Part 20; Voicemail

171 13 3
                                    

Aku terbangun dari tidurku. Melihat langit-langit kamar yang berwarna putih pucat. Sudah tiga hari aku diam dikamar dan mematikan ponselku. Aku tak mengerti kenapa sesakit ini melihat Ray dan Emily bercumbu waktu itu.

"Kay?" Ucap mama dari depan setelah mengetuk pintu. "Ada Davi." Aku tak menjawab panggilan mama. Aku juga menghindar dari Ian. Lebih tepatnya aku menghindar dari dunia ini.

"Kell! Lo jangan kayak gini dong. Seenggaknya cerita sama gue." Ucapnya dari balik pintu. "Lo kenapa?" Aku tak menjawabnya lagi. Ian belum tau masalah aku, Ray, dan Emily. Aku juga tak berniat menceritakannya.

"Lo keluar sekarang atau nggak gue dobrak pintunya!" Dia teriak.

Aku yakin dia sangat yakin dengan apa yang ia ucapkan. Jadi aku menyerah dan membuka pintu. "Kelly!" Ian langsung memelukku. Tangisku pun pecah dalam peluknya. "Kenapa?"

"Gue laper." Ucapku.

"Kell! Jangan bercanda ah! Lo kenapa?"

"Gue laper! Awas ah, gue mau makan." Bentakku. Aku tak mau menceritakan apa yang ku alami dengan Ian. Karena aku rasa ia tak perlu tau.

***
Aku membalik-balikan halaman majalah sedangkan Ian memainkan gitar kesayangannya. "Kay."

"Hmm?"

"Kenapa waktu prom lo cepet banget pulang?" Tanyanya. Dia berhasil membuatku mengingat hal itu lagi. Argh!

"Nggak enak badan." Jawabku.

"Bohong. Pasti karena Ray kan?"

Aku menatap matanya yang sedari tadi menatapku juga. "Lo tau dari mana?"

Dia mengangkat kedua bahunya dan memetik gitarnya. "Emily. Dia nangis-nangis dateng ke gue. Dan dia cerita semuanya."

"Oh, dia." Ucapku dengan nada tak suka.

"Dia mabuk, Kell. Mungkin dia nggak sadar kalau itu Ray."

Aku menutup majalah yang aku pegang. "Ian, gue kesini bukan untuk bahas itu." Ucapku yang langsung beranjak berdiri. "Gue mau pulang." Ucapku lagi.

"Kell!" Panggil Ian ketika aku keluar dari pintu. Tapi aku tak mempedulikannya aku tetap berjalan menuruni tangga dan menuju pintu keluar.

Baiklah, kali ini aku menyesal keluar rumah Ian. Ray sudah menungguku di teras rumah. Aku melambatkan langkahku. Ray pun mengejarku. "Stop!" Ucapku sebelum ia mendekatiku dengan jarak yang sangat dekat.

"Kay, tolong maafin gue." Ucapnya.

"Bukan salah lo. Tapi salah gue. Nggak seharusnya gue percaya sama cowok nakal kayak lo." Ucapku. Tatapannya menggambarkan ketidak percayaannya pada kalimatku tadi. Dan kini, aku ingin sekali menarik kalimatku kembali.

"Ya, gue emang cowok bejat, Kay. Kalau lo pilih Adam sebagai pacar lo, gue ngerti." Dia pergi dengan langkah terburu-buru. Tiba-tiba langkahnya terhenti. "Gue... Gue sayang sama lo, Kay." Aku melihat matanya yang berkaca-kaca. Dengan cepat ia memalingkan wajahnya dan masuk ke mobil.

Aku benar-benar merasa bersalah padanya. Ray sempat berpikir kalau aku dapat melihat sisi baiknya dan tak peduli apa yang orang pikirkan tentangnya. Tapi kini, aku sama saja dengan semua orang disekitarnya. Dan itu bukan hal baik, kan? :(

Aku memutuskan untuk masuk rumah dan menyalakan ponselku. Aku menyalakan voice mail.

"Hey, Kay! Lo harus tau kalau semua yang terjadi itu bener-bener salah paham aja. Gue sayang sama lo. Lo harus tau itu, okay?" Suara Ray terdengar jelas ditelingaku.

"Kay, gue coba telepon lo, tapi nomor lo nggak aktif. Gue minta maaf yang sebesar-besarnya. Gue nggak sadar sama apa yang gue lakuin. Kalau lo terima pesan ini gue harap lo mau maafin gue dan hubungin gue segera. Gue tadi ke rumah lo, tapi kata mama lo, lo lagi tidur. Sekali lagi, maafin gue." -- Emily.

"Kay??? Lo kemana sihh???? Astaga! Gue panikk! Hubungin gue kalau nomor lo udah aktif!" -Adam.

Sekarang aku melihat ke kotak pesanku.

Adam : Kaayyyy! :(

Adam : lo kmna sihh???

Adam : Kangenn bangett :(

Ray : Kay, maafin gue....

Ray : gue mau ketemu sama lo

Tak ada pesan singkat yang ku balas, dan tak ada siapa pun yang aku hubungi. Aku bingung dengan perasaanku kini.

-------------

FYI, habis ide. Nggak tau mau tulis apaa. Mungkin akan nggak tulis dulu, karena banyak ulangan.

Kalau ada ide, tolong kasih comment! And don't forget to Vote!

Every votes are mean a lot for me!!

Oh yaaaaa, Trailernya lagi di kerjain loh! Hehehe
Di tunggu ya....

I love you, Guyss! ❤️❤️

-Chacha Roslan

The ChosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang