Part 23; Before

144 14 0
                                    

Ray *PoV*

Hari ini gue memutuskan untuk ke rumah sakit setelah gue menelepon Kayla. Dia bilang Adam sakit, jadi sekalian aja gue jenguk Adam. Bagaimana pun, dia tetap teman gue.

Gue tau banget dimana rumah sakit yang merawat Adam. Dia selalu dirawat di rumah sakit miliknya sendiri. Jadi akhirnya gue memutuskan untuk pergi kesana. Gue juga kangen sama Kayla.

Setelah sampai, gue nggak sengaja bertemu Nancy di apotek. "Nancy? Apa kabar?"

Dia tersenyum. Dia semakin cantik. "Hey, Ray. Baik kok. Lo apa kabar?"

"Baik juga. Gue denger Adam dirawat ya? Kamar nomor berapa?"

"Iya, biasalah penyakitnya kumat. Dia dikamar 277, lantai 4." Jelasnya.

"Oh, oke. Makasih, Nan." Kata gue. Gue pun meninggalkan dia yang sedang menunggu obat.

Nggak begitu susah mencari kamarnya. Karena sangat dekat dengan lift. Dari jendela pintu, gue bisa liat ada Kayla disana. Mereka mengobrol bersama.

Gue memutuskan untuk membuka pintu. Ketika gue buka pintu sedikit saja, gue bisa dengar Kayla bilang, "Jahat banget sama pacar sendiri."

Gue melangkah mundur. Ternyata Kayla udah memilih Adam sebagai kekasihnya. Hati gue seketika hancur.

Andai aja malam itu nggak pernah terjadi. Pasti Kayla akan mempertimbangkan pertanyaan Adam dan akan memilih gue. Gue bodoh banget karena nggak berjuang lebih keras untuk mendapatkan Kayla.

Ini kedua kalinya gue benar-benar jatuh cinta sama seorang perempuan. Sisanya cuma main-main aja. Gue sama sekali nggak pernah mau merusak Kayla. Itu benar-benar jauh dari pikiran gue.

Gue rela mencoba untuk nggak merokok didekatnya. Karena gue tau, asap rokok nggak baik.

***

Me : Kay, gue mau ketemu.

Kayla : Dimana?

Me : Rumah lo?

Kayla : gue nggak mau ketemu lagi sama lo

Kayla : jangan ganggu gue lg, Ray!

Me : Maaf.. Untuk terakhir kalinya aja, gue mau ketemu sama lo.

Kayla : yaudah, gue lg nggak di rumah. Tapi lgi dket apartemen lo, ketemu disana aja.

Me : Perfect.

Gue menunggu Kayla sambil menghisap rokok. Gue inget pertama kali Kayla kesini. Karena dia mau kabur dari masalahnya.

Gue senang banget waktu dia memutuskan untuk menginap disini. Ketika pagi datang, gue nggak berhenti melihatnya tertidur diatas ranjang gue. Dia cantik, polos, lucu.

Pertama kali gue liat dia di kedai kopi yang biasa kunjungin, dia terlihat sangat frustasi. Sebenarnya gue nemu satu meja yang kosong di pojokan, tapi gue benar-benar mau kenalan sama Kayla.

Ketika dia menyebut namanya, ternyata dia adalah perempuan yang Adam ceritakan waktu terakhir gue ketemu dengannya pada saat itu. Gue nggak heran kenapa Adam bisa jatuh cinta segila itu, karena kini gue mengalaminya. Gue tau, ini seakan-akan menusuk teman dari belakang, tapi gue juga nggak bisa membohongi perasaan gue.

Tiba-tiba pintu terketuk, gue yakin itu Kayla. Gue mematikan rokok dan menuju pintu untuk membiarkan dia masuk. Dia berdiri dihadapan gue, mengenakkan celana panjang dan kaos hitam. Sederhana namun sangat istimewa. "Kay." Gue pun memeluknya erat. Entah kapan lagi gue bisa memeluknya seperti ini.

"Ada apa?" Tanyanya dengan ketus.

"Masuk dulu deh, Kay."

"Gue disini aja. Gue nggak bisa lama-lama." Ucapnya.

Gue menghela nafas panjang. "Gue nggak bisa kehilangan lo. Lo kenapa sih nggak bisa maafin gue?"

"Ray, udah lah. Gue udah maafin lo kok. Cuma gue belum melupakan hal itu aja dan masih sangat-sangat kesal."

"Maka dari itu lo pilih Adam jadi pacar lo?"

Ada mimik tekejut diwajahnya. "Lo tau dari mana?"

"Nggak penting, Kay. Yang penting sekarang gue sayang sama lo, dan nggak bisa jauh-jauh dari lo."

Dia menundukkan kepalanya. "Gue... Gue benci sama lo." Ucapnya dengan suara tangis.

"Lo liat gue sekarang." Dia masih menunduk. "Kay, liat gue dan bilang itu ke gue." Dia masih diam dan menunduk. "Lo punya rasa yang sama kan kayak gue?" Lagi-lagi dia diam dan menangis.

"Gue...arghhh!!" Dia langsung berlari menjauh.

"Kay!" Gue pun mengejarnya. Setelah berhasil mendapatkan tangannya gue pun memeluknya. "Kenapa harus bohongin diri lo sendiri, sih?"

"Gue nggak bisa, Ray. Gue nggak bisa." Ucapnya sembari menghapus air matanya. "Biarin gue pergi, tolong. Lo pasti bisa temuin yang lebih baik dari gue."

"Gue.." Belum sempat melanjutkan kalimat, dia berlari lagi.

Sial! Gue yakin dia juga punya perasaan yang sama kayak gue.

***

Entah semakin memburuk atau semakin membaik. Gue belum bisa melupakan Kayla sampai saat ini.

Gue kayak orang gila. Setiap hari mengikuti dia kemana pun dia pergi. Menyamar sebagai orang lain agar melepas kangen ini. Tapi itu sama sekali nggak mengobati luka. Setiap dia bersama Adam bercanda dengan mesra. Gue berani sumpah, gue berharap gue yang lagi dihadapan dia sekarang.

Gue tau ini membunuh gue secara perlahan, tapi melupakan dia juga membunuh gue. Jadi apa bedanya?

The ChosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang