-25-

318 15 4
                                    

"Apa yang kamu lakukan, Stanley?"

Berdiri di balkon kamarnya, mata Stanley tak lepas dari Renata yang makin menjauh. Berjalan menuju jalan raya karena tak juga menemukan taksi.

"Ini kah yang kamu mau, Stanley?! Membiarkannya pergi...... Sendiri..... Kamu hebat!"

Stanley masih bicara sendiri, serta masih mengawasi Renata.

"Tidak kah kamu ingin mengejarnya? Mengajaknya kembali? Atau kamu benar-benar sudah tak mencintainya lagi?"

Semua pertanyaan yang dia ajukan untuknya, tak juga bisa dijawabnya sendiri.

Renata menghilang dari pandangan. Dia pun memilih masuk kamar. Menutup pintu serta gorden. Kemudian melangkah gontai menuju tempat tidur, sebelum akhirnya terhempas dengan keras disana.

"Pak Abu benar,....kamu terlalu sombong, Re. Kamu selalu merendahkanku yang begitu mencintaimu. Sepertinya, hanya aku yang menginginkan pernikahan kita tetap bertahan. Sedangkan kamu lebih memilih meninggalkanku..... Jangan-jangan kamu memang sudah tak sayang lagi sama aku."

Batin Stanley berkecamuk. Perkataan pak Abu membawa pengaruh besar. Kekerasan hati Renata, tidak akan berdampak baik pada dirinya, juga pekerjaannya kelak. Setidaknya, itu menurut pandangan pak Abu.

"Sebaiknya, aku turuti saja kemauanmu, Re. Cinta, Malvin dan Malva lebih membutuhkan aku..... Ya, aku merasa, begitu dibutuhkan. Perasaan yang tak pernah aku dapat dari kamu. Karena kamu selalu merasa mampu tanpa aku!"

💖💖💖💖💖

"Jadi semalam kamu tidur di sini?!"

Perempuan yang biasa dipanggil budhe oleh Renata, bertanya dengan rasa keingintahuan yang begitu besar.

"Iya, budhe.... Saya,....pisah sama Stanley," selepas berkata, Renata menundukan wajah pucatnya.

"Duh, Gusti!.... Kamu serius, nduk?" tangannya yang berkeriput, mencengkram lembut lengan Renata, serta mengguncangnya pelan, ketika bertanya.

"Stanley punya istri lagi..... Dia juga sudah punya anak dari istri keduanya..... Selama ini saya nutupin ini dari budhe, karna saya malu," tangisnya pecah.

Budhe segera berdiri agar bisa memberi pelukan. Mengusap lembut kepala Renata, yang memang sudah dianggap seperti anak sendiri.

Dalam pelukan budhe, tangisnya justru makin menjadi. Mengeluarkan beban di hati dalam bentuk jeritan, serta isakan.

"Sabar, nduk! Kamu sedang diuji..... Budhe ga akan ikut campur. Apapun yang jadi pilihan kamu, budhe cuma bisa mendoakan, semoga itu yang terbaik buat kamu, suamimu, dan calon anak kalian."

Telinganya tidak salah dengar ketika budhe menyebut kata anak. Dia hanya heran, dari mana budhe tahu kalau dirinya sedang hamil? Karena itulah tangisnya terhenti. Pelukannya merenggang serta kepalanya menengadah, "budhe tau saya hamil?"

"Loh, dari pas kamu datang kemaren dulu, budhe udah punya firasat begitu. Emangnya salah ya?"

"Budhe ga salah. Saya memang sedang hamil. Tapi saya baru tau kemaren. Makanya saya heran. Budhe seperti sudah tau kalo saya hamil, padahal saya sendiri ga pernah mikir kalo saya hamil. Itu yang saya heran."

Senyumannya membuat kerutan diwajahnya makin terlihat jelas. "Dada kamu, pinggang kamu,.... itu keliatan kalo kamu lagi hamil."

"Tapi Stanley belum tau soal ini. Saya minta tolong, jangan kasih tau dia. Kalo misalnya dia datang bawa surat cerei. Saya ga mau dia berubah pikiran, kalo dia tau saya hamil. Saya sudah bertekad untuk pisah dari dia. Sakit hati saya, budhe."

STANLEY CINTA RENATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang