Lorong itu begitu sepi, sunyi dan tenang. Jam di dinding menunjukkan pukul 2 malam, tapi sofa tunggu ruang UGD masih di penuhi oleh orang-orang yang menanti kabar dari dokter yang menangani Viny.
Ting
Pintu lift terbuka dan keluarlah Bunda dan Ayah Viny. Tepat dengan datangnya kedua orang tua Viny pintu ruang UGD pun terbuka. Semuanya langsung berdiri.
"Dokter, bagaimana anak saya?"tanya Bunda kepada dokter. Dokter itu menatap Bunda.
"Maafkan saya" Semua langsung menahan nafas mendengar itu.
"Apa maksud dokter?!"ucap Ayah keras.
"Saya sudah berusaha semaksimal mungkin..." Tangis pun pecah tak terkendali, lorong rumah sakit menjadi sangat menyesakkan siapa pun yang mendengarnya. Ayah menahan tangan dokter yang ingin pergi.
"Tidak, Dokter! Dia anak saya satu-satunya! Berapa banyak yang dokter mau? Katakan!" Hamids tertunduk saat merasakan air matanya menetes dan Boby menatap lurus ke lantai rumah sakit.
"100 juta, dok? Hidupkan dia kembali!" Dokter menggelengkan kepalanya pelan dan menatap prihatin kepada Ayah Viny lalu ia beranjak pergi lagi.
"Dokter, anda bohong! Saya tidak percaya kepada anda!"teriak Kinan menarik kasar jas dokter itu.
"Dokter!"
"Kinan! Nan!" Hamids dan Boby menahan Kinan dan menjauhkannya dari dokter itu. Kinan terisak pelan dan menunduk.
"Viny..."panggil Bunda terisak. Ayah masuk ke dalam UGD, beliau melihat anaknya yang sudah berbaring tak bernyawa. Ayah mulai meneteskan air matanya saat melihat wajah putrinya yang pucat dan matanya yang sudah tertutup dan tak mungkin lagi terbuka.
"Viny...maafin ayah..maafin ayah" Ayah memeluk tubuh Viny dan menangis. Beliau yang paling merasa bersalah karna tidak terlalu memperhatikkan anak satu-satunya ini. Ia terlalu sibuk dengan perusahaannya dan menganggap bahwa Viny baik-baik saja selalu ia tinggal.
Maul terduduk lemas, bersandar pada tembok rumah sakit, kakinya tak kuasa lagi berpijak dengan tegak. Tidak ada air mata yang mampu dikeluarkannya, ia hanya diam, sebuah reaksi terpukul yang amat mendalam, hingga ia bingung harus bagaimana menghadapi semua kenyataan pedih ini. Maul memejamkan matanya mengingat satu kalimat terakhir yang paling di ingatnya.
"Happy new year Maul. Aku cinta kamu"
Maul menjambak rambutnya dengan keras.
"Viny..."
Yona menghampiri Maul lalu memeluk tubuh kekasihnya. Ia tahu bagaimana perasaan Maul sekarang, sama seperti dirinya namun Maul lebih terpukul atas semua ini.
"Viny kenapa jahat Yon? Dia ninggalin aku"lirih Maul. Yona mengeratkan pelukannya.
"Maul.. Ini udah takdir.. Bukan kemauan Viny juga buat ninggalin kamu dan kita semua"ucap Yona.
"Tapi aku belum siap di tinggal dia Yon.. Belum.."
"Maul..." Yona memegang wajah Maul dan menatap matanya.
"Gak ada yang pernah siap di tinggal kaya gini tapi kita bisa apa? Kita gak bisa apa-apa selain pasrah dan menerimanya" Maul mulai merasakan matanya memanas.
"Nangis kalau emang kamu mau"ucap Yona. Maul menyembunyikan wajahnya di dalam dekapan Yona saat merasakan air matanya mulai mengalir. Yona mengusap punggung Maul dengan lembut. Yona termenung dan mengingat sesuatu.
"Yonaaaa!" Yona yang sedang menyiram tanaman depan rumahnya menoleh saat ada seseorang memanggilnya.
"Loh Viny?"ucap Yona menyimpan selang air yang di pegangnya lalu membukakkan pagar rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendship
FanfictionMenceritakan sebuah persahabatan antara 4 pemuda berandal dan seorang gadis manis. Apakah akan ada cinta di antara mereka? ataukah akan ada gadis-gadis lain yang mencuri perhatian mereka?