Involved [18] - Examination

3.5K 235 12
                                    


Double update! Hope u enjoy it.

◾◾◾

Jumat pagi yang cerah menurut Rissa. Pagi yang buruk menurut Devan.

Tadi pagi, Devan dimarahi habis-habisan karena saat sarapan, Devan ketahuan kalau ia habis memukuli tembok. Tentu saja si comel Dafa yang memberi tahu kepada kedua orang tuanya. Ternyata anak itu semalam belum tidur, dan mendengar bunyi pukulan keras bak bunyi palu godam yang sedang memalu sesuatu di tembok serta ringkihan kesakitan.

Tetapi Devan tidak peduli. Di sepanjang omelan, ia malah sempat-sempatnya terkekeh dan tersenyum tipis. Membuat orang tuanya keki setengah mati. Devan selain harus check up sepertinya juga wajib untuk dibawa ke psikiater, siapa tahu kejiwaannya sudah tidak normal.

"Dev... tangan lo?" pertanyaan yang Rissa pendam dari awal bertemu Devan pagi ini.

Devan menempelkan jari telunjuknya tepat di bibir Rissa, yang membuat perempuan itu kontan terkesiap. "Jangan tanya soal ini...," bisiknya menusuk. "Dan jangan bahas apapun yang menyangkut sama hal ini."

Rissa mengangguk kaku. Nada bicara laki-laki itu seperti bukan Devan. Terdengar menyeramkan, buktinya membuat Rissa merinding sekaligus bungkam.

Omong-omong, mereka baru saja turun dari mobil. Parkiran sepagi ini, tentu saja sangat sepi. Jadi tidak ada yang mendengar secara sengaja ataupun tidak sengaja pembicaraan singkat Rissa dengan Devan.

Sambil Rissa berjalan sejajar dengan Devan—menuju ke kelasnya—perempuan itu menggigit bibir bawahnya. Ada sesuatu yang tidak beres, jelas itu mengusiknya. Rissa tidak bisa tenang lagi sekarang, karena ini seutuhnya menyangkut tentang Devan.

"Ha, Sa!" sambut Fay ceria ketika kedua orang yang terlihat begitu akrab sejak kecil tiba di kelas. Setelah menyapa Rissa, mata Fay beralih ke Devan, "Halo, Dev!"

Rissa tersenyum seadanya, "Hai juga, Fay."

Devan tidak menanggapi—malas meladeni—ia hanya mengangkat bahunya cuek.

Fay yang melihat tanggapan Devan dengan ekspresi ketidaksukaannya, mimik wajah perempuan itu berubah drastis. Ada sesuatu dalam diri Devan yang berubah, entah Fay yakin atau tidak, itu baru asumsinya saja. Tatkala ia tidak sengaja melihat tangan Devan yang terluka, di situlah Fay membenarkan bahwa apa yang dipikirkannya adalah kebenaran yang nyata.

"Tangan lo kenapa, Dev?" tanya Fay tanpa berpikir panjang.

Ah, sial, maki Devan dalam hati. Mengapa saat ia dan Rissa berangkat lebih awal dari biasanya harus berpapasan dengan jadwal Fay yang berangkat sepagi ini. Sesuatu yang mengherankan apabila perempuan itu memecahkan rekor kelas 'siapa yang berangkat paling pertama'. Dia 'kan biasanya berangkat sepuluh menit sebelum bel. Malah terkadang berpapasan dengan bel.

Rissa menyenggol lengan Devan ketika laki-laki itu tak kunjung menanggapi pertanyaan Fay. Devan sendiri sebelum menjawab menoleh sekilas pada kebaradaan Fay, tarnyata si Fay sudah duduk di bangkunya dengan wajah yang terlihat masih heran.

"Bukan urusan lo," ketus Devan.

Terdengar kalau Fay mendesah keras. Rissa sendiri langsung mengamati Devan. Tuh 'kan, laki-laki di sebelahnya sepertinya memang bukan Devan. Tapi Rissa tetap mencoba percaya pada Devan, tetap berusaha untuk berpikiran positif bahwa perubahan yang dialami Devan bukan suatu perubahan yang berdampak buruk dan terjadi relatif lama, itu bisa saja terjadi karena mood-nya yang sedang kacau ataupun perasaannya yang masih labil.

"Masa gitu doang gak dikasih tau, sih?" rupanya Fay masih bersikeras untuk bisa mendapatkan jawabannya. Terlalu kemal, kepo maksimal.

Devan mendecih, "Emang kalo gue kasih tau, lo mau apa? Bikin tangan gue seperti semula?"

InvolvedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang