That's my favorite cover, ever. He's Ray West!
------
Sekolah jauh lebih berbeda dari pada sebelumnya. Jika berpapasan dengan Ian, dia selalu memalingkan wajahnya. Dia membuatku merasa bodoh telah jujur padanya. Aku dan Adam baik-baik saja. Dia sudah tak pernah menghubungiku lagi. Kalau bertemu kami hanya tegur sapa. Setelah itu, ya selesai.
Aku dan Ray semakin dekat. Aku sadar semenjak hadirnya Ray, aku tak pernah tinggal di rumah. Ray selalu mengajakku keluar. Entah menonton, jalan-jalan atau hanya sekedar makan. Ray tak pernah berubah dari awal kita bertemu. Mungkin perlu aku ralat, Ray belum berubah. People change.
Mama belum tau akan pulang kapan. Karena mama bilang banyak pasien yang harus diurus disana. Di rumah sangat sepi. Sesekali tante Lyla main ke rumah untuk melihat keadaanku, lalu melapor ke mama. Jika aku main ke rumahnya, aku harus memastikan kalau Ian sedang tak ada di rumah. Karena aku tak mau bertemu dengannya.
"Kay?" Ray menyadarkanku dari lamunan. "Lo mau kentang goreng atau enggak?" Tanyanya. Kami sedang menonton film baru di apartemen Ray.
"Um, ya boleh. Mau gue bantu buat nggak?"
"Tapi janji satu hal." Ucapnya. Aku menatapnya heran. "Jangan buat kentangnya gosong." Ia memberiku mimik memohon dengan tampang yang sangat lucu. Aku tak dapat menahan tawaku.
"Ray! Chill. Itu cuma kentang. Kalau gosong nggak usah di makan." Ucapku.
Ray menuangkan minyak kedalam wajan dan aku mengeluarkan kentang beku dari kulkas. Kami tim yang hebat. Sambil menunggu minyak panas aku menyandarkan bokongku pada ujung wastafel. Aku menghela nafas panjang.
"Kenapa?" Tanya Ray. Aku menggelengkan kepala ku. "Lo bosen ya jalan sama gue?"
"Ha? Enggak. Lo itu orangnya asik kok, Ray. Cuma ya gitu..."
"Kenapa?"
"Nyebelin."
"Eh? Nyebelin? Lo mau gue goreng? Mumpung minyaknya mulai panas."
"Tuh kan. Galak. Udah sini gue masukin kentangnya." Akhirnya aku memasukan kentang beku itu ke dalam minyak yang panas. Percikan minyak panas menculat ke telapak tanganku. "Aw!" Teriakku.
Ray yang sedang sibuk dibelakangku tiba-tiba bertanya, "Kenapa?" Ia langsung melihat ke tanganku. "Astaga." Ia langsung buru-buru menarik tanganku dan menyalakan air di wastafel. Setelah itu mengeringkan tanganku dengan bajunya.
"Ssshhtt." Aku mendesah kesakitan. Dia mencium bagian merah yang terkena minyak panas tadi. Aku tak dapat berkata-kata. Hanya menatap matanya yang sedang menatapku. "Gue udah nggak apa-apa, Ray. Thanks." Ucapku.
Ray tersenyum dan menggenggam tanganku. Aku menggigit bibir bawahku, menahan rasa grogi karena tatapannya yang tajam seperti elang, namun lembut seperti kelinci. Dia menarik daguku perlahan hingga aku tak lagi menggigit bibirku. Mendekatkan wajahnya padaku. Aku mundur selangkah. "Kentangnya nanti gosong, Ray." Ucapku.
Aku membalik-balikan kentang itu, sedangkan Ray mengambil piring. Tadi hampir saja aku berciuman dengannya. Bukannya tak mau, hanya saja aku tak yakin.
Akhirnya kami menonton film dengan kentang hangat dan soda dingin. "Lo buat gue semakin gendut, Ray." Ucapku.
"Nggak apa-apa. Yang penting lo sehat."
"Ada berapa ya cowok di dunia ini kayak lo?"
"Maksud lo?"
"Cowok yang bilang itu ke cewek gendut. Ian aja selalu menghina gue dan selalu suruh gue diet biar gue kurus. Lo tau nggak, gue dulu niat banget diet biar bisa masuk daftar cewek yang akan Ian kejar. Tapi ternyata gue cuma dianggap temannya aja."
Ray tertawa. "Lo nggak gendut kali, Kay. Lo mau sekurus apa? Ini badan kan udah proposional."
Aku mengangkat kedua bahuku. "Nggak tau deh. Gue nggak peduli berat badan lagi. Mau ada yang suka atau nggak suka juga terserah."
"Iya, lo nggak harus berubah, Kay. Kalau dia emang suka sama lo, ya dia harus bisa terima lo apa adanya. Contohnya gue, gue suka lo apa adanya."
Aku diam. Kentang goreng masih menyangkut diantara gigiku. Aku langsung mengunyahnya dengan cepat. "Eh, kok filmnya sih yang nonton kita?" Aku langsung melihat ke televisi.
"Lo nggak suka sama gue ya, Kay?" Tanyanya.
"Ya ampun. Itu kenapa sih anaknya nangis?" Tanyaku untuk mengganti topik.
"Kay, itu dia lagi hilang. Itu jelas. Gue kira lo suka sama gue." Ucapnya.
"Ray, gue lagi nggak mau ngebahas soal ini. Gue sangat-sangat berterimakasih lo suka sama gue. Gue juga nggak tau gimana perasaan gue ke elo."
Ray diam. Ia memainkan jemariku yang terletak diatas pahaku. Ponselku diatas meja berdering. Aku meraihnya. Nama Hans tertera dilayar. "Halo?"
"Kayla. Kamu di mana?"
"Di rumah teman. Kenapa?"
Dia batuk sebelum menjawab pertanyaanku. "Papa mau bertemu kamu."
"Aku nggak bisa. Dan nggak akan pernah bisa." Aku langsung mematikan sambungan.
Ray masih melihatku dengan penasaran. "Siapa?" Tanyanya.
"Mantan suami nyokap gue."
"Mantan suami? Bokap lo?"
Aku menggeleng. "Bukan."
"Hmm. Gue nggak ngerti, Kay." Ucapnya sambil menggaruk-garuk kepalanya.
Aku juga tak tau harus menceritakannya dari mana. "Begini, dia menikah sama nyokap gue dulu. Ketika gue masih berumur 6 bulan, dia pergi meninggalkan tanggung jawabnya. Dia kembali lagi setelah belasan tahun dan sekarang dia mengharapkan gue untuk menganggap dia sebagai bokap gue."
Ray mendengarkanku dengan seksama. "Lo tau kan kalau cara lo itu salah?"
"Cara gue salah? Enggak. Dia pantas dapat itu. Dia pantas dicampakan anaknya."
Ray menggeleng. "Kay, dia pasti punya alasan kenapa dia meninggalkan tanggung jawabnya. Apa lo tau alasan dia apa?"
Aku mengangguk. "Karena dia cuma memikirkan dirinya sendiri." Jawabku.
"Itu bukan alasan, Kayla. Kenapa lo nggak coba dengarkan penjelasan dia dulu? Lo juga akan jadi orang tua loh, Kay. Apa yang terjadi kalau yang dialami bokap lo, terjadi sama lo?" Aku diam. Tak berani menjawab. "Selagi masih ada kesempatan, Kay. Lo nggak mau menyesal dikemudian hari kan?"
Kali ini aku meraih ponselku lagi, dan mencari namanya dikontakku. Dan menghubunginya. "Halo, kamu mau ketemu dimana?" Tanyaku. Ray terlihat terkejut mendengarku memanggil Hans 'Kamu'. Dia lalu memberi isyarat padaku untuk lebih sopan padanya. Tapi aku menolaknya.
"Sayang, kamu mau ketemu?"
"Iya, mau ketemu dimana?"
"Kita ketemu di mc donald dekat sekolah kamu aja ya? Papa sedang disekitar sini." Ucapnya.
"Ya." Aku langsung mematikan sambungan itu. Suaranya begitu lemah.
"Kay, lo mau gue temenin?" Tanya Ray. Aku mengangguk dengan senang hati. "Gue ganti baju dulu. Mau ketemu calon mertua, harus rapi." Ucapnya.
"Apa?" Tanyaku. Dia langsung beranjak berdiri tanpa menjawab pertanyaanku.
---
I never thought it would be this far. Hehehe. I just added a new cast. Go check it out. He's a model from Brazil. You can check it on google though.
I hope you like those parts I've made.
Please Vote and Comment...
I really, really, really appreciate it!
-Chacha Roslan
KAMU SEDANG MEMBACA
The Chosen
Teen Fiction[COMPLETED] Hey, aku Kayla Kingsley. Aku adalah perempuan biasa yang mengharapkan cintanya dibalas oleh sahabat baiknya sejak kami TK. Aku hidup terbiasa tanpa seorang ayah yang menemani hari-hariku selama 17 tahun. Davian Kennedy adalah sahabat yan...