Chapter 6 : Iron Man

193 24 8
                                    

Leo 10 tahun tidak bisa mengalihkan pandangannya dari acara TV yang sedang ditontonnya. Sebuah acara anak berjudul Avenger yang memperlihatkan para super hero dari marvel yang membela kebenaran dan memerangi kejahatan. Walaupun Spiderman terlihat paling tidak waras diantara semuanya tapi yang Leo sukai adalah sosok dengan baju besi berwarna merah, IronMan.

IronMan adalah Tony Stark, seorang playboy yang mempunyai kecerdasan yang tinggi dan mampu membuat senjata perang. Membuat Artifical Intelegent yang membantunya untuk menyesaikan semua pekerjaannya, Jarvis.

Diusia 8 tahun, Leo sudah kehilangan orang tuanya. Saat itu mereka sedang berlibur namun sesuatu yang tidak bisa diingatnya dengan jelas membuat orang tuanya menghilang. Leo tinggal bersama pamannya. Leo adalah anak tunggal, sehingga hanya dirinya saja ketika orang tuanya tidak ada.

Leo membayangkan jika saja dirinya seperti Tony Stark. Mampu membuat alat – alat yang canggih, mungkin ia akan membuat alat yang bisa menemukan orang tuanya. Leo percaya tidak ada yang tidak mungkin didunia ini dan dalam usianya yang masih 10 tahun, Leo sudah memutuskan apa impiannya. Yaitu bisa menjadi Tony Stark dan membuat alat – alat yang hebat. Tapi itu hanyalah sebatas khayalan. Leo hanyalah anak biasa yang dibuktikan dengan nilai 4 tertulis dikertas ujian Matematikanya.

Kimi berdiri mematung didalam kamar Leo, setengah alisnya terangkat. Ia tahu jika temannya ini memang sering mengkhayalkan IronMan namun ia kira itu hanya sebatas khayalan saja tapi ia salah. Temannya ini memang tergila – gila dengan super hero marvel itu. Cat dinding, handuk panjang yang terpasang, poster – poster bahkan kliping tentang Tony Stark. Leo sudah termasuk level maniak, pemuja sejati dan mungkin fanatik.

"Kau benar – benar memujanya" komentar Kimi sebari melihat lamari kaca yang isinya figure IronMan dengan berbagai skala dan model. Kimi sempat menghentikan matanya ketika melihat sebuah foto yang terselip dalam figure yang paling besar. Foto keluarga batin kimi.

"Iyalah, kau kira aku hanya berkhayal saja?" Leo tersenyum bangga dan masuk kedalam kamar "Ini pertama kalinya aku membawa teman masuk kedalam markas rahasiaku"

"Kau tidak pernah membawa temanmu sebelumnya?"

"No, mereka mengejekku dan mengatakan hal macam – macam tentang Tony ayahku. Jadi tidak ada gunanya aku berteman dengan mereka"

"Kasian" komentar Kimi. Leo melemparnya dengan bantal yang juga bergambar IronMan.

"Kau menghabiskan uang berapa banyak untuk semua figure ini?"

"Entahlah, aku tidak menghitungnya"

Kimi duduk dikursi belajar menatap anak didepannya

"Uangmu banyak tapi kau mintaku untuk membayar jajanmu"

"Ayolah, aku sengaja melakukannya. Agar uang jajanku bisa kutabung untuk membeli semua ini" jawab leo diikuti tawanya.

Kimi mendengus setelah itu mengambil laptop dari tasnya

"Ayo kerjakan tugasnya, ini harus dikumpul besok. jika hari ini tidak selesai, kau harus menginap dirumahku dan meninggalkan kandang IronMan mu ini"

"Aku tidak akan kemanapun, kau yang akan keluar dari kandangmu"

Bel rumah berbunyi, Kindy berdiri sembari melihat sekitar rumah, taman yang lumayan luas dan gerbang besi yang tinggi. Rumah Leo tidak seperti rumahnya yang berada dipusat kota. Rumah Leo berada di daerah dimana jarang sekali kendaraan sehingga keadaannya lebih dingin dan juga sejuk.

