Involved [4] - Do i know you?

5.9K 434 7
                                    

Perempuan dengan tubuh tidak gemuk dan tidak kurus itu mengeratkan jaketnya. Rambutnya hanya dicepol sederhana dengan poni yang ia biarkan jatuh tak tertata di dahinya. Kakinya pun hanya dialasi sandal jepit yang sudah sedikit usang.

Hanya butuh beberapa langkah saja untuknya sampai di depan rumah Devan. Rumah besar dengan gaya mediterania dan halaman luas setelah pintu gerbang.

Dengan langkah cepat Rissa melewati gerbang dan lebih cepat lagi ketika melewati halaman. Ia tidak ingin menghabiskan waktunya hanya untuk berjalan di halaman seluas itu.

Senyum lebar menghiasi wajahnya ketika Mbok Ijah—pembantu yang bekerja di rumah Devan—membukakan pintu untuknya. Merasa kalau rumah yang dipijakinya sepi, buru-buru Rissa bertanya, "Mbok, Devannya ke mana?"

Mbok Ijah menjawab setelah membenarkan celemeknya. "Lagi main ps, Non, sama Den Dafa. Biasa."

Dalam hitungan detik, Mbok Ijah sudah tidak terlihat setelah sebelumnya sempat memberi isyarat ke Rissa kalau ia mau melanjutkan memasak dan menyuruh Rissa agar ke kamar Devan.

Sebelum ke kamar Devan, Rissa menuju ke tempat rak cemilan dan kulkas. Sampai sekarang ia masih heran, kubu milik Devan kosong, belum diisi dengan cemilan lagi. Sangat berbeda dengan kubu milik Dafa.

Alhasil ia hanya mengambil satu botol besar soda dari dalam kulkas.

"Mbok, Devan kok gak nyimpen cemilan lagi ya?" tanya Rissa akhirnya, daripada hanya memendam, seraya menutup pintu kulkas. Karena memendam rasa tidak enak. Untung saja hanya rasa penasaran.

Mbok Ijah yang sedang menghidangkan semangkuk sayur sop di meja makan sempat kaget. "Apa, Non?" tanyanya agar Rissa memperjelas pertanyaannya. Siapa tahu ia salah mendengar. Apalagi usianya yang hampir menginjak kepala lima ini.

"Kenapa Devan—"

"Kak Icha!"

Rissa menoleh, mendapati tubuh Dafa di salah satu anak tangga.

"Mau ketemu sama Bang Devan?" tanya Dafa kasual.

Rissa mengambil napas, mengurungkan niatnya untuk mengetahui tentang perihal kosongnya kubu cemilan Devan. Ia menatap Mbok Ijah seraya mengedikkan kedua bahunya dan menggeleng kecil, hingga Mbok Ijah kembali ke pekerjaannya.

Lalu perempuan itu beralih pada Dafa. Senyum simpul tanggapannya, dengan langkah yang menuju ke anak tangga. Kedua tangannya memegangi nampan—yang hanya berisi satu botol besar soda dan tiga gelas kosong. Akan tetapi, tidak lama kemudian—ketika Rissa sudah mendekati Dafa—Dafa merebut nampan itu dan membuat gelas kosong itu hampir jatuh. Rissa kaget, tetapi tidak marah karena ia tahu kalau Dafa hanya berusaha membantunya.

"Sori, Kak," sahut Dafa dengan menyengir. Rissa nampak memaklumi itu dan mereka pun menuju ke kamar Devan.

"Whoooo!" teriak Dafa sambil masuk ke dalam kamar kakaknya. Devan yang merasa terganggu hanya mendecih sebal. Namun, buru-buru ia menjeda bermain psnya ketika tahu kalau ada Rissa setelah Dafa masuk.

Rissa meletakkan nampan di atas meja yang berada di depan sofa yang Devan duduki. Saat sedang meletakkan nampan, tatapannya tak sengaja bertemu dengan tatapan Devan. Ia tersenyum canggung, lalu duduk di sebelah Devan.

"Mau main?" tawar Devan. Tak kunjung mendengar balasan dari Rissa karena Rissa sedang sibuk menyapu pandangan di setiap sudut kamar Devan yang sudah biasa dilihat, Devan beralih pada Dafa yang sedang mengacak-acak rambutnya di depan cermin. "Ngapain lo di sini lagi?"

"Ya lanjut main lah, Bang! 'Kan belum selesai," ucapnya sambil mendekat ke arah Devan dan duduk di sofa satunya. Tangannya yang jail mengambil joy stick dan mulai memainkan game yang sejujurnya itu bagian Devan.

InvolvedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang