Perempuan itu mungkin sudah terlelap dari tidur siangnya kalau saja ponselnya tidak berdering.
Devan : Cha, temenin gue nonton film mau gak?
Rissa mendengus. Sebelum menjawab, ia menguncir rambutnya asal lalu mengenakan jaketnya, karena sekarang ia menggunakan baju tanpa lengan dan malas untuk berganti baju.
Clarissa : Mau gak ya?
Tangan kanannya memasukkan ponsel itu ke dalam saku celana disertai dengan iringan langkah melesat pergi. Bundanya yang melihat Rissa akan keluar rumah, langsung menanyainya: "Mau ke rumahnya Devan lagi?"
Rissa menanggapinya dengan tersenyum tipis lalu mengangguk. Kendati kemudian, ia berjalan mendekat ke arah bundanya yang sedang duduk di sofa depan televisi.
"Devan minta ditemenin nonton film," ucap Rissa seraya mencium punggung tangan Emma. "Bentar doang, ya?"
Emma tersenyum jahil. "Nginep juga enggak pa-pa, Cha."
Rissa cemberut, dan entah mengapa ia jadi salah tingkah. "Apaan sih, Bun! Udah ah, Rissa keluar dulu. Dahh Bunda."
◾◾◾
"Jadi?"
"Nonton film horror?"
Rissa mengerutkan kening. "Tumben sih, nonton film. Enggak basket aja?" ia medudukkan dirinya di sebelah Devan. "Lo ngganggu kesempatan emas gue tau, gak."
Devan menyilangkan kakinya di atas sofa. "Males, tadi di sekolah udah," katanya. "Emang apa?"
"Gue mau tidur siang."
"Tidur di kamar gue aja sana. Gue cuman pingin liat lo aja."
Rissa meninju lengan Devan dengan semburat merah yang perlahan menjalar di pipinya. "Gak ah. Udah yuk, mau nonton apa?"
Devan terkekeh, lalu bangkit. Ia mencari vcd-vcd yang ia koleksi di laci lemari. Sebenarnya ini koleksi Dafa karena adiknya itu gemar menonton film. Hampir setiap Minggu ia mengajak temannya menonton film di rumah. Membuat Devan tidak karuan. Makanya Devan lebih memilih menghabiskan waktu liburnya dengan Rissa di tempat biasanya.
"Film baymax, tau? Seru Cha," Devan mengambil vcdnya dan langsung menunjukkan ke Rissa. Tentu saja dengan senyum yang amat lebarnya.
Rissa mengangguk setuju. "Gue bikin popcorn dulu." Rissa bangkit dan langsung berjalan ke arah dapur. "Oh iya, mau kopi sekalian enggak, Dev?" tanyanya lebih keras.
Devan yang sedang membersihkan vcdnya pun menelan ludah. Kopi. Minuman yang membuat penyakitnya tidak sembuh, selain minuman bersoda.
"Gue air mineral aja, Cha!"
◾◾◾
Pagi itu, Rissa dan Devan berangkat sekolah menggunakan sepeda. Banyak pasang mata yang memperhatikan mereka karena hanya mereka sendiri yang masih mau menggunakan kendaraan yang dikayuh itu.
Setelah memarkirkan sepeda di pojok pelataran parkiran, mereka pun berjalan sejajar. Namun, tiba-tiba Rissa menghentikan langkahnya ketika mau memasuki gedung sekolahnya. Tentu itu membuat Devan ikut berhenti.
"Kenapa?" tanya Devan dengan alis mata yang bertaut. Laki-laki itu tampak bingung.
Rissa yang mendengar pertanyaan Devan segera berbisik, "Gue mau ke perpus. Lo ke kelas aja duluan."
Devan mengangguk. Lalu mereka berjalan berbeda arah untuk menuju ke tempat tujuan masing-masing.
Singkatnya, Rissa ingin meminjam buku panduan yang berisi tentang cara membuat artikel. Hari ini ia seleksi klub koran, dan tidak mau tim klub menolaknya—karena hanya klub koran yang Rissa minati. Untung saat itu ia bertemu dengan Febrian, laki-laki itu yang membuat Rissa menjadi lebih siap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Involved
Teen FictionKatanya, jalinan sahabat antara laki-laki dan perempuan tidak ada yang benar-benar murni sebab salah satunya akan menyimpan perasaan, atau keduanya memang saling menyukai. Bagaimana dengan mereka? Adalah Devan dan Rissa yang sudah bersahabat dari k...