Terdengar suara klakson mobil yang menandakan kalau Febrian telah sampai di depan rumahnya. Sejak pengakuan Febrian di rooftop minggu yang lalu, Rissa tidak perlu repot-repot ke sekolah dengan berjalan kaki lagi karena sudah ada Febrian yang mau antar-jemput.
Itu bukan karena amanah Devan yang seperti memaksanya untuk melakukan ini, namun kemauan dirinya sendiri. Selain itu, sebagai rasa sayang Febrian ke Rissa dan Febrian membuktikannya.
"Pagi, Sa," sapa Febrian seraya membukakan pintu mobil untuk perempuan itu.
Rissa tersenyum lebar. Memperlihatkan deretan giginya yang putih nan rapi itu. "Pagi, Yan. Tumben pagian."
Febrian terkekeh. "Masuk dulu."
Rissa mengangguk sembari masuk ke dalam mobil. Kendati kemudian Febrian menutupkan pintu mobilnya, lalu memutari mobilnya untuk duduk di kursi pengemudi.
Perlahan, semuanya berubah. Rissa kini mulai bisa menerima semuanya dengan rela, itu didukung karena adanya Febrian yang selalu berada di dekatnya untuk menemani atau sekadar bertemu. Membuat Rissa bisa merasa lebih baik dengan kehadiran laki-laki itu.
Tidak heran jika anak-anak satu sekolah—terutama teman-teman seangkatannya—banyak yang menggosipkan kalau ada sesuatu di antara mereka. Mengetahui mereka selalu berangkat dan pulang sekolah bersama.
Beruntung tidak masuk koran smada. Jika sampai masuk, tak segan Febrian memprotes ke Meghna dan Faris. Meghna memang sulit dikalahkan, namun masih bisa jika Faris yang menjadi lawannya. Dan, Febrian lumayan dekat dengan Faris.
gara-gara grup chat line. Samuel membawa pengaruh baik, sebenarnya.
"Emang biasanya gue berangkat jam berapa?" tanya Febrian sambil menginjak gas—melanjutkan topik pembicaraan yang sempat terpotong tadi.
"Mepet bel."
"Masa?" Febrian tersenyum simpul. Matanya yang fokus melihat ke arah jalanan, masih sempatnya untuk melirik Rissa yang sedang duduk tenang di sebelahnya. "Liat apa?"
"Itu bukannya mobil Samuel ya?" tangan Rissa menunjuk mobil mini cooper yang tidak asing di matanya.
Alis Febrian naik satu. Sedikit tidak percaya kalau ternyata Rissa mengamati mobil sahabatnya itu. "Tumben berangkat pagi."
"Siapa?" Rissa menolehkan kepalanya ke Febrian.
"Samuel."
"Lo aja tumben pagi, Yan," tukas Rissa yang setelahnya ada intonasi jenaka dan ujung-ujungnya ia tertawa kecil.
"Iya lagi niat Sa, jadi pagi," Febrian mengacak-acak rambut Rissa gemas.
Keduanya secara sadar kini telah jatuh. Menciptakan gemuruh yang begitu hebat, dan kupu-kupu yang berterbangan yang menggelitiki perut.
"Mau gue anter sampe kelas?" tawar Febrian begitu mereka turun dari mobil. Kawasan parkiran masih sepi untuk pukul setengah tujuh. Anak smada terkenal banyak anak rajin, tapi tak memungkiri kalau ternyata siswa-siswanya gemar terlambat.
Rissa menggeleng. 'Enggak perlu Yan,' ujarnya. "Kelas lo sama gue juga enggak begitu jauh."
"Okay."
Saat mereka baru saja memulai untuk berjalan, tiba-tiba mobil yang mempunyai plat nomor khas masuk dengan tidak teratur. Rissa biasa saja, sedangkan Febrian sudah menggumam tidak jelas yang menandakan kalau ia menduga laki-laki yang berada di dalam mobil itu sering mengikuti balap liar. Kentara dari cara menyetirnya yang kadang ugal-ugalan.
"Kenapa?"
Febrian menengok ketika mendengar pertanyaan Rissa. Rupanya perempuan itu mendengar gumamannya. "Enggak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Involved
Teen FictionKatanya, jalinan sahabat antara laki-laki dan perempuan tidak ada yang benar-benar murni sebab salah satunya akan menyimpan perasaan, atau keduanya memang saling menyukai. Bagaimana dengan mereka? Adalah Devan dan Rissa yang sudah bersahabat dari k...