Part 30; Regret

154 12 2
                                    

Aku duduk disini. Menatap lurus ke sebuah peti putih dengan rangkaian bunga-bunga diatasnya.

Adam di dandani tadi, sebelum ia dimasukan ke tempat istirahat terakhirnya. Seakan-akan ia akan bangun dan menjalankan aktivitas seperti biasa. Meneleponku, mengirimku pesan selamat pagi, selamat malam, selamat tidur. Seakan-akan ia akan menjemput dan mengantarku besok. Seakan-akan, ciuman itu bukan ciuman terakhir kami.

Kenapa penyesalan selalu datang belakangan?

Aku tak pernah mencintainya dengan benar. Seperti ia mencintaiku. Cinta begitu tulus dan sempurna. Kenapa aku harus memikirkan orang lain ketika yang aku miliki sudah lebih dari cukup? (Yang aku maksud adalah Ray.)

Semua usahanya hanya untuk membuatku bahagia. Tapi apa yang aku lakukan? Tak menghargainya sama sekali.

"Apakah ada ucapan terakhir?" Tanya seseorang yang memimpin doa untuk Adam.

Beberapa orang berdiri. Seperti Sahabat-sahabatnya dan juga Jenny. Aku tak berani berdiri. Aku tak kuat untuk mengucapkan apa yang ingin aku ucapkan.

Aku memegang tangan Emily erat. Bersandar dibahunya dan menangis. Aku pikir air mataku telah habis. Aku dapat merasakan bengkaknya mataku.

Setelah selesai pemakaman, Ray muncul dari balik pohon. Menghisap rokoknya. Aku memilih untuk pergi dan meninggalkannya. Dia tak menahanku kali ini.

Ketika berjalan ke mobil, Nancy menghampiriku. "Kay!" Sapanya.

"Hey, Nancy."

Dia memberiku kotak berwarna pink yang lumayan besar dan flashdisk. "Aku yakin ini untuk kamu." Ucapnya.

"Apa ini?" Tanyaku.

Nancy mengangkat kedua bahunya. "Nggak tau. Tapi kamu bukanya di rumah aja, ya?"

Aku mengangguk dan memeluknya.

***

Aku membanting diriku diatas tempat tidur. Aku tak bisa menangis lagi.

Tiba-tiba aku tertarik untuk membuka kotak pink dari Adam. Ketika aku membukanya, ternyata itu sweater rajut berwarna cokelat dengan inisial K. Dan ada tanda jantung juga. Aku sangat menyukainya.

Bau Adam dapat tercium di sweater ini. Aku mulai merindunya. Terdapat surat juga di dalam kotak itu.

Dear Kayla Kingsley,

Selamat ulang tahun.
Semoga di umur kamu yang ke-18 ini kamu jadi lebih dewasa lagi.
Semoga lulus sekolah tahun ini.

Kay...
Aku sayang banget sama kamu. Entah udah seberapa bosan kamu dengar kalimat itu, tapi aku sama sekali nggak pernah bosan mengucapkannya.

Aku bukan lelaki sempurna, Kay. Kamu yang buat aku merasa kalau aku sempurna.

Aku harap kamu suka sama hadiahnya. Itu bahan rajutan asli, meskipun bukan aku yang rajut. Tapi aku berani jamin, rasanya hangat waktu kamu pakai. Rasanya kayak aku lagi peluk kamu.

Pokoknya, selamat ulang tahun, Sayang. I love you.

Love,
Adam Sawyer

Air mata menetes lagi dipipiku. Andai aku bisa memeluknya sekarang.

Aku mengambil laptopku dan membukanya. Merasa sangat penasaran dengan isi dari flashdisk yang diberi Nancy tadi.

Memulai membuka satu-satunya data yang terdapat didalamnya. Data itu sebuah video.  Aku membukanya.

Adam duduk diatas kursi yang aku yakin itu terdapat di kamarnya. Karena aku pernah melihat itu.

Dia tersenyum ke arah kamera. Demi apa pun, aku berani bersumpah aku merindukan senyuman itu. Meski pun bibirnya sedikit kering dan pucat disana.

"Hey, Kay. Sekarang jam..." Dia melihat ke arah jam tangannya. "11.25 dan ini belum ulang tahun kamu. Tapi aku mau ucapin Selamat ulang tahun! Aku cuma takut aku nggak bisa ucapin tepat waktu ke kamu."

Dia tersenyum lagi. "Aku mau kamu tau kalau aku sayang sama kamu, entah apa pun yang telah terjadi diantara kita.

Ingat waktu pertama kali kita ketemu kan?
Ingat drama yang pernah kita perankan, kan?
Kadang aku ketawa sendiri kalau ingat-ingat itu.
Ngomong-omong, kamu loh alasan kenapa aku betah di DHS.

Kamu mengajari ku untuk melawan rasa takutku atas sentuhan. Dan itu berhasil.

Aku tau, aku benar-benar bodoh sama-samain kamu dengan Laura. Tapi semua perasaan aku ke Laura udah pudar. Sekarang semua tentang kamu, Kay." Adam terbatuk diakhir kalimatnya.

"Aku nggak tau aku masih sempat atau engga, untuk kasih kamu video ini. Kalau pun engga, aku akan titipkan ke Nancy.

Oh, tentang Ray. Aku memang sama sekali nggak suka sama dia. Tapi..." Ia batuk lagi. "Tapi entah kenapa ada keyakinan di dalam diri aku, kalau dia sayang sama kamu tulus. Aku benci untuk mengakui ini, tapi aku bisa lihat dari matanya.

Kay, kalau suatu saat aku kenapa-kenapa dan Ray akan bertanya sesuatu yang pernah dia tanyakan  ke kamu, aku harap jawaban kamu beda kali ini. Aku berusaha untuk ikhlas. Kalau kamu mau sama Ray, nggak apa-apa. Aku nggak keberatan. Tapi kalau ternyata aku baik-baik aja, lupain ucapan ku yang tadi. Oke?"

"I love you, Kay. Forever and always." Batuk Adam lebih parah. Dia memegang dadanya dan terlihat terasa sakit sekali. Ia akhirnya menghentikan rekamannya.

Aku tak berhenti menangis. Dia masih sempat-sempatnya bilang merelakan ku untuk Ray? Dia pikir aku barang?

***

Aku belum keluar kamar setelah pulang dari pemakaman. Mama terus mengetuk pintu kamar. Seperti 5 menit sekali. Dengan kalimat yang sama 'Kay, ayo makan. Nanti kamu sakit.' Tapi aku tak menjawabnya.

Aku hanya berbaring diatas tempat tidurku. Menatap langit-langit, melihat pesan singkat aku dan Adam yang masih tersimpan di ponselku, mengingat kenangan. Aku tak pernah menyangka kalau aku akan pacaran dengan lelaki nakal yang sangat populer di sekolah.

Aku memeluk erat boneka yang pernah Adam berikan ketika tepat sebulan kami pacaran. Boneka putih unicorn dengan bulu-bulu yang sangat halus.

Pintu terketuk lagi. "Kay, ada teman kamu."

Aku diam.

"Sayang, keluar sebentar aja."

Aku masih diam.

"Kay..." Terdengar suara lelaki di luar. Dan aku tau persis itu suara siapa. Ray. "Tolong jangan kayak gini." Ucapnya.

Aku memeluk boneka lebih erat dan erat.

***

Aku keluar kamar ketika mama sudah tidur. Melihat bintang. Seperti yang dikatakan Adam. Dia adalah bintang pertama yang aku lihat. Bintang yang pertama aku lihat adalah bintang yang paling terang.

"Adam..." Gumamku.

The ChosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang