.15
Nancy tertidur di sebelahku dengan posisi duduk.00.25
Dokter mengabarkan Adam telah bangun. Aku dan Nancy bangun. Menyiapkan diri kami dengan menggunakan pakaian hijau seperti seragam rumah sakit.Kondisi Adam sangat buruk. Matanya sedikit terbuka. Tak sepenuhnya. Tak bercahaya seperti biasanya. Nafasnya tak teratur. Ia perlu selang untuk membantunya bernafas. Dan beberapa kabel yang menempel didadanya. Adam tidak baik-baik saja. Rasanya aku sangat-sangat merindukkannya.
"Adam." Ucapku.
"Kayla." Ia mengucapkan namaku dengan berbisik. Tapi aku mendengarnya dengan sangat jelas.
Dia berusaha dengan keras menelan ludahnya. Dapat aku lihat usahanya. "Kamu nggak apa-apa, kan?" Tanyaki dengan bodohnya. Jelas dia kenapa-kenapa!
Adam tersenyum. "A..Aku nggak apa-apa." Ia seperti bicara dengan nafasnya. Seperti sudah tak ada kekuatan untuk bersuara. "Se..selamat ulang tahun, Kay."
Aku tersenyum dan mengalirkan air mataku. Aku tak sanggup melihatnya seperti ini. "Makasih, Dam."
"Kamu bisa ke kamar aku nanti. A..ada kado untuk kamu." Ucapnya.
"Adam, kamu nggak harus kasih aku apa-apa. Aku mau kamu sembuh, Dam. Hadiah terbesar ku." Ucapku.
"Aku nggak bisa janjikan kamu itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Chosen
Teen Fiction[COMPLETED] Hey, aku Kayla Kingsley. Aku adalah perempuan biasa yang mengharapkan cintanya dibalas oleh sahabat baiknya sejak kami TK. Aku hidup terbiasa tanpa seorang ayah yang menemani hari-hariku selama 17 tahun. Davian Kennedy adalah sahabat yan...