Kindy kembali menekan tombol bel dan saat itu pintu rumah terbuka. laki – laki paruh baya keluar, Kindy tersenyum ketika melihatnya. Itu adalah Pak Salim, penjaga rumah.

Tidak ada kata yang mampu diucapkan oleh Kindy ketika melihat kakak dan temannya yang dipanggil Lele dirumah tertidur dilantai. Dengan Laptop yang masih menyala memutarkan Film yang menjadi tugasnya, Keduanya terlihat tidur dengan damai.

Kindy memeriksa tugasnya dan ternyata belum sedikitpun mereka mengerjakannya. Tanpa pikir panjang Kindy mengambil bantal dan menghajar keduanya.

"Gak guna. Dasar otak cumi!"

Kimi terbangun dengan kaget, ia merangkak dan terinjak oleh Leo yang histeris dan langsung memasang kuda – kuda ala IronMan dengan wajah yang masih setengah tidur

"Serangan Ultron" gumam Leo

"Ultron dari hongkong, dasar teler!" teriak Kindy sembari melancarkan kembali serangannya. Leo terjatuh keatas tempat tidur. Menindih Kimi yang berusaha menghindar dari dirinya dan serangan Adiknya.

"Ampun" Gumam Kimi sembari menahan sakit dipunggungnya dan melindungi kepalanya

Leo beguling K.O. Kindy menyilangkan tangannya sebagai bukti kemenangan " Orang – Orang suram "


Melihat tingkah ketiganya, pak salim yang datang membawakan cemilan hanya senyum memperhatikan.

Pak salim sudah bekerja dalam keluarga ini sekitar 12 tahun, sehingga ia masih mengingat dengan jelas ketika Leo baru pertama kali datang kerumah. Ia terlihat tidak ingin berbicara dengan siapapun. Leo menyindiri dikamar sembari memandang foto orang tuanya.

Pak salim mencoba mengajaknya berbicara, tapi Leo selalu mengabaikannya seolah ia tidak mendengar apapun. Pak salim hanya menghela nafas. Kehilangan kedua orang tua diumur yang masih 8 tahun memang bukan sesuatu yang mudah. Ditambah lagi, ia kehilangan orang tuanya tepat didepannya, ketika sedang bermain bersama keduanya.

Leo duduk diruang tamu dengan wajah datar, ia duduk bersama pamannya. Pamannya memandang Leo dengan miris.

"Tersenyumlah" kata sang paman sembari menarik bibir Leo keatas

Leo membuang wajah, wajahnya masih terlihat sedih dan Shock.

"Kami masih berusaha untuk mencari ayah dan ibumu"

Leo tidak menjawab ia menoleh dengan wajah yang mengkerut ingin menangis

"Aku ingin bertemu lagi dengan mereka, Hiks"

Anak itu mulai terisak sang paman tidak bisa menahan diri untuk tidak memeluknya.

"Aku akan menemukan mereka"

Leo menangis seseunggukan

"Jangan menangis, anak laki – laki tidak boleh menangis. Bukankah ayahmu yang mengatakannya?"

Leo menganguk mengusapkan wajahnya pada baju pamannya, pamannya tertawa kecil sembari mengucek rambutnya dengan gemas

"Itu baru hebat"

Lamunan pak Salim buyar ketika Leo mengambil piring cemilan ditangannya

"Pak salim aku disiksa sama anak itu"

Adu Leo sambil menunjuk Kindy yang masih berdiri. Pak Salim tidak menjawab, ia hanya menyinggungkan senyumnya

"Itu karena dek Lele gak ngerjain tugasnya"

"Aku lelah pak " Leo menatap pak salim dengan wajah memelas, Kindy yang melihatnya ingin sekali membantingnya.

Pak Salim kembali mengukir senyumnya sembari menyimpan minuman diantara ketiganya. Kimi sudah duduk sembari memegang punggungnya sendiri, begitupun Kindy yang membantu membereskan tempatnya. Leo memakan cemilannya terlebih dahulu.

Pak salim pamit dan meninggalkan ketiganya. Ia bersyukur jika sekarang Leo tidak terlalu pendiam dan membunyai teman. Selain itu Leo sudah bisa menikmati hari – hari tanpa kehadiran orang tuanya.


School DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang