-1-

468 13 14
                                    

Sepi....

Renata harus terbiasa dengan kondisi ini. Meskipun ini bukan pertama kalinya dia tidur sendiri. Hanya saja, jika biasanya Stanley meninggalkannya untuk urusan pekerjaan yang memang sampai keluar kota, bahkan keluar pulau, kali ini karena harus menemani 'istri' lainnya.

Suara tv menjadi pemecah kesunyian didalam kamar yang lumayan besar itu. Berkali-kali Renata mengganti saluran hanya karena dia tak tahu apa yang akan dia perbuat. Menghabiskan sepanjang malam ini, tanpa obrolan sebelum tidur, yang sudah menjadi kebiasaan selama pernikahannya.

Sejak dia membiarkan Stanley bertanggung jawab penuh atas kehamilan Cinta, perempuan yang menjadi madunya, belum pernah sekalipun Stanley menginap dirumah perempuan itu. Bukan Renata yang meminta. Stanley hanya tak mau menyakiti perasaan Renata lebih jauh lagi, meskipun dia juga menyayangi Cinta.

Stanley pergi kekantor seperti biasa, lalu pulang juga seperti biasa. Diantara waktu kerja itulah dia sempatkan bersama dengan Cinta. Namun ketika kehamilan Cinta makin tua, Stanley harus jadi suami siaga.  Karenanya, malam ini dia tidur ditempat istri keduanya.

Berkali-kali Renata menatap jam ditembok kamarnya. Hanya berselang 5 menit dari terakhir kali dia melihat jam itu. Sungguh, tiap detik seolah berjalan sangat lambat.

Dia putuskan untuk mematikan tv, dan berusaha memejamkan mata.

Tik....tok....tik...tok....tok....tik....tok....tik....tok.....tik.....tok........tik.........tok.....tik......tok.....tik......tok.....

"Hai....selamat pagi, cantik!"

Suara itu berhasil membuatnya terbangun. Sapaan mesrah yang selalu dia dengar jika suaminya terbangun lebih dulu. Tapi kali ini, bukankah Stanley ada dirumah Cinta? Lalu kenapa dia sudah terbaring disamping Renata? Dan sejak kapan dia disitu?

"Kok pintu depan ga dikunci? Kalo ada maling gimana?"

"Sejak kapan kamu disini?"  Renata justru menanyakan hal lain.

"Sejak semalam. Pasti kamu kecapekan ya?! Sampe ga dengar aku balik."

"Bukannya kamu harus....." kalimatnya terhenti karena Stanley sudah meletakan telunjuknya dibibirnya.

"Masih terlalu pagi untuk membahas itu. Jangan merusak harimu dengan hal yang membuatmu tak nyaman. Kita awali hari ini dengan hal manis, karna aku kangen!" Stanley menarik Renata agar merapat didadanya. Membenamkan perempuan 28 tahun itu disana. Sebab dia tahu, Renata sangat suka diperlakukan seperti itu.

Perlakuan manis Stanley yang masih begitu manis. Luapan rasa cinta yang seolah tak pernah berubah. Itu semua yang membuat Renata bersedia menjalani kehidupan bermadu seperti ini. Selain ancaman bunuh diri yang akan dilakukan Stanley, jika dia menceraikannya.

💖💖💖💖💖

Renata menggigit bibir bawahnya, menahan agar rintihannya tak terdengar oleh Stanley.

"Mungkin aku ga pulang malam ini. Kamu ga pa-pa kan?!"

"Iya...aku ga pa-pa."

"Jangan lupa makan! Aku ga mau maag kamu kambuh lagi pas aku ga dirumah. Jangan lupa kunci pintu!"

Ada senyum dibibir Renata. Rasanya, Stanley pantas mendapatkan senyum itu.

"Iya aku tau...aku akan baik-baik aja. Kamu ga perlu parno gitu deh!" dia berusaha menyembunyikan perih diperutnya. "Justru kamu tuh yang harus jaga kondisi. Kerja kamu jadi lebih keras, karna kamu menghidupi 2 istri sekarang. Apalagi abis ini anak kamu lahir," jelas itu sebuah sindiran halus untuk Stanley.

"Re....kok gitu lagi sih?! Kita kan udah sepakat."

'Re'. Seingat Renata, hanya Stanley yang suka memanggil namanya dengan dua huruf, khas dengan kecadelannya yang tak bisa melafalkan huruf 'R' dengan sempurna. Dan dia senang sekali mendengarnya, karena terdengar seksi.

STANLEY CINTA RENATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang